Jumhur Pertanyakan Ahli ITE Sebut Postingannya Ada Unsur Pidana di BAP

Jumhur Pertanyakan Ahli ITE Sebut Postingannya Ada Unsur Pidana di BAP

Muhammad Ilman Nafian - detikNews
Kamis, 25 Mar 2021 15:39 WIB
Ahli ITE bersaksi di sidang Jumhur Hidayat (Ilman/detikcom)
Foto: Ahli ITE bersaksi di sidang Jumhur Hidayat (Ilman/detikcom)
Jakarta -

Terdakwa kasus berita bohong, Jumhur Hidayat, mempertanyakan alasan ahli ITE, Ronny yang menyebut unggahannya di Twitter terkait 'pengusaha rakus' dan 'bangsa kuli' memenuhi unsur pidana di BAP. Hal itu Jumhur tanyakan saat Ronny memberikan keterangan sebagai ahli ITE di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Kalau Saudara menyatakan unsur berarti ahli pidana. Tapi kalau bukan ahli pidana, melihat sesuatu terima unsur. Kalau saudara menyatakan ahli hukum, kita akan kejar," ujar Jumhur yang mengikuti sidang secara virtual, Kamis (25/3/2021).

Jumhur kemudian mempertanyakan kapasitas Ronny yang bukan ahli pidana, tapi menyebut unggahannya itu telah memenuhi unsur pidana. Dia pun meminta Ronny untuk mencabut pernyataannya itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kata Saudara ahli, saya terkena unsur pidana. Izin yang mulia, kalau Saudara ahli mencabut pernyataan itu bahwa melanggar, ya Saudara adalah ahli di bidang ITE dan hukum. Kalau Saudara ahli menyatakan hukum, kita berdebat soal hukumnya juga. Kita akan mengejar sampai detail," katanya.

Senada dengan Jumhur, penasihat hukum juga mempertanyakan kapasitas Ronny apakah sebagai ahli pidana atau ahli ITE.

ADVERTISEMENT

"Ini dari Pak Jumhur, melihat ahli ini jadi ahli pidana, apakah ahli tetap berpegang pada keterangan di BAP sebagai ahli pidana seolah-olah, atau mencabut, atau seperti keterangan di ruang sidang, bahwa ahli bukan ahli pidana. Itu yang mungkin yang ingin Pak Jumhur sampaikan," kata penasihat hukum.

Ronny mengatakan pernyataannya di BAP sudah sesuai dengan kompetensinya. Ronny menyebut postingan Jumhur telah menimbulkan kericuhan.

"Pertanyaan sudah bagus, bahwa saya bukan ahli pidana. Jadi ketika penyidik menanyakan itu, maka saya menjelaskan sesuai dengan kompetensi saya. Bahwa postingan itu, menimbulkan kericuhan. Lalu di situ saya katakan bahwa ketika dia diposting itu menimbulkan akibat," kata Ronny.

Majelis hakim kemudian menengahi pernyataan Jumhur. Menurut hakim, keterangan yang disampaikan oleh ahli itu tidak serta-merta menjadi kebenaran.

"Pendapat ahli itu tidak menjadi kebenaran majelis hakim. Anda berbeda pendapat silakan, kita tidak perlu berdebat. Anda mau menampilkan yang sesuai pendapat anda silakan," kata majelis hakim.

Sebelumnya diberitakan, Ronny menjelaskan mengenai keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP) kepada penyidik. Dalam BAP, Ronny menyebut unggahan Jumhur di Twitter mengenai 'pengusaha rakus' dan 'RUU omnibus law Indonesia dapat menjadi bangsa kuli dan terjajah' bisa menimbulkan kebencian.

"Bahwa postingan Pak Jumhur ini, 'pengusaha rakus', dan setelah itu 'buruh bersatu tolak omnibus law apa jadinya Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah'. Jadi saya terangkan itu saya bukan ahli bahasa, jadi saya tidak menerangkan kata perkara-perkata. Saya menerangkan postingan itu saya menilai, Pak Jumhur kita boleh berbeda pendapat, hakim berbeda pendapat bahwa postingan Pak Jumhur menyampaikan, ini Bapak kekurangan di sini tidak menampilkan apa alasannya. Apa dasarnya sehingga sampai kesimpulan," ujar Ronny di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Kamis (25/3).

"Buruh bersatu tolak omnibus law yang akan menjadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah. Dan kata-kata terjajah itu tidak ada dasarnya, sehingga mohon maaf ini pendapat saya, Pak Jumhur boleh berbeda pendapat, menurut saya dengan tidak adanya dasar atau uraian, saya nyatakan itu bisa menimbulkan kebencian," sambungnya.

Menurutnya, pihak yang dibenci yakni pembuat aturan omnibus law. Ronny mengatakan pembuat aturan tersebut antara lain pemerintah dan DPR.

"Siapa yang dibenci? Yang dibenci adalah orang-orang membuat ini Pak. Sekali lagi saya bukan ahli bahasa, ketika tidak disampaikan apa dasarnya di Twitter bukan di media lain, di situ bisa timbulnya kebencian. Orang bisa membenci golongan yang menyusun aturan ini, siapa itu? Ada pemerintah, ada DPR yang menyusun. Kemudian antar-golongannya adalah golongan masyarakat," katanya.

Simak juga video 'Revisi UU ITE Belum Masuk ke Prolegnas Prioritas 2021':

[Gambas:Video 20detik]



(man/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads