Selain Kasus Aa Umbara, Ini Deretan Bapak-Anak yang Terjerat Korupsi oleh KPK

Selain Kasus Aa Umbara, Ini Deretan Bapak-Anak yang Terjerat Korupsi oleh KPK

Luqman Nurhadi Arunanta - detikNews
Jumat, 09 Apr 2021 22:59 WIB
Gedung baru KPK
Foto: Gedung KPK (Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta -

KPK baru saja menahan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna (AUS) dan anaknya, Andri Wibawa (AW), terkait kasus dugaan suap pengadaan barang COVID-19. Keduanya menambah panjang deretan bapak-anak yang terjerat kasus korupsi.

Aa Umbara diduga menerima suap Rp 1 miliar terkait kasus ini. Sedangkan Andri Wibawa selaku swasta juga diduga menerima keuntungan Rp 2,7 miliar.

"Dari kegiatan pegadaan yang dikerjakan oleh MTG tersebut, AUS diduga telah menerima uang sejumlah sekitar Rp1 Miliar yang sumbernya di sisihkan oleh MTG dari nilai harga per paket sembako yang ditempelkan stiker bergambar AUS untuk dibagikan pada masyarakat Kabupaten Bandung Barat," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (9/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum Aa Umbara dan Andri Wibawa, sudah ada kasus korupsi yang menjerat bapak-anak. Berikut detikcom merangkum kasus-kasusnya:

1. Wali Kota Kendari Adriatma-Ayahnya

ADVERTISEMENT

Pada tahun 2018, mantan Wali Kota Kendari yang juga calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, divonis 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Anak Asrun yang juga Wali Kota Kendari nonaktif saat itu, Adriatma Dwi Putra, juga dihukum sama dengan ayahnya.

Asrun dan Adriatma terbukti bersalah menerima suap Rp 6,8 miliar dari kantong mantan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah. Uang suap dimaksud agar Asrun memenangkan proyek lelang perusahaan Hamzah.

Proyek yang rencana dikerjakan Hasmun yaitu pembangunan Gedung DPRD Kota Kendari, Tambat Labuh Zona III TWT, dan Ujung Kendari Beach. Selain itu, Adriatma juga diminta untuk memenangkan proyek pembangunan Jalan Bungkutoko Kendari New Port.

Melalui orang kepercayaannya bernama Fatmawati, Asrun dan Adriatma mengumpulkan dana kampanye dari rekanan pengusaha. Dana kampanye itu untuk Asrun di Pilgub Sultra.

Hasmun disebut memberikan uang Rp 4 miliar untuk Asrun melalui Fatmawati atas permintaan komitmen fee proyek yang dikerjakan. Sedangkan, Adriatma menerima uang Rp 2,8 miliar dari Hasmun. Uang itu untuk membantu biaya kampamye ayahnya.

Asrun dan Adriatma melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

2. Kasus Korupsi Al Qur'an Zulkarnaen Djabar-Anaknya

Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetya terjerat kasus korupsi proyek pengadaan laboratorium dan pengadaan Al Qur'an di Kementerian Agama pada 2011-2012. Zulkarnaen yang kala itu anggota DPR dari Fraksi Golkar mengintervensi pejabat Kementerian Agama untuk memenangkan sejumlah tender proyek.

Pengadaannya meliputi laboratorium komputer MTs Tahun Anggaran 2011 dan tender proyek pengadaan Alquran Tahun Anggaran 2011-2012. Zulkarnaen menerima sejumlah uang dari proyek itu. Patgulipat ini terendus KPK dan mereka diproses secara hukum.

Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 15 tahun kepada Zulkarnaen. Sementara, Dendy divonis 8 tahun penjara. Zulkarnaen dan Dendy diwajibkan mengganti uang negara yang mereka korupsi masing-masing Rp 5,7 miliar.

3. Gratifikasi Kasus Bupati Kutai Kartanegara

Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) nonaktif Rita Widyasari divonis 10 tahun penjara. Selain bui, Bupati Rita juga diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Bupati Rita terbukti menerima uang gratifikasi sebesar Rp 110.720.440.000 terkait perizinan proyek pada dinas Pemkab Kukar. Selain itu, hak politik Bupati Rita dicabut hakim selama 5 tahun.

Rita melakukan perbuatan korupsi bersama Khairudin, yang divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Peran Khairudin adalah sebagai Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) serta tim 11 pemenangan Bupati Rita itu sebagai pihak yang ikut menerima gratifikasi.

Khairudin awalnya menjabat anggota DPRD Kukar saat Rita Widyasari mencalonkan diri sebagai Bupati Kukar periode 2010-2015.

Selain itu, Rita terbukti menerima uang suap Rp 6 miliar terkait pemberian izin lokasi perkebunan sawit. Uang suap itu diterima dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun.

Rita mengikuti jejak sang ayah, Syaukani Hasan Rais, yang juga pernah menjabat Bupati Kukar. Dia dinyatakan bersalah menyalahgunakan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat. Sepanjang 2001-2005, dana perangsang yang disalahgunakan itu berjumlah Rp 93,204 miliar.

Syaukani divonis enam tahun penjara. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsuder enam bulan penjara.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads