Rendah Hati Seorang Pemimpin

Rendah Hati Seorang Pemimpin

Aunur Rofiq - detikNews
Jumat, 19 Mar 2021 07:35 WIB
Aunur Rofiq
Foto: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Pemimpin seyogyanya bisa menjadi panutan, paling tidak sebagai teladan. Keberhasilan suatu wilayah maupun suatu negeri, banyak dipengaruhi oleh pemimpinnya. Untuk itu, kita simak sebuah kisah. Ketika itu Abu Bakar memberikan isyarat pada Umar bin Khaththab, " Sepeninggalku nanti, aku mengangkatmu sebagai sebagai penggantiku..." ucap Abu Bakar pada Umar bin Khaththab. " Aku sama sekali tidak memerlukan jabatan itu," Umar menolak.

Karena desakan Abu Bakar dengan alasan yang membawa misi Ilahi, maka Umar luluh dan menerimanya. Setelah Abu Bakar wafat, maka Umar bin Khaththab dilantik menggantikannya, ia justru menangis. Orang-orangpun pada bertanya, " Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau menangis menerima jabatan itu?" Umar menjawab, " Aku ini keras, banyak orang takut padalu. Kalau aku nanti salah, lalu siapa yang berani mengingatkanku?" Tiba-tiba, muncullah seorang Arab Badui dengan menghunus pedangnya seraya berkata, " Aku, akulah yang mengingatkanmu dengan pedang ini."
" Alhamdulillah," puji Umar pada Allah.

Umar bin Khaththab bersyukur masih ada orang yang mau dan berani mengingatkannya ketika ia melakukan kesalahan. Sikap seperti ini menjadi sesuatu yang sangat langka dalam kehidupan bernegara di bumi ini. Seorang Kepala Negara yang baru dilantik biasanya memberikan pidato atas kebijakan yg akan dilakukan, bukannya menangis, karena khawatir dan beban beratnya atas amanah tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada dasarnya manusia mempunyai sifat pelupa, sehingga jika ada yang mengingatkannya tentu akan berarti sekali. Minta diingatkan, merupakan sikap tahu diri dan ada rasa tanggung jawab atas jabatannya agar tidak menyimpang. Sikap ini mencerminkan bahwa dirinya tidak lebih tinggi dari orang lain, melainkan menganggap orang lain lebih baik daripada dirinya.

Tentu cara mengingatkan yang disebut memberi saran atau mengkritisi dengan sopan dan santun sesuai ajaran Islam. Tidak menyinggung persaan dan tidak mempermalukan apalagi di muka umum. Seorang Pemimpin yang beriman akan selalu mengingat Allah Swt, tahu dirinya sebagai hamba. Maka dia tidak akan menggunakan kekuasaannya untuk menekan dan menjalankan kebijakannya. Ingatlah bahwa Gusti Allah pemilik kehidupan dan ahli strategi, sehingga prilaku pemimpin tersebut akan jauh dari sombong dan selau bersikap rendah hati serta menegakkan keadilan pada seluruh warganya.

ADVERTISEMENT

Gaya memimpin dengan rendah hati dan selalu mementingkan kebutuhan rakyatnya, itu merupakan standar pemimpin yg beriman. Jika ia melakukan penipuan terhadap amanahnya maka Allah Swt akan membalasnya kelak diakhirat.

" Ma'qil ra. Meriwayatkan, " Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda : Semua orang yang diserahi tanggung jawab oleh Allah atas rakyat, lalu ia meninggal dalam keadaan menipu rakyatnya, niscaya surga itu akan haram baginya." ( Riwayat Muslim ). Sebetulnya tidak hanya menipu saja yang diberi hukuman oleh Allah, menerima ' pembayaran ' lebih untuk kepentingan pribadi pun haram hukumnya.

Adapun keunggulan pemimpin dengan sikap rendah hati adalah :
1. Menggairahkan lingkungan kerjanya. Suasana kerja jauh dari ketegangan dan memberikan rasa nyaman.
2. Lebih mudah diikuti oleh para pembantunya. Kuncinya pada komunikasi. Sikap tsb melahirkan harmonisnya komunikasi.
3. Lebih transparan.
4. Memberdayakan orang lain.
5. Lebih disukai banyak orang.

Pemimpin di suatu negeri dengan jumlah penduduk di atas seratus juta serta wilayah yang luas, tentu tidak mudah bisa menyerap aspirasi rakyatnya. Dengan gaya kepemimpinan yang rendah hati, sederhana, adil pada semua lapisan masyarakat dan lebih mementingkan kebutuhan rakyat daripada kepentingan diri, keluarga serta kelompoknya.

Dengan gaya ini akan memudahkan ( ada keberanian ) rakyat untuk menyampaikan aspirasinya. Sebetulnya masukan yang merupakan aspirasi ini menuntun seorang pemimpin melayani rakyatnya dengan baik, dan tentu bukan sebaliknya yang menjadi harapan masyarakat. Jabatan sebagai pemimpin adalah amanah bukan karena ambisi, sehingga jika seseorang diberi amanah tanpa ambisimu, maka engkau akan ditolong oleh Allah untuk mengatasi segala persoalan. Namun jika jabatan karena ambisimu, maka engkau akan menanggung seluruh bebanmu.

Semoga negeri ini memiliki banyak pemimpin yang berjiwa rendah hati, in syaa Allah dengan sikap ini para pemimpin akan terhindar dari urusan dengan penegak hukum.

Aunur Rofiq


Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia )

Sekjen DPP PPP 2014-2016

*Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. --Terimakasih (Redaksi)--

(erd/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads