Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali bakal berupaya menyadarkan masyarakat bila ada yang menolak divaksinasi COVID-19. Sebab, vaksinasi ini merupakan salah satu cara melindungi diri dari virus penyebab COVID-19.
"Ya kita akan sadarkanlah. Sadarkan bahwa vaksin ini kan salah satu cara yang bisa melindungi diri. Jangan sampai menyesal nanti kalau sudah kena COVID-19. Kalau tidak punya kekebalan, kan bisa terkena virus," kata Kadinkes Bali Ketut Suarjaya saat dihubungi detikcom, Rabu (10/3/2021).
Meskipun orang yang sudah divaksinasi COVID-19 masih tetap bisa terkena virus, Suarjaya menegaskan gejalanya bisa lebih ringan. Mereka yang sudah divaksinasi kemungkinan terkenanya juga tiga kali lebih rendah dibanding orang yang belum divaksinasi.
"Jadi orang yang sudah divaksin tiga kali lebih kecil kemungkinannya kena virus. Kalau dia kena virus, tiga kali lebih ringan daripada orang yang tidak divaksin," terangnya.
Suarjaya meminta masyarakat tidak meremehkan keberadaan virus penyebab COVID-19. Terlebih sampai menganggap bahwa virus tersebut tidak ada. Padahal faktanya Bali sudah memiliki hampir 36 ribu kasus positif COVID-19.
"Jangan menganggap tidak ada. Ini faktanya Bali sudah di atas 35 ribu, hampir 36 ribu kasus. Yang meninggal sudah banyak, masak ndak percaya," paparnya.
Menurut Suarjaya, vaksinasi COVID-19 bukanlah hak, melainkan kewajiban seluruh warga negara. Jika ada orang yang menolak atau menghalangi, bisa terkena UU Wabah Penyakit Menular dan bisa dikenai pidana.
Namun dia mengatakan penempuhan jalur pidana bagi pihak yang menolak dan menghalangi upaya vaksinasi bukan kewenangannya, melainkan kewenangan aparat penegak hukum.
"Tapi itu bukan ranah saya. Penegak hukumlah. Kami melayani saja, seberapa ada sasaran, ya kami layani. Penegakan aturan kan bukan di Dinas Kesehatan. Kami melayani. Kalau ada yang tidak mau, ya silakan aparat berwenang yang mengurus itu," terangnya. (jbr/jbr)