OTT Bupati Dinilai Miliki Pesan Penting di Tengah Polemik Status Pegawai KPK

OTT Bupati Dinilai Miliki Pesan Penting di Tengah Polemik Status Pegawai KPK

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Selasa, 11 Mei 2021 03:53 WIB
Penampakan Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat (kiri) saat terjaring OTT KPK (Dok istimewa)
Foto: Penampakan Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat (kiri) saat terjaring OTT KPK (Dok istimewa)
Jakarta -

Para pegawai KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat di tengah terpaan isu tes wawasan kebangsaan. OTT Bupati Nganjuk ini dinilai sebagai pesan penting bahwa para pegawai KPK tetap bekerja sampai titik darah penghabisan.

"Pesan paling penting adalah mereka tidak mempermasalahkan soal pekerjaan. Bagi mereka yang paling penting adalah bagaimana melawan korupsi ini sampai titik darah penghabisan," ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, Senin (10/5/2021).

Feri mengatakan bahwa ancaman pekerjaan tak membuat para pegawai KPK yang diisukan akan 'didepak' itu menyerah. Para pegawai KPK ini tetap menjalankan amanahnya sampai tugasnya selesai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi apapun ancaman pekerjaan, mereka akan berusaha tetap fokus berupaya sekuat mungkin untuk menjalankan amanah mereka. Hingga tugas-tugas mereka selesai atau dilanjutkan," tuturnya.

Sebelumnya, diketahui OTT terhadap Bupati Nganjuk, Novi Rahman ini dipimpin oleh Harun Al Rasyid, salah seorang seorang penyidik yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan.

ADVERTISEMENT

Harun juga dikenal aktif di Wadah Pegawai atau WP KPK dan pernah pula menjadi Ketua WP KPK. Nama Harun juga sempat mencuat kala menjadi salah satu penggugat perihal hak angket DPR terhadap KPK tahun 2017 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Terlepas dari itu, Harun sendiri mengakui dirinya sebagai kasatgas penyelidik dalam OTT Bupati Nganjuk kali ini.

"Insyaallah," jawab Harun singkat kepada detikcom.

Sementara itu, sejumlah angka fantastis uang suap dipatok Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dalam kasus suap jual beli jabatan. Angkanya mulai Rp 10 juta hingga Rp 150 juta.

"Dari informasi penyidik, untuk di level perangkat desa antara Rp 10 juta sampai Rp 15 juta," kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto saat konferensi pers yang dilihat detikcom di YouTube KPK, Senin (10/5/2021).

Agus menyebut untuk jabatan di atas perangkat desa, nilainya lebih fantastis. Yakni bisa mencapai Rp 150 juta.

"Untuk jabatan di atas itu sementara yang kita dapat informasi 150 juta. Ini kan masih awal akan kita lakukan pendalaman. Kita akan mendapatkan informasi yang lebih lengkap terkait praktik jabatan ini seperti apa," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri (Dirtipikor) Brigjen Djoko Poerwanto memaparkan modus operandi yang dilakukan Novi. Dalam modusnya, Novi menyuruh camat memberikan uang suap melalui ajudannya.

"Modus operandinya para camat memberikan sejumlah uang kepada Bupati Nganjuk melalui ajudan Bupati terkait mutasi dan promosi jabatan mereka. Dalam hal ini para camat dan pengisian jabatan di tingkat kecamatan di jajaran Kabupaten Nganjuk. Dengan demikian ajudan Bupati Nganjuk menyerahkan uang tersebut pada Bupati Nganjuk," papar Djoko.

Djoko mengatakan para tersangka itu disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, Pasal 11, dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor dengan jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman penjara dari 1 hingga seumur hidup.

Halaman 2 dari 2
(rdp/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads