RUU Pemilu Didrop dari Prolegnas, KPU Ingin Pemilu 2024 Disiapkan Sejak 2021

RUU Pemilu Didrop dari Prolegnas, KPU Ingin Pemilu 2024 Disiapkan Sejak 2021

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Rabu, 10 Mar 2021 08:47 WIB
Komisioner KPU Viryan Azis memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan. Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Wahyu Setiawan.
Viryan Aziz (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR resmi mengeluarkan RUU Pemilu dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatakan dikeluarkannya RUU Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021 membuat persiapan Pemilu 2024 bisa dilakukan sejak dini atau 30 bulan sebelum pemungutan suara pada April 2024.

"Pemilu merupakan program pembangunan politik yang kolosal sekaligus fundamen bagi keberlangsungan suatu negeri demokrasi. Karenanya, pemilu sedapat mungkin direncanakan dengan matang, meskipun telah berkala lima tahun sekali dilaksanakan. Hari ini (9/3) secara resmi RUU Pemilu ditarik dari Prolegnas 2021 sehingga perencanaan dan persiapan pemilu dapat langsung dikerjakan oleh KPU dan para pihak terkait. Pentingnya persiapan sejak dini, karena pada tahun 2024 diselenggarakan dua pemilu serentak," kata Komisioner KPU, Viryan Aziz, kepada wartawan, Selasa (9/3/2021).

Viryan pun memaparkan pengalaman pada Pemilu 2019. Salah satu tantangan yang dihadapi saat itu adalah minimnya waktu untuk perencanaan, sebab UU Pemilu terbit sehari sebelum tahapan pemilu dimulai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berkaca pada pengalaman me-manage Pemilu 2019, salah satu keterbatasan yang dihadapi adalah minimnya waktu merencanakan tahapan, program, dan jadwal secara detail dan matang. UU Nomor 7 Tahun 2017 diundangkan tanggal 16 Agustus 2017, sedangkan tahapan Pemilu 2019 harus dimulai tanggal 17 Agustus 2017 atau selisih hanya satu hari. Nasib baik pada persiapan Pemilu 2014, tahapan pemilu dimulai tanggal 9 Juni 2012 atau hampir satu bulan sejak UU Nomor 8 Tahun 2012 diundangkan pada tanggal 11 Mei 2012. Perencanaan tahapan pemilu yang sangat terbatas waktunya atau bahkan tidak rasional secara manajerial hendaknya tidak diteruskan," katanya.

"Meski dengan keterbatasan waktu yang ada, keberhasilan Pemilu Serentak 2019 terwujud dengan tingkat partisipasi mencapai 81%, berhasil melawan banjir disinformasi, pelayanan hak pilih warga negara dengan baik. Namun, di sisi lain, terjadi sejumlah kejadian yang perlu dicegah agar tak terulang kembali, seperti wafatnya 722 petugas pemilu, seleksi anggota KPU di daerah, kampanye pemilu serentak, penggunaan teknologi informasi hingga hasil pemilu yang lama, yaitu 33 hari setelah pemungutan suara," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Persiapan pemilu, kata Viryan, baiknya direncanakan sedini mungkin. Terlebih, pada 2024 nanti, akan ada 2 pemilu serentak dalam satu tahun.

"Menyiapkan dengan waktu yang sangat cukup menjadi semakin penting karena yang disiapkan dua pemilu serentak pada satu tahun. Produk hukum yang digunakan adalah UU Nomor 7 Tahun 2017, UU Nomor 10 Tahun 2016 serta putusan MK terkait dengan kedua UU tersebut. Pengalaman pemilu serentak kepala daerah 2015, 2017, 2018, dan 2020 serta Pemilu Serentak 2019 menjadi pelajaran sangat berharga," kata dia.

Simak video 'CSIPP Sebut Tak Ada Dasar Konstitusional Bahwa Pemilu Harus Serentak':

[Gambas:Video 20detik]

Namun Viryan menyadari setidaknya ada 4 tantangan dalam Pemilu Serentak 2024. Menurutnya, tantangan itu harus menjadi perhatian sejak dini.

"Pertama, wafatnya 722 petugas Pemilu 2019, meski petugas pemilu wafat telah terjadi sejak Pemilu 1955, yaitu 67 petugas wafat. Meminimalisir petugas pemilu wafat dapat dilihat pada dua aspek, kondisi petugas dan beban tugas yang berat. Petugas pemilu wafat tidak hanya terjadi pada mereka yang berusia tua, namun juga terjadi pada petugas usia sekitar 20-30 tahun. Membatasi usia penyelenggara badan ad hoc baru menyelesaikan satu aspek, namun penting dicari alternatif menyelesaikan aspek beban kerja yang berat," kata dia.

