Krisis moneter yang berlangsung pada akhir 90-an di Indonesia telah melumpuhkan perekonomian masyarakat di seluruh penjuru negeri. Tak terkecuali juga di Lasah, Kabupaten Malang. Tak sedikit masyarakat yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan utamanya.
Menariknya, akibat krismon yang terjadi Dusun Lasah justru melahirkan banyak pedagang cendol dawet sagu khas Lasah di awal era reformasi. Para pedagang cendol dawet ini mengikuti jejak para pendahulu pelopor cendol dawet sagu di Lasah, yakni tiga bersaudara Palil, Tidjan, dan Trisunu yang telah berjualan dawet sejak tahun 1970-an.
"Kalau nggak salah setelah reformasi ada 70-80 orang jualan dawet dulu, yang awalnya tukang bangunan, tukang las, sopir mikrolet, buruh bangunan, PHK pabrikan, bahkan yang bertani ikut jualan dawet," kisah Anang Hardiansyah, salah satu tokoh di Dusun Lasah yang juga menjadi agen BRILink pada detikcom beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anang mengungkap pada awalnya pekerjaan sebagai pedagang cendol dawet tak pernah dilirik oleh para warga. Kendati ketiga pelopor telah mengajak berjualan, sedikit sekali warga yang berminat untuk meneruskannya sebab pekerjaan ini dinilai tak menghasilkan pendapatan yang besar.
Siapa sangka, himpitan kondisi yang membuat banyak warga terpaksa berdagang dawet saat itu justru dapat kembali menggerakkan perekonomian di desa tersebut. Bahkan membangkitkan kembali kehidupan warganya.
"Waktu itu sih banyak sekali (yang berjualan), setengah 8 saja udah mikul kanan-kiri. Mulai tahun 2000," jelas Anang.
Ia menjelaskan tampak adanya peningkatan ekonomi dari para pedagang. Yakni yang semula berdagang dengan cara dipikul satu persatu mulai meningkat perekonomiannya, sehingga dapat berdagang menggunakan sepeda motor. Pergeseran cara berdagang ini membuat pedagang cendol dawet sagu Lasah bisa menjangkau pasar yang lebih luas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, hingga bisa menyisihkan sebagian penghasilan untuk ditabung.
"Nah, merangkak lah mulai kenal nabung, nabungnya agak kesulitan kan harus ke Karangploso, harus setor tunai dulu ke teller," pungkasnya.
"Ke ATM juga nggak begitu ngerti karena kan harus masuk ke rekening dulu, jadi lewat sini (BRILink). Jadi putar-putar duit kecil lah," lanjutnya.
![]() |
Terbatasnya akses untuk menabung di saat perekonomian masyarakat mulai stabil inilah yang menjadi salah satu dorongan bagi Anang untuk membantu warga sekitar. Sejak tahun 2017 lalu, Anang telah menyediakan layanan perbankan yang mudah diakses dan dekat dengan masyarakat melalui BRILink. Ia mengaku tak sulit mengenalkan fasilitas perbankan pada masyarakat sekitar, sebab menurutnya masyarakat sudah cukup memiliki pemahaman akan literasi keuangan.
"Sebetulnya bukan masalah sulitnya di situ, bukan pengenalan banknya. Jadi karena waktu itu kan perekonomian sempat agak menurun, gak di sini tok kan. Efeknya setelah reformasi kan besar-besaran semua lini banyak yang lumpuh," imbuhnya.
Adanya mesin EDC yang dimanfaatkan Anang membantu memudahkan masyarakat di desanya untuk mengakses layanan perbankan dengan lebih dekat, mudah, dan cepat.
"Temen-temen yang biasanya turun ke teller, harus antri, harus mengorbankan waktu sehari sekarang nggak, sewaktu-waktu bisa, terbantu sekali," tutur Anang.
Ia pun menyampaikan layanan BRILink yang dijalankannya dibuka dengan waktu fleksibel. Umumnya dimulai di sore hari sepulang kerja hingga malam hari. Fleksibilitas yang ditawarkannya ini memberi kemudahan para nasabah yang umumnya berdagang atau bertani dalam kesehariannya. Tujuannya, agar masyarakat tetap dapat melakukan transaksi perbankan tanpa dibatasi waktu yang membuatnya tak bisa bekerja.
Sebagai agen BRILink di wilayah pedesaan, Anang mengungkap masyarakat umumnya tak sulit untuk diajak dalam berbagai kegiatan perbankan. Salah satu program yang diikuti para pedagang cendol dawet adalah aplikasi Stroberi Tagihan BRI. Melalui program ini, para pedagang didorong untuk mampu menabung dalam sebuah tabungan berjangka yang hasilnya dapat diambil 10 bulan kemudian untuk kebutuhan jangka panjang para nasabah.
"Kalau ngenalin sih nggak ada kesulitan. Ya cuma yang dibuat nabung itu yang belum ada. Begitu proses perekonomian mulai lancar ternyata nabungnya juga berminat sekali," ucapnya.
Tak hanya melayani tabungan, BRILink milik Anang pun melayani berbagai jenis transaksi mulai dari cicilan hingga pembayaran online.
"Sekarang yang rame kan jualan online itu, jadi pembelian online agak rame. Ke Shopee, Tokopedia, Bukalapak, setornya lewat EDC," terang Anang.
Lebih lanjut Anang mengungkap, transaksi perbankan masyarakat desa melalui BRILink terbilang cukup tinggi. Bahkan, di bulan Februari 2021 dengan hanya 28 hari Anang telah melayani 524 transaksi. Dengan jumlah perputaran uang mencapai lebih dari Rp900 juta.
Selain dapat membantu masyarakat mendapatkan akses terhadap layanan transaksi perbankan, Anang pun mengaku dapat mendapat penghasilan berkat adanya fasilitas BRILink ini. Karenanya, ia menekuni usaha ini guna mendapat pendapatan sampingan.
Ia pun bersyukur bisa mendapat bantuan branding dari BRI berupa pengecatan di outlet BRILink miliknya.
"Agen BRILink ini sepertinya diperhatikan sekali. Ada keluhan dari nasabah, saya langsung WA, itu langsung ada tanggapan, mungkin prioritas ya," ungkap Anang.
Sementara itu Kepala Cabang BRI Malang Soekarno Hatta Hendra Winata menyampaikan adanya peningkatan ekonomi dari klaster pedesaan dalam berbagai bentuk.
"Contohnya agen BRILink. Mulanya mungkin yang menjalankan hanya di rumah secara sederhana, sekarang sudah membuka kios/outlet sendiri dan melakukan aktivitas perbankan. Kita juga mengajari bagaimana digital banking, bagaimana cara menjual online," katanya.
detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri.
(mul/ega)