Makin Janggal Pertanyaan Tes ASN KPK Menjurus ke Seksual

Round-Up

Makin Janggal Pertanyaan Tes ASN KPK Menjurus ke Seksual

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 11 Mei 2021 04:28 WIB
Gedung baru KPK
Gedung KPK (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta -

Masih sulit dicerna logika saat para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberondong pertanyaan perihal tata cara beragama, keimanan, bahkan hingga urusan seksual. Semua itu disebut demi alih status para pegawai itu untuk menjadi abdi negara.

Semua bermula dari amanah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang merupakan hasil revisi UU KPK. Aturan itu secara konstitusi berlaku meski pada prosesnya tidak ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam UU KPK hasil revisi itu disebutkan bila para pegawai KPK haruslah berstatus aparatur sipil negara atau ASN. Singkatnya lantas Jokowi meneken aturan turunan yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN, yang lantas oleh KPK diejawantahkan dalam Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi ASN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perkom Nomor 1 Tahun 2021 itu sendiri ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Di dalam aturan itu disebutkan keharusan tes wawasan kebangsaan sebagai mekanisme alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Aturan rincinya bisa dicek langsung pada tautan di bawah ini.

ADVERTISEMENT

Dalam konferensi pers pada Rabu, 5 Mei 2021, Ketua KPK Firli Bahuri mengaku tidak tahu materi pertanyaan dalam tes itu. Dari 1.351 pegawai KPK yang menjalani tes wawasan kebangsaan itu disebutkan bila 75 orang di antaranya tidak memenuhi syarat dan 2 lainnya tidak hadir di tahap wawancara. Sedangkan sisanya yaitu 1.274 orang memenuhi syarat untuk menjadi ASN.

"Mohon maaf, itu bukan materi KPK, karena tadi sudah disampaikan yang menyiapkan materi siapa, penanggung jawabnya siapa, kan jelas tadi," ucap Firli.

Berikut penjelasan lengkap KPK mengenai mekanisme tes wawasan kebangsaan yang belakangan memunculkan polemik itu:

1. KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) menggelar Tes Wawasan Kebangsaan (selanjutnya disingkat TWK) yang dilaksanakan pada 18 Maret 2021 hingga 9 April 2021 terhadap 1.351 pegawai tapi 2 orang di antaranya tidak hadir saat tahap wawancara.

2. Rangkaian TWK dibagi sebagai berikut:
- Tes Tertulis Indeks Moderasi Bernegara (IMB) dan Integritas pada 9-10 Maret 2021
- Profiling pada 9-17 Maret 2021
- Wawancara pada 18 Maret-9 April 2021

3. KPK dan BKN melibatkan 5 instansi dalam TWK yaitu Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

4. Kelima instansi itu memiliki peran sebagai berikut:
- Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat dan BAIS TNI berperan dalam pelaksanaan Tes Indeks Moderasi Bernegara-(68) dan Integritas;
- BIN dan BNPT berperan dalam pelaksanaan Profiling;
- BAIS TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, dan BNPT berperan dalam pelaksanaan wawancara pegawai KPK;
- BKN bersama BIN, BNPT, , Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat; dan
- Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat menjadi tim observer hasil asesmen TWK pegawai KPK.

Simak juga video 'Tes Wawasan Kebangsaan KPK Menyudutkan Pegawai Perempuan':

[Gambas:Video 20detik]



Nah dalam sesi pelaksanaan tes itu muncul pertanyaan-pertanyaan yang dianggap janggal. Apa saja?

Tersebutlah dalam sesi tes terdapat 2 bagian soal yang harus dikerjakan oleh masing-masing pegawai KPK. Bagian pertama berisi 20 pertanyaan dalam bentuk skala likert (setuju-tidak setuju), sedangkan bagian kedua berisi soal esai.

