Moeldoko Ada di Bali, Bicara Penyelesaian Konflik Agraria

Moeldoko Ada di Bali, Bicara Penyelesaian Konflik Agraria

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 18 Mar 2021 17:59 WIB
Moeldoko saat memimpin rapat koordinasi penyelesaian percepatan penyelesaian konflik lokasi prioritas agraria di Provinsi Bali, di Wiswa Sabha Kantor Gubernur Provinsi Bali
Moeldoko saat memimpin rapat soal penyelesaian konflik agraria di Bali. (Dok. KSP)
Jakarta -

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Bali. Moeldoko mengatakan pemerintah memastikan konflik agraria di Pulau Bali akan selesai bulan ini.

Kabupaten Buleleng, Bali menjadi tempat pertama dari 137 lokasi dari kasus konflik agraria prioritas 2021 yang dikunjungi Moeldoko hari ini. Moeldoko mengatakan konflik agraris ini harus tuntas pada Maret ini.

"Dari kronologi yang saya terima, kasus ini sudah berlangsung sejak 1982. Maka sebagai lokasi pertama yang saya kunjungi, kasus ini harus segera dituntaskan," ungkap Moeldoko, saat memimpin rapat koordinasi percepatan penyelesaian konflik lokasi prioritas agraria di Provinsi Bali, di Wiswa Sabha Kantor Gubernur Provinsi Bali, dalam keterangan tertulis, Kamis (18/3/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Moeldoko menjelaskan ada dua kasus konflik agraria yang menjadi perhatian Pemerintah di Buleleng. Pertama, konflik yang ditangani oleh Kementerian ATR/BPN melibatkan luas lahan sebesar 395,8 hektare dengan jumlah kepala keluarga (KK) terdampak sebanyak 915 KK.

Dari kasus ini, Moeldoko melihat telah ada kesepakatan bersama antara Pemprov Bali, Kanwil BPN dan masyarakat terkait skema penyelesaian dan sudah ada persetujuan pelepasan aset dari DPRD pada 17 November 2020. Yaitu dengan pembagian 70% dan 30%.

ADVERTISEMENT

"Yakni pembagian tanah seluas 70% untuk warga desa (359,8 ha) dan seluas 30% untuk Pemerintah Provinsi Bali (154,2 Ha) yang akan direncanakan untuk pembangunan Bandara Bali Utara; Secara keseluruhan, sudah siap untuk diredistribusikan," tutur Moeldoko.

Sementara itu, untuk kasus kedua adalah permohonan pelepasan kawasan hutan yang ditangani oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Moeldoko mengatakan kasus ini perlu penanganan khusus oleh KLHK.

Pada kunjungan ini, Moeldoko didampingi Deputi II KSP Abetnego Tarigan. Abetnego menegaskan penyelesaian konflik agraria dengan turun secara langsung ke lapangan merupakan tindak lanjut Rapat Tingkat Menteri pada 8 Maret 2021.

Moeldoko yang saat itu memimpin rapat, membahas akselerasi kerja Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Agraria 2021 sebagaimana SK Kepala Staf Kepresidenan Nomor 1B/T Tahun 2021 serta percepatan upaya penyelesaian di lapangan terhadap 137 Konflik Agraria yang diprioritaskan pada 2021.

Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengatakan untuk merespons pernyataan KSP Moeldoko, pihaknya telah membentuk 'Tim 9' yang berkomunikasi langsung dengan Gubernur dan Wakil Gubernur. Tim ini juga melibatkan tokoh masyarakat dan Kepala Desa. Dewa Indra menyebut hasilnya, sudah ada kesepakatan mengenai pembagian tanah.

"Kesepakatan ini sudah diberikan kepada DPRD, sudah diberikan persetujuan, dan dibentuk kesepakatan tertulis di atas meterai. Proses administrasi sedang berjalan sesuai dengan proses-proses yang dimintakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)," ujar Dewa Indra.

Sementara itu, Kepala Wilayah BPN Bali Rudi Rubijaya mengatakan, dari 70% tanah menjadi hak masyarakat, dibutuhkan kesepakatan internal mengenai alokasi tanah berdasarkan dari tujuh Jenis Tipologi KK beserta luas yang dimintakan. Sedangkan untuk pembangunan bandara, Pemprov Bali akan memaksimalkan 30% lahan yang dimilikinya.

"Kekurangannya, sudah dibicarakan oleh Tim 9, bahwa akan dibentuk skenario: jika membutuhkan lahan masyarakat, akan diberikan ganti rugi dan renovasi rumah yang menjadi tanggungan pemerintah provinsi bali, masyarakat juga akan diberikan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan perekonomian," jelas Rudi.

Perwakilan CSO dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Sartika mendorong 70% tanah yang menjadi hak masyarakat harus segera diredistribusi dan dilegalisasi. Menurut Dewi, pemberian SK Redistribusi dan SK Legalisasi bisa mencontoh apa yang telah dilakukan di Desa Mangkut, Sulawesi Utara.

Sementara mengenai pelepasan kawasan hutan, perwakilan KLHK dalam pertemuan itu memaparkan bahwa berdasarkan kalkulasi, luas kawasan hutan pada wilayah administrasi Bali adalah sekitar 22%. Dari jumlah tersebut, penetapan kawasan hutan untuk seluruhnya dan penetapan batas sudah dilakukan.

Halaman 2 dari 2
(lir/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads