Sementara itu dihubungi terpisah, Direktur lembaga survei Kedai KOPI, Hendri Satrio memiliki pandangan lain. Dia menilai langkah pembuatan AD/ART tahun 2020 terlihat sebagai upaya Partai Demokrat melindungi partai dari gerakan pemecah belah.
"Kalau saya melihatnya dari angle yang berbeda, kelihatannya SBY ini ingin melindungi partainya dari gerakan-gerakan yang bisa memecah-belah Demokrat, misalnya contohkan saat kejadian Golkar atau PPP, jadi cara melindungi partainya lalu kemudian SBY membuat peraturan itu," kata Hendri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hendri melihat kondisi gonjang-ganjing di Partai Demokrat sudah tergambar oleh SBY semenjak masih menjabat sebagai Presiden RI. Dia menyebut AD/ART 2020 itu lah yang kemudian dibuat sedemikian rupa untuk membentengi Partai Demokrat.
"Kalau kita lihat sejarah Demokrat kan memang penuh gonjang-ganjing juga sebetulnya pada masanya SBY berkuasa, jadi arah-arah seperti sekarang ini saya melihatnya SBY sudah membaca itu karena itu makanya pada saat 2020 AD/ART dibuat membentengi supaya Demokrat agak sulit dipecah," ucapnya.
Hendri menilai upaya AD/ART 2020 ini akhirnya menjadi resiko yang harus dihadapi yakni sulitnya memecah belah Partai Demokrat lantaran semua persetujuan ada pada dewan pembina partai. Selain itu, dia juga menggarisbawahi langkah ini sebetulnya menjadi poin penting bagi partai politik yang sangat bergantung pada tokoh sentral partai.
"Ya memang makanya ini resiko yang harus ditempuh makanya akan jadi sulit dipecah-belah karena ada pasal bahwa semuanya persetujuan dari dewan pembina, tapi yang mau saya garis bawahi di sini adalah adanya majelis tinggi atau tidak adanya majelis tinggi ini akan menjadi poin penting pada sebuah parpol yang sangat tergantung pada tokoh sentralnya," ujarnya.
Hendri pun memperingatkan apa yang terjadi pada Partai Demokrat, mungkin juga terjadi cepat atau lambat pada PDIP dan Gerindra yang masing-masing dipimpin oleh tokoh sentral. Menurutnya upaya melanjutkan kepemimpinan kepada keturunan tokoh sentral di partai itu akan dihadapkan pada polemik yang serupa.
"Seperti Demokrat, PDIP, Gerindra yang masih punya tokoh sentral, cepat atau lambat PDIP atau Gerindra akan mendapatkan tantangan yang mirip-mirip seperti Demokrat saat ini gitu, hanya saja apakah kemudian nanti polemik pengambilan kekuasaan datangnya dari dalam partai atau dari aparat pemerintah seperti yang sekarang terjadi di Demokrat kan itu pertanyaannya," sebutnya.
"Tapi risikonya parpol yang punya tokoh sentral dan tokoh sentralnya berusaha untuk melanjutkan kepemimpinan atau menurunkan kepemimpinan ke anaknya maka akan tetap begini karena si anaknya kan bukan tokoh sentral, gitu," lanjutnya.
(maa/man)