Berikut soalnya:

Bagian 1 (Setuju-Tidak Setuju)

1. Saya memiliki masa depan yang suram.
2. Saya hidup untuk menebus dosa-dosa masa lalu.
3. Semua orang Cina sama saja.
4. Semua orang Jepang kejam.
5. UU ITE mengancam kebebasan berpendapat.
6. Agama adalah hasil pemikiran manusia.
7. Alam semesta adalah ciptaan Tuhan.
8. Nurdin M. Top, Imam Samudra, Amrozi melakukan jihad.
9. Budaya barat merusak moral orang Indonesia.
10. Kulit berwarna tidak pantas menjadi atasan kulit putih.
11. Saya mempercayai hal ghaib dan mengamalkan ajarannya tanpa bertanya-tanya lagi.
12. Saya akan pindah negara jika kondisi negara kritis.
13. Penista agama harus dihukum mati.
14. Saya ingin pindah negara untuk kesejahteraan.
15. Jika boleh memilih, saya ingin lahir di negara lain.
16. Saya bangga menjadi warga negara Indonesia.
17. Demokrasi dan agama harus dipisahkan.
18. Hak kaum homosex harus tetap dipenuhi.
19. Kaum homosex harus diberikan hukuman badan.
20. Perlakuan kepada narapidana kurang keras. Harus ditambahkan hukuman badan.

Bagian 2 (Esai)

1. OPM
2. DI/TII
3. PKI
4. HTI
5. FPI
6. Sdr. Rizieq Shihab
7. Narkoba
8. Kebijakan pemerintah
9. LGBT

Mulai mengernyitkan dahi? Mari lanjut pada sesi wawancara bagi pegawai KPK demi status ASN.

Salah satu pertanyaan janggal dalam tes alih status pegawai KPK yakni perihal jilbab. Salah seorang sumber detikcom di KPK yang merupakan pegawai perempuan mengaku ditanya perihal jilbab. Bila pegawai perempuan itu enggan melepas jilbab, dianggap lebih mementingkan diri sendiri.

"Aku ditanya bersedia enggak lepas jilbab. Pas jawab nggak bersedia, dibilang berarti lebih mementingkan pribadi daripada bangsa negara," ucap pegawai KPK itu, Jumat (7/5/2021).

Pegawai perempuan KPK lainnya mengaku ditanya urusan pribadi. Dia pun heran dengan ragam pertanyaan itu.

"Ditanya kenapa belum punya anak," ucap pegawai KPK perempuan itu.

"Ditanya kenapa cerai," imbuh pegawai lainnya

Selain jilbab, doa qunut hingga urusan pernikahan juga masuk dalam deretan pertanyaan alih status pegawai KPK. Salah seorang pegawai KPK menceritakan kepada detikcom perihal tes itu. Apa saja pertanyaannya?

"Ya ditanya subuhnya pakai qunut apa nggak? Ditanya Islam-nya Islam apa? Ada yang ditanya kenapa belum nikah, masih ada hasrat apa nggak?" ujar pegawai KPK itu, Rabu (5/5/2021).

Pegawai KPK itu heran atas maksud pertanyaan tersebut. Ragam pertanyaan itu terjadi saat sesi wawancara.

"Ditanya kalau anaknya nikah beda agama gimana," sambungnya.

Pertanyaan nyeleneh mengenai 'Islamnya Islam Apa' juga menjadi salah satu yang dipertanyakan. Salah seorang pegawai KPK menceritakan kepada detikcom perihal tes itu. Apa saja pertanyaannya?

"Ya ditanya subuhnya pakai qunut apa nggak? Ditanya Islam-nya Islam apa? Ada yang ditanya kenapa belum nikah, masih ada hasrat apa nggak?" ujar pegawai KPK itu, Rabu (5/5/2021).

Pegawai KPK itu heran atas maksud pertanyaan tersebut. Ragam pertanyaan itu terjadi saat sesi wawancara.

"Ditanya kalau anaknya nikah beda agama gimana," sambungnya.