Kedua, Viryan menyebut perlunya penggunaan teknologi informasi dalam pemilu. KPU, kata Viryan, sudah mengembangkan tujuh sistem informasi tahapan, yaitu Sidalih, Sidapil, Sipol, Silon, Sidakam, Silog, dan Situng. Namun dasar hukum untuk seluruh sistem informasi tersebut belum ada di UU, sementara ini hanya Sidalih.

"Seiring dengan kebutuhan teknologi informasi untuk pemilu semakin tinggi dan menjadi bagian proses dan hasil resmi, diperlukan formulasi tahapan pemilu dalam penyiapan dan penggunaan teknologi informasi. Kebutuhan menggunakan sistem informasi untuk rekapitulasi hasil pemilu secara cepat, diperlukan kesiapan yang membutuhkan waktu cukup. Pembuatan dan penggunaan teknologi informasi pemilu sudah saatnya dimasukkan dalam tahapan pemilu. Hampir semua tahapan pemilu menggunakan teknologi informasi dalam bentuk sistem informasi. Level keberadaan sistem informasi semakin signifikan, sejumlah sistem informasi sudah saatnya digunakan sebagai 'hasil-resmi'," jelas dia.

"Ketiga, penyediaan anggaran khususnya untuk pemilihan serentak 2024 yang dilaksanakan pada tahun yang sama setelah pemilu nasional. Dimungkinkan tidak semua daerah dapat menyiapkan sesuai waktu dan kebutuhan. Pemilihan serentak sebelumnya selalu ada sejumlah daerah yang terkendala penyediaan anggaran pemilihan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dengan kebijakan menyiapkan sejak dini secara bertahap sejak tahun 2022-2024. Kebijakan ini pada sejumlah daerah telah dilakukan sejak tahun 2008," tutur dia.

Terakhir yang perlu disiapkan, kata Viryan adalah penyusunan regulasi teknis dalam pemilihan. Viryan menyebut regulasi teknis ini harus disiapkan sebelum tahapan pemilu dilaksanakan.

"Keempat, penyusunan regulasi teknis. Adam Przeworski (1991) dalam Ramlan Surbakti (2019) merumuskan demokrasi secara minimalis sebagai sistem pelembagaan ketidakpastian atau rezim yang dari segi ketentuan predictable tetapi dari segi hasil pemilihan tidak. Membuat ketentuan pemilu predictable perlu dibarengi dengan waktu pembuatannya. Idealnya ketentuan tersebut dibuat sebelum tahapan pelaksanaan dilakukan atau di masa tahapan persiapan," terangnya.

Lebih lanjut, Viryan menjelaskan, persiapan Pemilu 2024 sejak dini ini perlu kesepakatan antara pemerintah dan DPR sehingga KPU langsung menyusun peraturan KPU tentang Pemilu 2024 ini. Jika dihitung mundur dari April 2024, maka persiapan dini atau 30 bulan sebelum hari pemilihan adalah November 2021.

"Mempersiapkan Pemilu 2024 sejak dini perlu kesepakatan bersama, utamanya pemerintah dan DPR. Bila kesepakatan bersama tersebut, KPU dapat langsung menyusun peraturan KPU tentang tahapan, program dan jadwal Pemilu 2024. Guna meningkatkan kualitas Pemilu 2024, sebaiknya tahapan pemilu dimulai sekitar 30 bulan dari waktu pemungutan suara. Menambah waktu tahapan pemilu 10 bulan lebih awal menjadi solusi agar persiapan pemilu selesai dengan matang baru dilaksanakan, tidak lagi membuat perencanaan sambil melaksanakan (planning by doing). Risiko bila persiapan Pemilu 2024 tidak disiapkan sejak dini (30 bulan) berpotensi masalah pada Pemilu 2019 dapat terulang, bahkan lebih komplek, karena dilakukan pemilu serentak dan pemilihan serentak pada tahun 2024," katanya.

Diberitakan sebelumnya, DPR RI dan Kementerian Hukum dan HAM telah sepakat mengeluarkan revisi UU atau RUU Pemilu dari daftar Prolegnas Prioritas 2021. RUU Pemilu rencananya akan digantikan dengan RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Pengambilan keputusan tersebut dilakukan saat rapat kerja Baleg DPR RI bersama Menkum HAM Yasonna Laoly di gedung DPR/MPR, Selasa (9/3/2021). Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dan dihadiri oleh Yasonna Laoly ini memutuskan RUU Pemilu dikeluarkan dari daftar Prolegnas 2021.

Berdasarkan pandangan fraksi, Supratman mengatakan hanya PKS yang menolak RUU Pemilu dikeluarkan dari daftar Prolegnas 2021. Sementara fraksi lainnya sepakat agar RUU Pemilu dikeluarkan.

"Dengan demikian, selesailah pandangan minifraksi dan saya rasa tidak perlu kita ambil pengambilan keputusan karena sudah mewakili, saya yakin apa pun yang menjadi kita setuju atau tidak, nanti akan ini kan baru tahap perencanaan," kata Supratman.

Halaman 2 dari 3
(lir/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads