Pejabat di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Riau ditetapkan menjadi tersangka. Pejabat tersebut ialah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing, Hendra A alias Keken.
Hendra dianggap bertanggung jawab atas pembuatan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPDP) fiktif dengan nilai ratusan juta rupiah. Penetapan tersangka itu setelah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi secara maraton.
Kepala Kejari Kuansing, Hadiman, menyebut Hendra ditetapkan sebagai tersangka pada 10 Maret 2021 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami telah menetapkan H alias K sebagai tersangka, Rabu kemarin. Selasa besok ini akan diperiksa sebagai tersangka," terang Hadiman kepada wartawan, Senin (15/3/2021).
Penyidik Kejari Kuansing telah memeriksa keterangan saksi dan alat bukti. Kejari juga memeriksa SPDP fiktif yang saat itu ditandatangani Hendra sebagai Kepala BPKAD.
"Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan alat bukti surat berupa SPPD fiktif. Hasil pemeriksaan tersangka menandatangani SPJ fiktif itu dan uang dipakai operasional pimpinan (Hendra)," katanya.
Dalam kasus ini, negara dirugikan Rp 600 juta. Namun, nilai kerugian negara dapat bertambah karena proses perhitungan dan pemeriksaan masih terus berlanjut.
"Kerugian negara sementara kurang lebih Rp 600 juta dan bisa bertambah. Apalagi pihak ketiga yang berada di luar daerah seperti Jakarta, Padang, dan Batam belum dihitung lagi," katanya.
Bagaimana proses pengusutan kasus ini berjalan? Simak di halaman selanjutnya.
Simak juga 'Pegawai Bank Bali Tilap Uang KUR Rp 1 M Jadi Tersangka':
Rp 493 Juta Dikembalikan ke Kejari Kuansing
Pada tahap penyelidikan kasus, Kejari Kuansing sudah menerima pengembalian Rp 493 juta. Duit tersebut diduga berasal dari SPDP fiktif.
"Benar, kita mengusut kasus dugaan dana fiktif di Pemkab Kuansing. Bahkan sudah dikembalikan uang SPPD diduga fiktif Rp 493 juta," kata Kajari Kuansing, Hadiman kepada detikcom, Rabu (17/2).
Pihaknya mengusut dugaan perjalanan dinas fiktif setelah ada laporan dari masyarakat antikorupsi.
Hadiman menyebut dana yang diserahkan hanyalah dugaan SPPD fiktif terkait bahan bakar minyak (BBM). Masih ada dana fiktif lain yang kini masih terus diusut. Dalam kasus dugaan SPPD dana fiktif itu, puluhan orang sudah diperiksa sebagai saksi seperti Kabid, Kasubid, dan beberapa staf BPKAD.
"Uang yang baru diserahkan kasus SPPD fiktif pada BPKAD Tahun 2019. Ini hanya bon minyak, tak ada pertangungjawaban," katanya.
Dalam laporan yang diterima, laporan dana fiktif itu terjadi pada tahun 2019 dari nilai pagu anggaran Rp 3,7 miliar. Namun tidak ada laporan keuangan yang bisa dibuktikan di BPKAD.
"Laporan kami terima, kan kami klarifikasi ke pihak ketiga. Ternyata tak ada kegiatan, ada tidak sesuai, ada tetapi dimanipulasi harganya tidak sesuai di pihak ketiga," kata Hadiman.