TP3 Mau Bawa Kasus Km 50 ke Pengadilan HAM, Gerindra Jelaskan Ketentuan UU

TP3 Mau Bawa Kasus Km 50 ke Pengadilan HAM, Gerindra Jelaskan Ketentuan UU

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Rabu, 10 Mar 2021 08:37 WIB
Habiburokhman (Dok. Pribadi).
Habiburokhman (Dok. Pribadi)
Jakarta -

Partai Gerindra meminta Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 laskar FPI menjelaskan unsur dugaan pelanggaran HAM berat pada insiden Km 50. Gerindra menilai pelanggaran HAM berat harus memenuhi unsur adanya serangan yang meluas dan sistematis.

"Kalau bicara Pengadilan HAM kita harus melihat apakah terpenuhi unsur adanya serangan yang sistematis dan meluas, itu diatur Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000," kata Waketum Gerindra, Habibburokhman, kepada wartawan, Selasa (9/3/2021) malam.

Anggota Komisi III DPR RI itu kemudian mempertanyakan unsur pelanggaran HAM berat yang dimaksud TP3 dalam kasus tersebut. Dia meminta TP3 menjelaskan dan menampilkan bukti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertanyaannya, di mana meluasnya dan di mana sistematisnya? Itu yang harus dijelaskan oleh TP3 disertai dengan bukti-bukti," tutur Habibburokhman.

Habibburokhman kemudian membandingkan dengan kasus pelanggaran HAM berat Timor Timur pada tahun 1999 silam. Dia menjelaskan bahwa kasus itu memenuhi unsur meluas.

ADVERTISEMENT

"Kalau mengacu kasus Timor Timur, unsur meluas terpenuhi karena terjadi di berbagai tempat," kata dia.

Lebih lanjut, Habiburokhman mengatakan pihaknya menghormati hasil investigasi yang dilakukan Komnas HAM. Dia mengatakan Gerindra akan mengawal rekomendasi yang telah diberikan oleh Komnas HAM, termasuk hingga proses persidangan.

"Kami menghormati rekomendasi Komnas HAM bahwa telah terjadi pelanggaran HAM dan harus diusut siapa pelakunya untuk dimintai pertanggungjawaban secara hukum di pengadilan. Yang jelas, walaupun ini di pengadilan umum kan kita tetap akan mengawal jalannya persidangan supaya berjalan adil," jelasnya.

Simak video 'Momen Amien Rais cs Ketemu Jokowi di Istana Bahas Kasus Km 50':

[Gambas:Video 20detik]


Simak pertemuan TP3 dengan Presiden Jokowi di Istana dalam pembahasan kasus penembakan 6 laskar FPI di Km 50 pada halaman selanjutnya.

Untuk diketahui, TP3 enam laskar FPI bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (9/3/2021) kemarin. Mereka meminta agar kasus tewasnya enam anggota laskar FPI itu dibawa ke pengadilan HAM.

Pertemuan itu digelar di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. TP3 diwakili oleh Amien Rais hingga Marwan Batubara.

"Kemudian diurai apa yang terjadi pertama, tujuh orang yang diwakili oleh Pak Amien Rais dan pak Marwan Batubara tadi menyatakan mereka menyatakan keyakinan telah terjadi pembunuhan terhadap 6 laskar FPI dan mereka meminta agar ini dibawa ke pengadilan HAM karena pelanggaran HAM berat, itu yang disampaikan kepada presiden," kata Menko Polhukam Mahfud Md dalam jumpa pers yang disiarkan akun YouTube Sekretariat Presiden.

Mahfud memaparkan kasus Km 50 tak bisa langsung disebut pelanggaran HAM berat. Menurutnya, ada tiga syarat yang bisa melabeli sebuah kasus masuk kategori pelanggaran HAM berat, yakni dilakukan secara terstruktur dalam artian aparat secara berjenjang, sistematis, dan masif, yakni menimbulkan korban meluas.

"Kalau ada bukti itu, ada bukti itu, mari bawa kita adili secara terbuka. Kita adili para pelakunya berdasar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Nah, saya sampaikan begitu tadi, silakan, kami menunggu, terbuka, dan saya katakan TP3 bukannya juga sudah diterima oleh Komnas HAM diminta mana buktinya secuil saja bahwa ada terstruktur, sistematis, dan masifnya. Ndak ada tuh," sebut dia.

"Ada di berita acaranya bahwa TP3 sudah diterima tapi ndak ada, hanya mengatakan yakin. Kalau yakin, tidak boleh, karena kita punya keyakinan juga banyak pelakunya ini, pelakunya itu, otaknya itu, dan sebagainya, yang membiayai itu, yakin kita, tapi kan tidak ada buktinya," ucap Mahfud.

Mahfud Md menyebut pemerintah terbuka terkait kasus Km 50. Mahfud meminta bukti kepada TP3 jika memang ada pelanggaran HAM berat dalam kasus itu.

TP3 sendiri mengklaim pihaknya telah memiliki bukti bahwa peristiwa yang menewaskan 6 laskar FPI itu adalah pelanggaran HAM Berat. Bukti tersebut disebut tertuang dalam buku putih sebanyak 2 jilid.

"Sebagian besar, 90 persen, data sudah kami miliki," kata Ketua TP3 Abdullah Hehamahua kepada detikcom, Selasa (9/3).

Hehamahua mengatakan saat ini TP3 penyusunan bukti-bukti tersebut dalam proses penyelesaian akhir. "Tinggal sedikit lagi berupa pemolesan data-data yang ada," ujarnya.

Simak ketentuan pelanggaran HAM berat berdasarkan UU Pengadilan HAM di halaman selanjutnya.

Sementara itu, pengertian pelanggaran HAM berat tertuang dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dalam poin 2 pasal 1 dijelaskan mengenai pelanggaran HAM.

Pelanggaran HAM Berat

Pasal 7 menjelaskan lebih lanjut mengenai kejahatan yang termasuk kategori pelanggaran HAM, sebagai berikut:

Pasal 7
Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:
a. kejahatan genosida;
b. kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pasal 8
Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
a. membunuh anggota kelompok;
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil,
berupa:
a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads