Sederet Kontroversi UU KPK Baru yang Tetap Berlaku

Round-Up

Sederet Kontroversi UU KPK Baru yang Tetap Berlaku

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 05 Mei 2021 06:25 WIB
Presiden Jokowi meresmikan Gedung Baru KPK. Peresmian Gedung Baru KPK ini disebut sebagai semangat baru pemberantasan korupsi. Hadir pula Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono pada acara ini. Selain itu ada Mnteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Kapolri, Ketua MA, serta Jaksa Agung. Agung Pambudhy/detikcom.
Gedung baru KPK (Foto: Agung Pambudhy-detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. UU KPK yang mengandung sederet kontroversi tetap berlaku.

MK memutuskan menolak permohonan uji materi atau judicial review terhadap UU KPK yang diajukan Tim Advokasi UU KPK.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan permohonan, yang disiarkan di YouTube MK RI, Selasa (4/5/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tim Advokasi UU KPK ini terdiri atas mantan pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, Saut Situmorang dkk. Perkara ini bernomor 79/PUU-XVII/2019.

MK berpendapat dalil para pemohon yang menyatakan UU KPK tidak melalui Prolegnas dan terjadi penyelundupan hukum tidak beralasan hukum. MK juga berpendapat, UU KPK sudah memenuhi asas kejelasan tujuan.

ADVERTISEMENT

"Dengan dicantumkannya maksud dan tujuan penyusunan UU di Penjelasan Umum, maka telah memenuhi asas kejelasan tujuan," kata Hakim.

Ada sejumlah hal yang menjadi pertimbangan hakim menolak permohonan Agus dkk. Salah satunya, MK menilai pembahasan UU KPK telah sesuai dengan prosedur, misalnya UU KPK sudah masuk Prolegnas.

"MK berpendapat telah ternyata RUU tersebut telah terdaftar dalam Prolegnas dan berulang kali terdaftar dalam Prolegnas Prioritas," kata hakim konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangannya dalam sidang yang disiarkan secara langsung di YouTube MKRI.

Arief menuturkan Rancangan Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK telah masuk Prolegnas 2015-2019 berulang-ulang. Misalnya pada 2016 dan pada 2019.

Selain itu, MK juga menggelar sidang putusan uji materi UU KPK yang diajukan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Abdul Jamil dkk. Ada sejumlah pasal yang direvisi oleh MK. Meski direvisi, pasal-pasal yang menuai kontroversi tetap berlaku.

"Dalam pengujian materiil: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, saat membacakan permohonan, yang disiarkan di YouTube MK RI, Selasa (4/5).

Ada sejumlah pasal yang dinyatakan MK bertentangan dengan UUD 1945. Salah satunya adalah Pasal 1 angka 3. MK menilai pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai:

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan apapun

MK juga menyatakan Pasal 12B, Pasal 37B ayat (1) huruf b, dan Pasal 47 ayat (2) UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

MK menyatakan frasa 'dipertanggungjawabkan kepada Dewan Pengawas' dalam Pasal 12C ayat (2) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'diberitahukan kepada Dewan Pengawas'.

Jadi, bunyi pasal tersebut diminta diubah menjadi:

Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungiawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan diberitahukan Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Penyadapan selesai dilaksanakan

Lihat Video: Tok! MK Tolak Uji Materi UU KPK

[Gambas:Video 20detik]



Berikutnya, MK menyatakan frasa 'tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua (2) tahun' dalam Pasal 40 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Jadi, bunyi pasal tersebut diubah menjadi:

Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

MK juga menyatakan frasa 'harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 (satu) minggu' dalam Pasal 40 ayat (2) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'diberitahukan kepada Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja'.

MK pun meminta bunyi pasal tersebut diubah menjadi:

Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan kepada Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan.

Terakhir, MK juga menyatakan frasa 'atas izin tertulis dari Dewan Pengawas' dalam Pasal 47 ayat 1 (satu) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'dengan memberitahukan kepada Dewan Pengawas'.

MK pun meminta bunyi pasal tersebut diubah menjadi:

Dalam proses penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan dengan memberitahukan kepada Dewan Pengawas.

Halaman 2 dari 2
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads