Menurutnya, salah satu penyebab radikalisme tumbuh subur, selain kemiskinan juga ketidakpuasan atas kebijakan yang dinilai tidak berpihak atau merugikan. Adanya ruang komunikasi publik dinilainya akan mempersempit potensi masuknya paham radikal karena merasa dikecewakan.
"Sekarang kita lihat petanya seperti apa sampai hari ini. saya melihat kerja-kerja deradikalisasi sebagai perwujudan program besar kesiapsiagaan nasional masih kurang efektif karena paradigmanya masih memakai paradigma yang lama yakni money follow function sehingga kerja menjadi tidak terkoordinasi, terkesan tumpang tindih, dan pengulangan," papar Arsul dalam keterangannya, Selasa (6/4/2021).
Pernyataan tersebut disampaikan Arsul dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini dalam acara Diskusi Empat Pilar MPR RI kerja sama Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen bertema 'Penanaman Nilai-Nilai Kebangsaan Untuk Menangkal Radikalisme Bagi Generasi Muda', di Media Center MPR/DPR/DPD, Lobi Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Arsul mengutarakan untuk menetralisir paham-paham radikal, negara telah melakukan upaya deradikalisasi dan kontra radikalisasi. Salah satunya, DPR melalui Pansus telah menghasilkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. UU tersebut meletakkan dasar pengaturan yang lebih kuat terkait dengan upaya penangkalan paham dan gerakan radikal. Implementasinya, pemerintah kemudian membuat program besar Kesiapsiagaan Nasional.
Arsul mengatakan mestinya program deradikalisasi bisa efektif jika menerapkan paradigma yang merupakan komitmen pemerintahan Presiden RI Joko Widodo sejak tahun 2014, yakni money follow program. Dalam paradigma tersebut, lembaga yang menjalankan boleh lebih dari satu tetapi di bawah koordinasi satu lembaga sehingga tidak terjadi tumpang tindih, pengulangan dan pemborosan anggaran.
"Saya harap kerja-kerja deradikalisasi ke depannya akan lebih baik dengan memakai prinsip money follow program," lanjutnya.
Arsul mengatakan upaya deradikalisasi harus dilakukan dengan benar, konsisten dan mendapat dukungan masyarakat. Sebab menurutnya salah satu bahaya radikalisme yang utama adalah menyasar kepada generasi muda bangsa sehingga untuk membentenginya para pemuda mesti dibekali pemahaman kebangsaan yang kuat.
Ia juga mengingatkan metode pendidikan kebangsaan kepada generasi milenial harus tidak kaku, melainkan perlu menggunakan metode yang sesuai dengan jiwa muda dan kekinian sehingga bisa diterima serta mudah dipahami.
"Menurut saya, jangan menggunakan model indoktrinasi. Anak muda harus disentuh jiwa Indonesianya, kita ingatkan, kita tanamkan betapa hebatnya, besarnya, indahnya negeri kita ini. Tanamkan kebanggaan di dada mereka. Yang saya rasakan itu menarik buat anak muda," sambungnya.
Ia pun mengaku menggunakan metode yang unik dalam memberikan pemahaman kebangsaan melalui Sosialisasi Empat Pilar. Di antaranya, memberi kesempatan kepada anak-anak muda untuk mendapatkan program Kejar Paket A, B dan C, lalu bekerja sama dengan LSM, kemudian membuat pelatihan kerja dan keterampilan seperti pangkas rambut, barista, dan lainnya agar anak-anak muda tersebut ke depannya bisa mandiri.
"Jika mereka pintar karena mendapatkan akses pendidikan juga keterampilan, maka kehidupan merekapun akan baik sehingga diharapkan paham radikal tak akan mampu mempengaruhi," paparnya.
Ia berharap segala upaya-upaya tersebut mendapatkan perhatian dan dilanjutkan oleh pemerintah.
"Kita hanya membuka jalan, kita berharap dengan sinergitas yang kuat dan konsistensi seluruh elemen bangsa dalam memerangi radikalisme, mudah-mudahan bangsa ini mampu menghilangkan paham-paham dan aksi radikal di masa depan dan negara ini akan fokus membangun demi rakyatnya," lanjutnya.
Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR, Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan terkait paham radikalisme, generasi muda harus mendapatkan perlindungan dan itu tanggung jawab seluruh elemen bangsa.
"Saya sangat setuju pemahaman kebangsaan mesti ditanamkan kepada mereka. Anak muda bangsa memang harus disentuh hatinya. Berikan pengetahuan dasar kepada mereka siapa dirinya, di mana dirinya berada dan pentingnya mencintai Tanah Airnya. Kemudian, biarkan pikirannya bekerja bahwa ia adalah anak Indonesia yang berada di tanah, air dan udara Indonesia yang harus dicintai. Sehingga lambat laun akan tertanam dalam dirinya sebagai warga negara Indonesia dan bangga akan hal itu," katanya.
Ia mengatakan ketika karakter kuat itu sudah terbentuk, maka dalam proses tumbuh kembangnya anak-anak muda akan menyadari bahwa ia harus tunduk dan patuh kepada ideologi dan konstitusi negara.
"Dengan begitu diharapkan, mereka anak-anak muda bangsa akan memiliki pertahanan yang tak mudah ditembus oleh pehamanan radikal apapun," ungkapnya.
Sebagai informasi, hadir pula dalam acara para awak media massa nasional baik elektronik, cetak dan online sebagai peserta.
Tonton juga Video "BNPT: Hasil Survei, Angka Radikalisme di RI Alami Penurunan":
(akd/ega)