Petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan divonis 10 bulan penjara karena dinyatakan terbukti menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan terkait cuitan omnibus law UU Cipta Kerja sehingga menyebabkan keonaran. Atas vonis tersebut, jaksa penuntut umum menyatakan banding.
"Tim jaksa penuntut umum mengajukan upaya hukum banding," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan tertulis, Senin (3/5/2021).
Ia mengatakan alasan jaksa mengajukan banding adalah putusan pengadilan mempertimbangkan pasal yang berbeda dengan pasal yang dibuktikan jaksa penuntut umum dalam Surat Tuntutannya. Selain itu, putusan majelis hakim di bawah dua pertiga tuntutan jaksa penuntut umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan seluruh pertimbangan jaksa penuntut umum dalam mengajukan tuntutan tidak diambil alih seluruhnya dalam putusan majelis hakim," ujar Leonard.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap Syahganda Nainggolan. Putusan ini jauh lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum, yaitu 6 tahun penjara.
Jaksa sebelumnya menuntut Syahganda terbukti bersalah melakukan tindak pidana menyiarkan berita ataupun berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran atau melanggar Pasal 14 ayat 1 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Namun, hakim dalam putusannya menilai berbeda. Hakim menyatakan Syahganda Nainggolan terbukti bersalah melanggar Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Hakim memvonis terdakwa Syahganda 10 bulan penjara.
"Menyatakan terdakwa Syahganda Nainggolan, terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana 'menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat' sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Ketiga, penuntut umum melanggar Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," kata ketua majelis hakim PN Depok, Ramon Wahyudi.
(yld/dhn)