Saksi di sidang kasus dugaan penganiayaan dengan terdakwa anggota DPRD Labuhanbatu Selatan (Labusel) Imam Firmadi menceritakan detik-detik pemukulan terhadap korban bernama M Jefri Yono. Ada dua saksi yang menceritakan soal pemukulan itu.
Sidang tersebut digelar di Kotapinang, Labuhanbatu Selatan, Senin (5/4/2021). Dalam sidang itu, jaksa menghadirkan dua saksi, yakni Irwansyah Chaniago dan Junianto.
Keduanya disebut melihat Imam memukul Jefri. Keterangan keduanya disebut sama dengan pengakuan korban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadi kita menghadirkan saksi yang melihat Imam melakukan pemukulan. Kita bisa dengar, keterangannya sama persis dengan pengakuan korban yang tertuang dalam surat dakwaan," kata jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Labusel, Symon Morris, saat dimintai konfirmasi, Senin (5/4/2021).
Kedua saksi disebut melihat Imam memukul Jefri menggunakan gancu atau galah yang berpengait pada ujungnya. Dia mengatakan saksi melihat Imam memukul Jefri pada bagian kepala.
"Berdasarkan keterangan saksi, jadi sewaktu si Imam pukul kepala Jefri pakai gancu, dia gunakan bagian yang melengkungnya itu, bukan bagian tajamnya yang runcing itu," kata Symon.
"Sampai saat ini, Imam Firmadi masih terus membantah terlibat penganiayaan. Jadi, kalau dia memang menganggap tidak bersalah, ngapain orang tuanya berupaya berdamai dengan korban, dengan memberi uang sebesar Rp 7 juta? Ini kan sebuah logika yang nggak nyambung," sambungnya.
Kuasa hukum Imam, Pris Madani, menilai keterangan saksi tidak sinkron dengan logika umum. Pihaknya membantah semua keterangan saksi di persidangan.
Pris Madani mencontohkan saat Irwansyah Chaniago ditanya majelis hakim soal benda tumpul dan benda tajam. Irwansyah, kata Pris, mengatakan korban dipukul dengan benda tumpul (gancu).
Dia mengatakan majelis hakim kemudian bertanya soal apakah gancu merupakan benda tajam atau benda tumpul. Dia mengatakan Irwansyah menyebut gancu termasuk benda tajam.
"Keterangan yang tidak sinkron dan berubah-ubah. Begini kan membingungkan," kata Pris Madani.
Dia juga menjelaskan soal perdamaian yang diajukan orang tua Imam Firmadi. Pris menolak pemberian uang dianggap sebagai bentuk mengakui kesalahan.
"Dalam perdamaian tersebut, kapasitasnya bukan sebagai orang tua Imam Firmadi. Tapi sebagai kepala desa yang merasa bertanggung jawab karena warganya telah memukuli Jefri dan pemberian uang tersebut sebagai bentuk dia peduli kepada warganya. Jefri ini kan juga warganya, yang memukuli juga warganya," kata Pris.
Sebelumnya, Imam Firmadi telah menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat, Sumatera Utara (Sumut). Imam didakwa melakukan kekerasan terhadap seorang warga.
"Didakwa melanggar Pasal 170 (2) juncto Pasal 64 (1) subsider Pasal 353 (2) juncto Pasal 55 (1) atau Pasal 333 (1) juncto Pasal 55 (1) KUHPidana, dengan ancaman maksimal 9 tahun penjara," kata jaksa penuntut umum (JPU) Symon Morris Sihombing saat membacakan dakwaan, Senin (8/2).
(haf/haf)