Koalisi Guru Besar Minta MK Batalkan Revisi UU KPK

Koalisi Guru Besar Minta MK Batalkan Revisi UU KPK

Yulida Medistiara - detikNews
Jumat, 30 Apr 2021 19:25 WIB
Gedung MK
Mahkamah Konstitusi (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan vonis atas uji materi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. ICW dan Koalisi Guru Besar meminta MK membatalkan revisi UU KPK yang disebut telah melemahkan KPK itu.

"Pada hari Selasa pekan depan, tepatnya tanggal 4 Mei 2021 Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan uji materi UU KPK," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (30/4/2021).

Kurnia mengatakan Koalisi Guru Besar Antikorupsi yang terdiri dari 51 Guru Besar dari berbagai universitas di Indonesia mengirimkan surat ke Mahkamah Konstitusi menjelang putusan tersebut. Inti dari surat tersebut dimaksudkan agar Mahkamah Konstitusi membatalkan pengundangan revisi UU KPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun dalam surat tersebut Koalisi Guru Besar Antikorupsi menyampaikan situasi terkini pemberantasan korupsi pasca-perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-Undang 19 Tahun 2019. Koalisi Guru Besar menilai pemberantasan korupsi berada di ujung tanduk. Hal tersebut terlihat di dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 lalu yang turun daripada tahun sebelumnya.

Koalisi Guru Besar Antikorupsi menilai UU KPK yang baru melemahkan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Justru berbagai permasalahan datang ke KPK sejak UU KPK direvisi.

ADVERTISEMENT

"Seperti yang diketahui bersama, substansi UU No 19 Tahun 2019 secara terang benderang telah melumpuhkan lembaga antirasuah itu, baik dari sisi profesionalitas dan integritasnya," demikian surat Koalisi Guru Besar Antikorupsi dalam suratnya.

Adapun sejumlah masalah krusial dalam UU misalnya mulai dari hilangnya independensi, pembentukan dan fungsi berlebih Dewan Pengawas, kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), sampai pada alih status kepegawaian KPK ke ASN. Revisi UU KPK itu berimplikasi langsung pada penanganan perkara tindak pidana korupsi.

"Dua di antaranya kegagalan KPK dalam memperoleh barang bukti saat melakukan penggeledahan di Kalimantan Selatan dan penerbitan SP3 untuk perkara megakorupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia," ungkapnya.

Kemudian KPK juga mengalami degradasi etika yang cukup serius, di antaranya pelanggaran kode etik, pencurian barang bukti, dan praktik penerimaan gratifikasi serta suap untuk menghentikan perkara korupsi yang ditangani pelan.

Tidak hanya itu, bahkan proses pengesahan revisi UU KPK juga diwarnai permasalahan serius, terutama ihwal proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana diketahui, Undang-Undang KPK hasil perubahan dikerjakan secara kilat (14 hari) oleh pemerintah dan DPR.

"Tentu secara kasatmata sudah dapat dipahami bahwa pembahasan regulasi itu juga telah mengabaikan partisipasi masyarakat karena prosesnya tertutup dan tidak akuntabel," ujarnya.

Padahal, UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara tegas menjamin partisipasi masyarakat dalam setiap proses dan tahapan legislasi. Jika praktik ini dianggap benar, bukan hanya isu tertib hukum yang dilanggar, tapi jauh lebih esensial, yakni mempertaruhkan masa depan kehidupan demokrasi di Indonesia.

Kemudian, berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi sebelum UU KPK direvisi, Indonesia berada pada peringkat ke-85 dunia dengan skor IPK 40. Namun setelah revisi UU KPK dilakukan, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia menurun.

"Citra Indonesia di mata dunia semakin memburuk dengan turunnya peringkat menjadi 102 dan degradasi skor tiga poin menjadi 37. IPK ini tentunya dapat mencerminkan bahwa arah politik hukum semakin menjauh dari penguatan pemberantasan korupsi," ujarnya.

Pada konteks lain, kepercayaan publik kepada KPK juga merosot drastis. Sepanjang 2020, semenjak UU KPK baru berlaku, KPK semakin menjauh dari ekspektasi publik. Dalam pemantauan Koalisi, setidaknya delapan lembaga survei telah mengonfirmasi hal tersebut. Padahal sebelumnya KPK selalu mendapat citra positif.

"Berangkat dari permasalahan yang telah disampaikan, kami menaruh harapan besar pada Mahkamah Konstitusi untuk mengembalikan kondisi pemberantasan korupsi seperti sedia kala," demikian kata Koalisi Guru Besar Antikorupsi dalam rilisnya.

"Harapan itu hanya akan terealisasi jika Bapak dan Ibu Yang Mulia Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi UU KPK hasil revisi. Jika itu dilakukan, kami yakin penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi, akan kembali pada ke khitahnya," imbuhnya.

Koalisi Guru Besar mengutip konsiderans UU Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(yld/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads