Firli Bahuri didesak untuk turun jabatan dari dari Ketua KPK menjadi Wakil Ketua KPK buntut dari polemik mengenai tes wawasan kebangsaan atau TWK. Bisakah secara aturan seorang Ketua KPK turun jabatan seperti itu?
Desakan itu awalnya muncul dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melalui koordinatornya, Boyamin Saiman. Dia menyarankan sebaiknya Firli mundur sebagai Ketua KPK.
"Kalau dalam konteks kontroversial terus begini ya kalau saya menyarankan sebaiknya Pak Firli mundur ajalah dari Ketua KPK, setidaknya mundur dari Ketua KPK menjadi wakil ketua KPK aja, biar dipimpin oleh Pak Nawawi, atau Pak Ghufron, ya paling ndak Pak Alex Marwata lah, saya tidak melihat Bu Lili, karena Bu Lili kemarin pada posisi terkait Tanjungbalai kan ada sedikit persoalan, meskipun sampai sekarang belum ada bukti dan itu saya hanya minta beliau untuk tidak melibatkan diri dalam kasus Tanjungbalai aja. Dan saya kira Bu Lili clear tidak ada masalah, meskipun nanti ketua KPK perempuan ya boleh boleh aja," ucap Boyamin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi prinsipnya menurut saya Pak Firli mengundurkan diri dari Ketua KPK menjadi Wakil Ketua KPK seperti dulu permintaan saya seperti dulu sidang di Dewas KPK kasus dugaan hidup mewah helikopter di Palembang, Baturaja dulu, saya meminta Pak Firli disanksi untuk tidak menjadi Ketua KPK, cukup jadi wakil ketua KPK," sambungnya.
Namun bagaimana secara aturan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK?
Dalam Pasal 21 ayat (1) UU KPK disebutkan bila KPK terdiri dari Dewan Pengawas (Dewas) sebanyak 5 orang, Pimpinan KPK sebanyak 5 orang, dan pegawai KPK. Untuk Pimpinan KPK kemudian diatur lagi dalam ayat selanjutnya yaitu sebagai berikut:
Pasal 21 ayat (2)
(2) Susunan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. ketua merangkap anggota; dan
b. wakil ketua terdiri dari 4 (empat) orang, masing-masing merangkap anggota.
Lantas untuk syarat-syaratnya diatur pada Pasal 29 yang isinya sebagai berikut:
Pasal 29
Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman paling sedikit 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan;
e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan;
f. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
g. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
h. tidak menjadi pengurus salah satu partai politik;
i. melepaskan jabatan struktural dan /atau jabatan lainnya selama menjadi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;
j. tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
k. mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari penelusuran pada UU KPK itu tidak terdapat jelas mengenai mekanisme seorang Ketua KPK menjadi Wakil Ketua KPK. Namun ada perihal tentang Pimpinan KPK yang berhenti atau diberhentikan yaitu pada Pasal 32 dan Pasal 33. Berikut isinya:
Pasal 32
(1) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. berakhir masa jabatannya;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan;
e. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
f. mengundurkan diri; atau
g. dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara dari jabatannya.
(3) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dilarang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pengunduran dirinya menduduki jabatan publik.
(4) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 33
(1) Dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Anggota pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak terpilih di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sepanjang masih memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 29.
(3) Anggota pengganti Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melanjutkan sisa masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang digantikan.
Di sisi lain mengenai desakan ini detikcom telah berupaya meminta tanggapan ke Firli Bahuri langsung. Namun yang bersangkutan belum memberikan respons.
Simak video 'Jokowi: Hasil TWK Tak Serta-Merta Jadi Dasar Pemberhentian 75 Pegawai KPK':