Berhenti sampai di situ saja? Tentu tidak. Silakan ke halaman selanjutnya.

Dua nama pegawai KPK buka-bukaan perihal model wawancara dalam tes itu. Keduanya yaitu Novel Baswedan dan Yudi Purnomo Harahap.

Untuk Novel, ada pertanyaan soal 'orang-orang liar di KPK'. Apa maksudnya?

"Itu soalnya aneh-aneh kok, anehnya parah. Dia nanya gini, 'Pak Novel bagaimana dengan orang-orang KPK yang liar, yang tidak terkendali oleh pimpinan, oleh struktural atau pimpinan, bertindak sendiri-sendiri?' (Ditanya balik) 'Maksudnya?', 'OTT-OTT sendiri tanpa izin, segala macam dan lain sebagainya', saya bilang itu nggak mungkin karena mekanisme itu jelas," ucap Novel.

"Sekarang begini, saya dengarkan isu itu sudah lama, cuma Anda sebagai pewawancara kenapa kemakan isu itu. Terus saya bilang sama dia, bisa nggak orang yang menjadi informan ke Bapak disuruh mengkonstruksikan bagaimana caranya, kegiatannya apa, maksudnya kalau ada suatu tindakan yang liar gitu, coba gambarkan, tindakannya apa, apakah penggeledahan, apakah penyitaan, apakah OTT, harus jelas-konkret, coba konstruksikan, saya pastikan Anda gagal, karena apa? Itu hoaks," imbuhnya.

"Ketika aku jawab begitu, mungkin diambil kesimpulan, oh ini suka melawan atasan, ha-ha-ha...," sambung Novel.

Sedangkan Yudi yang juga Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap itu ditanya soal ucapan hari raya ke umat agama lain. Yudi sendiri merupakan seorang muslim.

"Saya heran ketika ada pertanyaan ke saya tentang apakah saya mengucapkan selamat hari raya ke umat beragama lain," kata Yudi dalam keterangannya, Jumat (7/5/2021).

Menurut Yudi, pewawancara seharusnya tidak mempertanyakan hal tersebut. Sebab, sejatinya, kata Yudi, mengucapkan selamat hari raya kepada umat lain merupakan hal lumrah yang dilakukan di lembaga antirasuah itu.

Yudi mengungkapkan perayaan seperti hari raya Natal, misalnya, selalu diadakan oleh KPK. Semestinya, lanjut Yudi, hal itu bisa menepis isu-isu 'Taliban' dan radikal di tubuh KPK.

"Pada saat pandemi pun, perayaan Natal tetap diadakan di KPK dengan virtual dan saya pun juga memberikan sambutan. Saya sampaikan kepada pewawancara yang intinya bahwa di KPK kami walau beda agama tetap bisa kerja sama dalam memberantas korupsi. Jadi isu-isu radikal dan Taliban di luaran hanya isapan jempol," tuturnya.

"Saya pun menunjukkan bukti print foto kegiatan Natal kepada dua orang yang mewawancarai saya sebagai bukti," imbuhnya.

Semakin lama kemudian semakin banyak pegawai KPK yang buka suara meski identitasnya disamarkan. Pertanyaan yang dimunculkan pun semakin nyeleneh.

Salah satunya ini. Pertanyaan mengenai 'hasrat' dan 'istri kedua' disebut-sebut menjadi salah satu yang diajukan. Salah seorang sumber detikcom di lingkup internal KPK mengaku mendapatkan pertanyaan mengenai kondisi pribadinya. Dia pun tidak mengerti maksud pertanyaan itu.

"Ada yang ditanya kenapa belum nikah. Masih ada hasrat apa nggak. Ditanya mau jadi istri kedua saya nggak," ucap pegawai KPK itu kepada detikcom, Jumat (7/5/2021).

"Nggak tahu maksudnya hasrat apa," imbuhnya.

