Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar kembali meninjau Gereja Katedral, Makassar, usai bom bunuh diri pasangan suami istri. Dalam kesempatan itu, Boy menyinggung bahaya propaganda teroris ke kaum milenial melalui media sosial.
"Kami melihat banyak pemanfaatan media sosial antara lain adalah untuk menyebarkan ideologi terorisme, kekerasan, intoleran, menghalalkan segala cara," kata Boy saat meninjau proses Misa Kamis Putih di Gereja Katedral Makassar, Kamis (1/4/2021).
Kali ini Boy hadir di Gereja Katedral Makassar bersama Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Keduanya juga sempat berbincang langsung dengan perwakilan Gereja Katedral Makassar terkait proses ibadah Misa Kamis Putih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Boy mengungkapkan, penyebaran radikalisme di media sosial memakai janji-janji klasik yang salah, seperti aksi bom bunuh diri dan aksi-aksi penyerangan sebagai bagian dari jihad yang dapat membuat pelakunya masuk surga.
"Ideologi yang menjanjikan seolah-olah kegiatan yang dilakukan adalah sebagai sebuah perjuangan, seolah-olah apabila berhasil melakukan aksi-aksi seperti bom bunuh diri, akan mendapatkan semacam masuk surga dan sebagainya," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Boy, kewaspadaan di kalangan masyarakat sendiri pun perlu ditingkatkan. Dia menyebut masyarakat tak bisa hanya mengandalkan aparat semata.
"Jadi ini perlu kewaspadaan bersama, tidak bisa jika kita hanya mengandalkan peran dari aparatur negara tapi juga semua, mulai dari peran keluarga. Sehingga peristiwa yang kita lihat tidak terjadi lagi. Dan tentu kita sepakat bahwa kejahatan terorisme itu adalah musuh kita bersama," katanya.
Boy menambahkan terorisme sebagai musuh bersama juga perlu digalakkan melalui literasi digital. Hal itu perlu dimaksimalkan lantaran milenial merupakan pengguna media sosial paling dominan saat ini. Literasi digital tersebut juga dapat dilakukan untuk keperluan kontranarasi terhadap radikalisme dan terorisme.
"Sehingga bisa menjadi bahan untuk (kaum milenial) tidak terjebak. Karena kalau sudah terjebak dalam kelompok ini sulit untuk keluar. Pada akhirnya kondisi bisa seperti itu (terjadi teror)," jelasnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.