4. Anggota Dewas KPK Dilaporkan ke Dewas
Indriyanto Seno Adji yang baru menjadi Anggota Dewas KPK dilaporkan ke Dewas KPK. Pelaporan itu berkaitan dengan sikap Indriyanto yang diduga melanggar etik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait dengan kegiatan kami di gedung ini, tadi yang sudah disampaikan Pak Sujanarko, bahwa kami melaporkan Profesor Indriyanto Seno Adji sebagai anggota Dewan Pengawas KPK," kata Novel di gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (17/5).
Novel menduga peralihan status pegawai KPK menjadi ASN banyak melanggar aturan. Dia menyebut hal ini merupakan permasalahan serius.
"Tentunya saya bisa menggambarkan demikian, bahwa proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN, sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang, kami telusuri, kami perhatikan dan kami cermati, banyak dugaan tindakan yang salah, tindakan yang melanggar aturan-aturan hukum yang dilakukan oleh oknum pimpinan KPK. Dan ini tentunya kami melihat sebagai masalah yang serius," ujar Novel.
Atas laporan itu, Indriyanto tak masalah. Menurutnya, hal itu wajar.
"Secara pribadi, wajar saja dan saya maklumi laporan kekecewaan tersebut. Saya menghormati laporan tersebut. Ini hanya persoalan pendapat pro-kontra legitimasi SK Keputusan pimpinan saja," kata Indriyanto, melalui keterangan tertulis, Senin (17/5/2021).
Indriyanto mengaku sudah menerima laporan tersebut. Namun, dia masih belum tahu isi substansi dari laporan yang diterimanya.
"Memang perwakilan 75 melakukan pelaporan yg dilakukan oleh pegawai purnabakti KPK Sujanarko kepada Dewas. Dan Dewas, termasuk saya juga yang menerima langsung pelaporan, saya sebagai terlapor. Saya belum tau apa isi atau substansi laporan tersebut," katanya.
Menurutnya, statement yang sebelumnya dikeluarkan terkait hasil TWK hanya untuk meluruskan secara hukum. Indriyanto berniat menjaga eksistensi dan integritas KPK saat itu.
"Secara pribadi, pendapat hukum saya untuk meluruskan dan menghindari adanya misleading conclusion kepada masyarakat terhadap eksistensi dan integritas lembaga KPK saja," ujarnya.
5. Seluruh Pimpinan KPK Dilaporkan ke Dewas
Novel Baswedan dkk juga melaporkan dugaan pelanggaran etik seluruh Pimpinan KPK. Hadir juga Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan mendampingi Novel dan yang lainnya.
"Semua pimpinan karena sebagaimana kita ketahui SK 652 yang ditandatangani oleh Bapak Firli Bahuri dan kita berpikiran itu kolektif kolegial sehingga semua pimpinan kami laporkan," kata Hotman.
Hotman menjelaskan, pelaporan itu dilakukan karena ada tiga hal, yang pertama yakni soal kejujuran soal TWK. Pasalnya, pimpinan KPK pada awalnya mengatakan tidak ada konsekuensi dari TWK, namun akhirnya keputusan itu berakhir beda.
"Kenapa kami melaporkan pimpinan KPK pada hari ini? Karena kami melihat bahwa ada beberapa hal yang seharusnya tidak terjadi di lembaga korupsi seperti KPK. Dan hal ini juga merupakan suatu hal yang perlu kami perjuangkan demi kepentingan publik. Setidaknya ada tiga hal yang kami laporkan pimpinan KPK terkait hal ini," ujar Hotman.
"Yang pertama adalah tentang kejujuran. Dalam berbagai sosialisasi, pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi daripada tes wawasan kebangsaan. Dan kami juga berpikir bahwa asesmen bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan suatu hal. Dan karena ini berkaitan juga dengan hak hak kita sebagai orang yang akan menentukan masa depan kita, maka sudah sewajarnya informasi yang diberikan kepada kita adalah informasi yang benar," tambahnya.
Atas laporan itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku pasrah kepada Dewas dan tentu menghargai laporan tersebut. Dia menyerahkan sepenuhnya hal itu ke Dewas.
"Kami menghargai laporan dari pegawai, selanjutnya kami memasrahkan kepada Dewas sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan proses sesuai ketentuan, baik prosedur maupun substansi, apakah benar yang diadukan merupakan dugaan pelanggaran etik," kata Ghufron, saat dikonfirmasi, Selasa (18/5/2021).
6. Novel Baswedan Dkk Tunggu Tindaklanjut Arahan Jokowi
Setelah Presiden Joko Widodo menyatakan tak setuju dengan penonaktifan 75 pegawai KPK yang tak lolos dalam TWK, muncul desakan agar arahan Jokowi dikawal ketat. Salah satunya disampaikan mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
"Beberapa pernyataan presiden ini cukup klir yaitu TWK tidak boleh jadi dasar pemberhentian 75 pegawai KPK dan sependapat dengan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) bahwa peralihan pegawai KPK jadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK," tulis Febri dalam akun Twitternya seperti dikutip, Selasa (18/5/2021). Febri telah mengizinkan cuitannya itu dikutip.
"Ujian berikutnya konsistensi pelaksanaan. Kita lihat siapa yang masih ngotot menyingkirkan 75 pegawai KPK? Kita perlu awasi pelaksanaan pernyataan Presiden," lanjutnya.
Febri pun menaruh harap pada Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo dan Kepala BKN Bima Wibisana. Keduanya saat ini mendapatkan tugas dari Jokowi untuk menuntaskan polemik itu.
"Apakah KemenPAN RB dan BKN akan melaksanakannya sebaik-baiknya? Semoga implementasinya tidak disiasati. Semoga. Saya mencoba percaya, semoga Pak Tjahjo Kumolo tidak melakukan tindakan yang berseberangan dengan arah kebijakan Presiden. Semoga," ucap Febri.
Suara yang sama turut disampaikan salah satu dari 75 pegawai KPK itu yang bernama Harun Al Rasyid. Harun yang juga Kasatgas Penyelidikan KPK itu mengaku mendengar bila ada keraguan dari BKN untuk memproses arahan Jokowi lebih lanjut.
"Sya mengapresiasi langkah presiden yang telah memberikan arah yang jelas terkait polemik 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan," ucap Harun secara terpisah.
"Namun demikian sangat disayangkan arahan yang sudah sangat jelas tersebut sampai hari ini belum dilaksanakan dengan cepat dan cermat oleh pihak-pihak terkait. BKN yang saya dengar juga masih gamang dan masih ragu-ragu untuk segera memproses alih status bagi 75 pegawai KPK tersebut. Saya khawatir ada pihak-pihak lain yang masih 'bermain' di dalam menafsirkan arahan Presiden meskipun arahan Presiden sudah sangat jelas," imbuh Harun.
Sebelumnya MenPAN RB Tjahjo Kumolo memastikan akan berkoordinasi dengan BKN dan KPK. Di sisi lain Kepala BKN Bima Wibisana juga memberikan pendapat serupa.
"Belum bisa jawab sekarang, karena harus koordinasi dengan Kepala BKN dan Ketua KPK. Karena dasar kan peraturan KPK. Arahan Presiden saya pasti perhatikan sebagai pembantu Presiden," kata Tjahjo.
"Banyak UU yang mengatur itu. Nanti akan dibahas bersama terlebih dahulu," sambung Bima secara terpisah.
(dhn/fjp)