Perihal ini pun sempat dimunculkan oleh mantan juru bicara KPK Febri Diansyah. Dia tak habis pikir hal ini ditanyakan dalam tes alih status pegawai KPK.

"Apakah pertanyaan ini pantas dan tepat diajukan kepada pegawai KPK untuk mengukur wawasan kebangsaan?" kata Febri dalam cuitannya di Twitter. Febri mengizinkan detikcom mengutip cuitannya.

Dalam cuitannya itu, Febri menyebutkan contoh empat pertanyaan yang diajukan ke pegawai KPK. Apa saja?

1. Kenapa belum menikah?
2. Apakah masih punya hasrat?
3. Bersedia nggak jadi istri kedua?
4. Kalau pacaran ngapain aja?

"Demi transparansi, soal dan kertas kerja tes wawasan kebangsaan tersebut harusnya dibuka," imbuh Febri menggugat.

Terakhir bahkan ada pertanyaan yang lebih menjurus ke urusan seksual. Duh!

Bermula dari keterangan pers dengan narahubung Julius Ibrani selaku Sekjen PBHI, Muhammad Isnur dari YLBHI, dan Muhammad Hafiz selaku Direktur Eksekutif HRWG. Dalam rilis itu tercantum sejumlah LSM mulai dari LBH Jakarta, Amnesty International Indonesia, ICJR, YLBHI hingga Imparsial. Mereka menamakan diri sebagai Koalisi Kebebasan Beragama Berkeyakinan.

"Tes Wawasan Kebangsaan ala KPK dengan Ketua Firli Bahuri diketahui memiliki persoalan karena seksis. Ternyata tes ini juga memiliki masalah terkait kebebasan beragama berkeyakinan," demikian tertulis dalam keterangan itu seperti dikutip, Senin (10/5/2021).

Julius Ibrani dari PBHI yang dimintai konfirmasi mengenai keterangan itu membenarkannya. Dalam keterangan itu tercantum sejumlah pertanyaan yang diduga ditanyakan pada pegawai KPK dalam tes wawasan kebangsaan. Berikut isinya:

1. 'Kamu alirannya netral atau bagaimana?' tetapi tidak dijelaskan aliran netral itu bagaimana. Ada yang bertanya balik apa yang dimaksud aliran dan pewawancara juga tidak bisa menjelaskan.
2. 'Bersedia lepas jilbab?' Dan jika tidak, dikatakan egois.
3. 'Ikut pengajian apa? Ustadz idola/favoritnya siapa?'
4. 'Hari minggu ada kegiatan apa?'
5. Ditanya pendapat tentang LGBTQ
6. Ditanya tentang mengucapkan Natal
7. Ditanya pendapat soal free sex. Saat ada yang menjawab tidak masalah kalau bukan anak-anak, konsensual dan di ruang privat, ditanya lagi, 'Kalau threesome bagaimana? Kalau orgy bagaimana?'
8. 'Kenapa belum menikah?' Kemudian ada yang diceramahi, 'Nikah itu enak, saat capek pulang kerja ada istri yang melayani buat ngasih minum, nyiapin, dll', atau 'Jangan banyak milih buat pasangan nikah, ini saya ngasih saran aja lo'
9. Ditanya mengenai donor darah.

"Pertanyaan-pertanyaan di atas jelas telah bertentangan dengan kebebasan seseorang untuk memiliki keyakinan tertentu terhadap ajaran suatu agama. Seseorang tidak dapat dinilai atas apa yang dipikirkan dan diyakininya," ucapnya.

Terbilang kecaman dari berbagai pihak mulai dari MUI, PP Muhammadiyah, PBNU, Komnas Perempuan, dan masih banyak lagi terhadap pertanyaan-pertanyaan janggal seperti dipaparkan di atas. Lalu apa pembelaan KPK?

Ketua KPK Firli Bahuri pernah menegaskan bila tes wawasan kebangsaan itu semata sebagai perintah UU KPK yang baru yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019 agar status pegawai KPK beralih sebagai ASN. Dia mengatakan tak ada niat mengusir pegawai dari KPK lewat tes itu.

