Peneliti di Australia menganggap ikan mas sebagai hama karena dianggap dapat memicu hancurnya keanekaragaman hayati di wilayah perairan. Beda dengan Australia, ikan mas di Danau Toba, Sumatera Utara, kerap jadi mitos terjadinya bencana.
Dilansir dari ABC Australia, Rabu (24/3/2021), persoalan ikan mas dianggap hama ini disampaikan oleh Kepala Ilmuwan Institut Arthur Rylah Bidang Penelitian Lingkungan, Jarod Lyon. Menurutnya, di beberapa lahan basah, jumlah ikan mas bisa mencapai 1.000 kg per hektare. Jumlah ini, menurutnya, akan berdampak jauh melebihi apa yang diketahui.
"Ketika jumlahnya mulai di atas 100 kilogram per hektare, mulai muncul dampak terhadap segala jenis biota, tumbuhan air, ikan, dan burung dan binatang lainnya," ujarnya.
Populasi ikan mas di Australia juga disebut terus bertambah di tahun ini. Sebuah penelitian menyebut 360 juta ekor ikan mas tinggal di saluran air Australia.
Ikan mas yang dikenal dengan nama 'common carp' (Cyprinus carpio) di Australia terkenal sebagai ikan pemakan lumpur dan perusak kualitas air. Dr Lyon mengatakan ikan tersebut mengancam keanekaragaman hayati di Australia.
Kerap Jadi Mitos Bencana di Danau Toba
Berbeda dengan Australia yang menganggap ikan mas sebagai hama. Di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara (Sumut), ikan mas ini malah kerap dikaitkan dengan bencana.
Mitos itu terkait penangkapan ikan mas berukuran jumbo dari Danau Toba yang dianggap bisa memicu bencana. Dalam catatan detikcom, setidaknya ada dua peristiwa yang dikait-kaitkan dengan ikan mas Danau Toba.
Mitos ini pernah dikait-kaitkan dengan tenggelamnya KM Sinar Bangun pada 2018. Polisi telah menepis isu tersebut dan meminta masyarakat tak mengait-ngaitkan tragedi ini dengan hal-hal lain.
Pada 2020, mitos penangkapan ikan mas memicu bencana juga muncul lagi saat erupsi Gunung Sinabung terjadi. Isu itu dimunculkan salah satunya oleh akun Twitter @_aljzair. Dia mengaitkan erupsi Gunung Sinabung serta tragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun dengan ikan mas jumbo yang muncul di Danau Toba.