Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menyampaikan kesetaraan gender yang diperjuangkan di era Kartini hingga saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi perempuan dunia, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu, negara harus hadir untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang lebih baik.
"Pada tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) Nomor 5 masih memuat isu kesetaraan gender untuk segera direalisasikan dan Perpres No 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sudah mengamanatkan untuk mewujudkan itu," ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, dalam keterangannya, Jumat (23/4/2021).
Terkait aturan tersebut, Lestari menjelaskan para pemangku kepentingan seharusnya wajib untuk mewujudkan sejumlah tujuan pembangunan tersebut. Hal ini guna menciptakan kehidupan berbangsa yang lebih baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat menghadiri webinar peringatan Hari Kartini yang digelar Kongres Wanita Indonesia (Kowani) bertema 'Buah Pikiran RA Kartini Mewujudkan Perempuan Indonesia Bermartabat Menuju Indonesia Maju' itu, Rerie menambahkan SDGs Nomor 5 jelas mencanangkan untuk menjamin partisipasi penuh dan efektif, dan kesempatan yang sama bagi perempuan.
Dalam hal ini, perempuan dapat berpartisipasi memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat. Bahkan, aturan tersebut juga menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi, dan hak reproduksi.
Menurut Rerie, semangat mewujudkan kesetaraan gender sudah tercermin dari surat Kartini kepada sahabatnya di Belanda pada 1901. Hal ini tertuang pada Buku Emansipasi: Surat-Surat Kepada Bangsanya.
"Usaha kami mempunyai dua tujuan, yaitu turut berusaha memajukan bangsa kami dan merintis jalan bagi saudara-saudara perempuan kami menuju keadaan yang lebih baik, yang lebih sepadan dengan martabat manusia," ujar Rerie mengutip buku tersebut.
Meskipun demikian, anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mengatakan hingga saat ini pandangan bahwa perempuan tidak setara dengan pria masih tumbuh di masyarakat. Ia menegaskan perempuan masih dianggap sebagai objek. Hal ini terlihat dari jumlah perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, baik fisik hingga verbal pada saat pandemi COVID-19.
Berdasarkan data Komnas Perempuan, sepanjang 2020 tercatat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke Komnas Perempuan. Rerie mengatakan negara perlu hadir mencegah terjadinya kekerasan dan melindungi korban kekerasan. Adapun hal tersebut dapat dilakukan melalui perangkat hukum yang dapat memberikan rasa aman terhadap seluruh warga negara, termasuk perempuan dan anak.
Sementara itu, Ketua Umum Kowani, Giwo Rubiyanto Wiyogo menyayangkan terkait masih relatif sedikitnya perempuan yang diakui sebagai pahlawan nasional. Hingga saat ini, baru 15 perempuan yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Oleh karena itu, Giwo dan jajaran Kowani se-Indonesia akan terus mengawal proses pengajuan Ratu Kalinyamat dari Jepara yang saat ini sedang diinisiasi oleh Yayasan Dharma Bakti Lestari, untuk menjadi pahlawan nasional.
Sebagai informasi, dalam acara tersebut turut hadir Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud RI, Hilmar Farid dan Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat PIKAT, Jeanette Rondonuwu SIBY, sebagai narasumber.
(akn/ega)