"Selanjutnya tentu kami segenap insan KPK ingin menegaskan pada kesempatan sore hari ini, tidak ada kepentingan KPK, apalagi kepentingan pribadi maupun kelompok, dan tidak ada niat KPK untuk mengusir insan KPK dari lembaga KPK. Kita sama-sama berjuang untuk memberantas korupsi, kita sama-sama lembaga sebagai penegak undang-undang," ucap Firli.

Ketua KPK Firli Bahuri mendatangi gedung DPR. Firli mengaku akan bertemu dengan pimpinan DPR.Ketua KPK Firli Bahuri. (Foto: Lamhot Aritonang)

Dia menegaskan keputusan di KPK diambil secara kolektif. Firli mengaku tak ada keputusan yang bersifat pribadi.

"Pimpinan KPK adalah kolektif kolegial sehingga seluruh keputusan yang diambil adalah bulat dan kita bertanggung jawab secara bersama-sama," ujar Firli.

Sedangkan mengenai beragam pertanyaan yang muncul dalam tes pegawai itu KPK melemparkan 'bola panas' kepada penyelenggara asesmen, yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"Komisi Pemberantasan Korupsi bukan merupakan penyelenggara asesmen. Seperti dijelaskan sebelumnya, asesmen tes wawasan kebangsaan ini diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN)," ucap Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu (8/5).

Dia mengatakan BKN turut melibatkan sejumlah instansi, seperti BIN, BAIS-TNI, Pusintel TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD, hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ali menyebut semua materi berupa soal serta pertanyaan saat wawancara disusun BKN bersama lembaga-lembaga tersebut.

"Semua alat tes berupa soal dan materi wawancara disusun oleh BKN bersama lembaga-lembaga tersebut. Sebelum melaksanakan wawancara, telah dilakukan penyamaan persepsi dengan pewawancara dari beberapa lembaga tersebut," ucapnya.

Merasa disudutkan oleh KPK dengan lemparan 'bola panas', BKN pun buka suara. Menurut BKN, ada beberapa perbedaan dalam tes terhadap pegawai KPK.

BKN mengawali penjelasan dengan menyebut tes alih status dilakukan berdasarkan UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK, PP 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN serta Peraturan KPK nomor 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.

BKN kemudian menyebut pegawai KPK harus memiliki sejumlah persyaratan untuk menjadi ASN. Antara lain, setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Pemerintah yang sah, tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan, serta memiliki integritas dan moralitas yang baik.

"Selanjutnya, berdasarkan amanat Pasal 5 ayat (4) Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara, maka dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara," ujar Kepala BKN Bima Haria Wibisana dalam keterangan tertulis yang diteken oleh Plt Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama BKN, Paryono, Sabtu (8/5).

TWK itu disebut berbeda dengan TWK pada entry level karena orang-orang yang ikut TWK telah memiliki rekam jejak serta jabatan tinggi di KPK. BKN menyebut TWK dilakukan dengan metode assessment center yang juga dikenal sebagai multi-metode dan multi-asesor.

Menurut BKN, ada tiga aspek yang diukur dalam TWK. Ketiga aspek tersebut adalah integritas, netralitas dan antiradikalisme. BKN menyebut ada 1.349 peserta yang ikut TWK.

"Penentuan hasil penilaian akhir dilakukan melalui Assessor Meeting. Oleh karena itu, metode ini menjamin bahwa tidak ada satu orang asesor pun atau instansi yang terlibat yang bisa menentukan nilai secara mutlak sehingga independensinya tetap terjaga. Dalam pelaksanaan asesmen juga dilakukan perekaman baik secara video maupun audio untuk memastikan bahwa pelaksanaan asesmen dilakukan secara objektif, transparan dan akuntabel," ujar BKN.

Halaman 2 dari 5
(dhn/eva)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads