Terkait paslon pilpres lebih dari dua, Arsul mengingatkan bukan satu kondisi yang belum pernah terjadi. Kondisi tersebut pernah terjadi pada Pilpres 2004 dan 2009.
"Kita sudah pernah memiliki pengalaman di mana pilpres diikuti lebih dari dua paslon, yakni tahun 2004 dan 2009, dan pilpres dengan hanya dua paslon, yakni 2014 dan 2019. Dari masing-masing Pilpres ini pula kita sudah menyaksikan bahwa Pilpres yang diikuti oleh lebih dari paslon tidak menimbulkan isu-isu yang bersifat membelah tajam dan segregatif (memisahkan) masyarakat seperti pada saat 2 Pilpres terakhir yang diikuti dua paslon," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, Qodari kembali menyinggung gagasan Jokowi berduet dengan Prabowo pada Pilpres 2024. Qodari juga membeberkan alasannya mengusung gagasan 'Jokowi-Prabowo 2024'.
Dalam webinar Nesia Constitution yang dikutip pada Senin (12/4), Qodari mulanya memberi disclaimer bahwa ide yang disampaikannya ini bukan hanya soal jabatan 3 periode presiden, tapi juga lebih spesifik 'Jokowi-Prabowo 2024'. Dia mengakui gagasan ini pada gilirannya memerlukan perpanjangan masa presiden dan perlu amandemen UUD 1945.
Qodari mengatakan pilpres Indonesia sejak 2014 memasuki babak baru. Menurutnya, kacamata melihat Pilpres sekarang tidak bisa disamakan dengan Pilpres 2005 atau 2010.
"Kemudian konstelasi dan dukungan politik saat ini kebetulan memungkinkan Jokowi dan Prabowo menghadapi kotak kosong pada tahun 2024. Menurut saya melawan kotak kosong akan sangat, sangat, sangat menurunkan tensi politik secara signifikan," kata Qodari.
(lir/zak)