Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai polisi bertindak sewenang-wenang terhadap 2 pendamping hukum warga Pancoran yang sempat ditahan saat mengantarkan surat penolakan pemeriksaan mengenai sengketa lahan. LBH Jakarta menilai polisi melakukan intimidasi dan kriminalisasi.
"LBH Jakarta mengutuk tindakan Polres Metro Jakarta Selatan yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam penangkapan sewenang-wenang, kriminalisasi, dan penghalang-halangan akses bantuan hukum terhadap 2 pemberi bantuan hukum warga Pancoran Buntu II yang terancam digusur paksa oleh PT. Pertamina Training & Consulting (PTC). Tindakan tersebut adalah bagian dari intimidasi dan bagian dari rangkaian kriminalisasi terhadap warga Pancoran yang tengah memperjuangkan hak atas tempat tinggal yang layak," kata LBH Jakarta dalam keterangan yang diterima detikcom, Jumat (26/3/2021).
LBH Jakarta mengungkapkan kronologi terhadap 2 orang pendamping hukum yang sempat ditahan itu. LBH Jakarta menyebut pemberi bantuan hukum saat itu mengajukan keberatan atas pemanggilan warga yang hendak diperiksa Polres Metro Jakarta Selatan mengenai sengketa lahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Safaraldy D Widodo dan Dzuhrian Ananda Putra adalah Pemberi Bantuan Hukum Warga Pancoran Gang Buntu II. Sebagaimana diketahui bahwa warga Pancoran tersebut tengah mendapatkan ancaman penggusuran paksa dan tindakan kekerasan dalam konflik pertanahan dengan PTC. Pada Selasa, 23 Maret 2021, sekitar 31 orang warga Pancoran Gang Buntu II mendapatkan panggilan yang dilayangkan Polres Metro Jakarta Selatan atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan atas pengaduan PTC. Panggilan tersebut tidak sah secara hukum karena prosedurnya tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP," kata dia.
"Pada Rabu, 24 Maret 2021, atas permintaan warga, keduanya mengantarkan surat jawaban atas panggilan yang tidak sah terhadap 9 (sembilan) orang warga Warga Pancoran Gang Buntu II kepada penyidik di Unit-II Harta-Benda (Harda) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan. Keduanya mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan pada pukul 16.00 WIB dan langsung memberikan surat tersebut kepada penyidik yang menangani," jelasnya.
LBH Jakarta mengatakan polisi tidak menerima surat penolakan yang diberikan oleh pendamping hukum. Polisi kemudian melakukan pemeriksaan kepada 2 orang pendamping hukum warga Pancoran.
"Tanpa ada surat penangkapan maupun panggilan, penyidik kemudian melakukan pemeriksaan terhadap keduanya dengan status sebagai saksi tindak pidana selama 8 (delapan) jam atas Pasal 167 dan Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan disertai berbagai intimidasi," kata LBH Jakarta.
Simak juga video 'Warga Pancoran Nilai Pertamina Tak Bisa Eksekusi Lahan':
LBH Jakarta menerima informasi penahanan dan pemeriksaan tersebut sekitar pukul 20.00 WIB. LBH kemudian mengirimkan tim hukum ke Polres Metro Jakarta Selatan untuk melakukan pendampingan hukum terhadap keduanya.
"Sekitar pukul 22.00 WIB, tim hukum mendapati keduanya tengah diperiksa oleh penyidik pada Unit-II Harta-Benda (Harda) Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan. Namun penyidik meminta tim hukum yang datang untuk keluar dan melarang tim hukum melakukan pendampingan pada proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) keduanya. Penyidik juga melarang keduanya untuk menandatangani surat kuasa kepada tim hukum dan tidak mengakui kuasa lisan yang disampaikan keduanya kepada tim hukum. Keduanya baru dapat ditemui dan dilepaskan setelah pemeriksaan berakhir pada pukul 00.49 WIB, Kamis, 25 Maret 2021," jelasnya.
