Generasi milenial hadir dengan epistema baru yang kontras jauh dari generasi sebelumnya. Akibat kemajuan teknologi digital, asupan informasi mereka berlimpah dan tanpa batas. Mereka sulit hidup fanatis pada kehidupan yang menoton. Sadar atau tidak, mereka cenderung diombang ambingkan oleh mekanisme algoritme digital.
Sacara statistik, jumlah mereka mendominasi jumlah penduduk. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 (SP2020), jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 270,20 juta jiwa, bertambah 32,56 juta jiwa dibandingkan sensus penduduk 10 tahun lalu.
Dari data itu, Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa komposisi penduduk di Indonesia didominasi oleh Generasi Z dan Milenial dengan masing-masing sebanyak 75,49 jt jiwa (27,94 persen) dan 69,90 jt jiwa (25,87 persen). Generasi Z adalah mereka yang lahir pada 1997-2012 dan Generasi Milenial lahir pada tahun 1981-1996.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Generasi yang suka hang out dan nongkrong di cafΓ©-cafΓ© ini, kehidupannya cenderung santai, kerap narsis, kepribadiannya self-centered life, termanjakan (coddled), memiliki ekspektasi yang kadang tidak realistik.
Sebagai demografi yang dominan, generasi milenial adalah aset negara yang paling berharga yang perlu dikelola dan diarahkan. Mentalitas dan moralitas mereka perlu dipupuk dengan tepat agar mampu berkontribusi besar pada kemajuan bangsa dan negara.
Lalu bagaimana agar generasi milenial mampu menjadi sosok yang bermental dan berkarakter positif, religiusitas dan spiritualitasnya mantap, etika dan kesalehan sosialnya hebat? Memastikan ini penting sebab generasi milenial hidup dalam satu epistema baru yang membawa mereka ke ruang persimpangan.
Di ruang persimpangan, mereka butuh referensi dan refleksi untuk melangkah ke arah yang tepat. Problemnya akan semakin bertambah, sebab mereka cenderung acuh tak acuh karena keangkuhan eksistensi sebagai generasi yang kaya informasi.
Salah satu yang paling disorot dan dikhawatirkan dari generasi milenial adalah terkelincirnya mereka pada mentalitas yang buruk yang hanya bisa mengasup sampah teknologi. Sebab, baik dan burukya mentalitas mereka akan menentukan masa depan bangsa.
Tanggung jawab terkait masa depan generasi milenial tentu tidak cukup hanya dibebankan kepada negara, semua pihak harus bersama-sama mengambil peran, terutama lingkungan keluarga. Disinilah, nilai-nilai sufistik di lingkungan keluarga penting dihidupkan. Sebagai tradisi yang hidup, nilai ini akan menjadi fondasi awal bagi generasi milenial dalam meraih kesuksesan di dunia dan di akhirat.
***
Islam sufistik dalam topik ini merujuk pada pengamalan Islam ala kaum sufi, yang di dalamnya memuat ajaran-ajaran tasawuf. Salah satu inti ajaran tasawuf adalah akhlak mulya. Bagi kaum sufi, menghidupkan spiritualitas dan moralitas adalah sangat penting sebagaimana menjadi spirit inti dari kehadiran Rasulullah SAW dimuka bumi (HR. Bukhari).
Tasawuf adalah perwujudan dari salah satu dari 3 pilar keislaman yang terus diamalkan oleh kaum sufi, yaitu pilar Ihsan (akhlak). Mereka menekankan bahwa mengamalkan Islam sesuai hukum-hukum fiqih yang sifatnya formalistik saja adalah tidak cukup. Berislam itu perlu kedalaman spiritualitas dan moralitas (akhlak mulya), baik kepada Tuhan maupun kepada sesama.
Kaum sufi juga menekankan bahwa seseorang yang ingin mencapai derajat dan ma'rifat pada Allah harus lebih mencintai akhirat dari pada kenikmatan dunia. Kenikmatan dunia yang tidak diorientasikan untuk kehidupan akhirat hanya akan menjadi sia-sia (QS Al Qashash: 77 dan QS Al Hadid: 20).
Praktik terbaiknya adalah sosok Nabi Muhammad Saw. Sebagai seorang pedagang yang sukses, bereputasi baik, dan kaya, beliau sangat gemar meringankan beban orang lain, alih-alih menumpuk harta. Sebab, hakikat tasawuf adalah keikhlasan mengalihkan hati dari urusan dunia ke urusan akhirat.
Dunia (harta) hanya menjadi sarana untuk lebih dekat kepada Allah Swt. Dengan kezuhudan ini akan memandu generasi milenial untuk berorientasi pada kehidupan dunia yang bernilai ukhrawi, tidak sombong, dan senantiasa hidup dalam keluhuran moral.
Imam al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang menempuh jalan sufi adalah orang yang lebih mengutamakan kepentingan akhirat. Kaum sufi, selain mampu memegang dimensi eksoteris Islam (Syariah-Fiqh), tapi juga harus mampu menghidupkan dimensi esoteris Islam (Bathiniyah-Akhlak).
Singkatnya, jalan sufi adalah tazkiyah al-Nafs (penyucian diri, baik penyucian badan, ucapan, pemikiran, hati, maupun jiwa) dan pengesaan Allah melalui Takhalliyyah al-Nafs (pengosongan jiwa dari hal-hal yang tercela), Tahalliyyah al-Nafs (pengisian jiwa dari sifat-sifat yang terpuji), dan Tajalliyyah al-Nafs (tersingkapnya hijab/penghalang) guna mencapai kedekatan atau penyatuan dengan Allah Swt.
Imam al-Ghazali menekankan bahwa tasawuf, tak lain dan tak bukan, sebagai wujud praktis keseimbangan antara syari'at dan hakikat, yang bisa diraih, antara lain, melalui mujahadah, dzikir, tazkiyah an-nafs, riyadhah, kontemplasi, dan tafakkur.
Dengan demikian, nilai-nilai sufistik (tasawuf akhlaki) dalam kehidupan milenial dapat berfungsi sebagai fondasi bagi tumbuhnya mentalitas dan moralitas yang positif. Di dalamnya mengandung pendidikan spiritual, pendidikan kepribadian, dan pendidikan sosial yang tentu sangat dibutuhkan generasi milenial. Nilai ini diyakini akan mampu menjadi penopang dan pengarah moral mereka dalam meraih hal terbaik dari masa depannya.
Tasawuf yang bersifat akhlaki ini akan mengajarkan dan menuntun mereka kepada kehidupan dan nilai - nilai yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, yaitu berperilaku dengan akhlak yang terpuji dan cinta Allah dan makhluknya, tanpa diskriminasi.
Tasawuf mengajarkan cara bertutur yang baik; mengajarkan sikap khuznudzan untuk memastikan kebersihan jiwa; dan mengajarkan kita untuk meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt.
Dengan fondasi nilai-nilai sufistik, generasi milenial akan mengontrol jiwa, badan, dan ucapannya. Mereka akan mampu menyaring informasi sebelum dishare kepada khalayak. Tasawuf akan dapat membimbing mereka ke arah spiritualitas dan moralitas yang tepat di tengah-tengah kemajuan teknologi.
Wardi Taufiq, S.Ag., M.Si.
Tenaga Ahli Komisi II DPR RI
Pengurus PP ISNU dan Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Pusat
email: wardi_link@yahoo.com
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis.
(erd/erd)