Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review UU KPK sehingga UU KPK baru tetap berlaku efektif. Putusan ini dinilai cekak analisis dan tidak membaca rasa keadilan di masyarakat.
"Secara konkret memang pembuktiannya sulit karena terlampau politis (barter UU KPK dengan perpanjangan masa pensiun hakim konstitusi)," kata peneliti Kode Inisiatif, Violla Reininda, kepada wartawan, Rabu (5/5/2021)..
Tapi Vio tidak menampik adanya dugaan barter politik UU KPK dengan UU MK yang memperpanjang masa pensiun hakim konstitusi, yaitu DPR memperpanjang pensiun hakim konstitusi dari 67 tahun menjadi 70 tahun tanpa kocok ulang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi ada dua kemungkinan kenapa MK melempem, antara tekanan politik yang sangat kuat atau sudah dijinakkan dengan UU MK," ujar Vio.
Baca juga: Ini Daftar Pasal di UU KPK yang Diubah MK |
MK dalam putusannya tidak mempermasalahkan revisi UU KPK oleh DPR dalam tempo yang singkat. Apalagi penolakan dari masyarakat cukup banyak.
"Tapi satu yang dapat dipastikan, MK telah abai untuk memberikan remedi, tidak menggariskan bagaimana seharusnya proses pembentukan UU yang konstitusional. Ini terlihat dari pertimbangan putusan yang cekak analisis dan tanpa common sense, minim interpretasi asas fundamental, tidak kontekstual, dan cherry picking dengan banyak mengesampingkan fakta yang jelas-jelas disebut di persidangan," ujar Vio.
Dikhawatirkan, putusan MK itu menjadi preseden bagi judicial review lainnya. Proses UU yang tidak memenuhi syarat formal dilegalkan oleh MK.
"Kekhawatiran kami, kurang-lebih ini akan jadi potret pengujian formil untuk perkara UU penting lainnya," ucap Vio.
(asp/tor)