LBH Jakarta menilai polisi melakukan tindakan sewenang-wenang. LBH Jakarta menerangkan surat penolakan warga yang diantarkan warga bukanlah tindakan pidana.
"LBH Jakarta menilai penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) berupa penangkapan dan penyitaan secara sewenang- wenang yang melanggar HAM dan konstitusi. Tindakan pemberi bantuan hukum mengantarkan surat penolakan warga kepada penyidik jelas bukan merupakan tindak pidana dan bahkan dilindungi dalam UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Para pemberi bantuan hukum dirampas kemerdekaannya tanpa adanya surat penangkapan dan diperiksa sebagai saksi tanpa didahului surat panggilan yang sah," tutur LBH.
Atas dasar peristiwa itu, LBH memberikan berapa desakan. Salah satunya meminta kepolisian untuk memberikan jaminan kepada warga untuk memperjuangkan haknya.
"Kapolri memerintahkan anak buahnya Kapolda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Selatan, dan Polsek Pancoran untuk menghentikan segala bentuk penangkapan sewenang-wenang dan upaya kriminalisasi terhadap warga dan pendamping warga Pancoran Gang Buntu II yang tengah memperjuangkan adanya jaminan hak atas tempat tinggal yang layak," tegasnya.
Berikut pernyataan dari LBH Jakarta.
LBH Jakarta mendesak:
1. Kapolri memerintahkan anak buahnya Kapolda Metro Jaya; Polres Metro Jakarta Selatan; dan Polsek Pancoran untuk menghentikan segala bentuk penangkapan sewenang-wenang dan upaya kriminalisasi terhadap warga dan pendamping warga Pancoran Gang Buntu II yang tengah memperjuangkan adanya jaminan hak atas tempat tinggal yang layak;
2. Kapolri melakukan evaluasi dan pemberian sanksi kepada para penyidik Unit-II Harda Satreskrim Polres Metro Jaksel yang telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (Abuse of power) dengan penangkapan sewenang-wenang; penyitaan sewenang-wenang dan juga penghalang-halangan akses bantuan hukum;
3. PT Pertamina Training & Consulting untuk menghentikan segala upaya penggusuran paksa sewenang- wenang dengan upaya kriminalisasi maupun pengerahan massa dan pendekatan kekerasan dengan dalih apapun yang jelas-jelas melanggar hukum dan hak asasi manusia;
4. Gubernur Provinsi DKI Jakarta cq Walikota Jakarta Selatan untuk menjalankan tanggung jawab hukumnya melindungi hak atas tempat tinggal warga Pancoran Buntu II dari ancaman penggusuran paksa dengan memastikan tidak ada upaya penggusuran paksa apapun sebelum adanya prosedur yang layak secara hukum;
5. Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ombudsman RI dan Lembaga terkait untuk segera turun tangan mencegah terjadinya pelanggaran HAM yang terjadi dalam kasus ini serta mengusut tuntas pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia yang terjadi, mulai dari peristiwa penggusuran paksa sewenang-wenang hingga berbagai tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap warga.
Penjelasan polisi soal penahanan
Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP Jimmy Christian Samma menegaskan pihaknya tidak menahan kedua orang tersebut. Kedua orang itu sudah dipulangkan.
"Nggak ada (penahanan). Sudah pulang dengan rekan-rekannya," kata Jimmy dikonfirmasi terpisah.
Jimmy membenarkan kedua pendamping hukum warga Pancoran itu mendatangi Polres Metro Jaksel. Namun, dia membantah kedua pendamping hukum itu ditahan.
"Mereka tidak bisa menunjukkan surat kuasa sebagai PH (pendamping hukum)," ujar Jimmy.
"Nggak ada ditahan," tegasnya.
Jimmy menyebut kedua pendamping hukum itu hanya diklarifikasi polisi soal penyerahan surat dan dan bersedia diklarifikasi. Namun, polisi tidak menahan keduanya dan sudah dipulangkan.
"Hanya diklarifikasi terkait maksud surat dan kedatangan ke polres Dan mereka bersedia untuk diklarifikasi," tandasnya.