Isu liar beredar setelah KPK menangkap Gubernur Sulawesi Selatan yang kini nonaktif, Nurdin Abdullah. Tudingan itu mulai dari sosok 'om kumis' di balik OTT hingga pelibatan buzzer. Semua ditepis oleh KPK.
Seperti diketahui, KPK menangkap Nurdin Abdullah pada 26 Februari 2021 di rumah dinasnya. Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Nurdin Abdullah mengaku dia diamankan saat sedang tidur dan tak tahu apa-apa soal suap.
Di sisi lain, KPK menegaskan punya bukti kuat untuk menjerat mantan Bupati Bantaeng itu. KPK juga telah melakukan penggeledahan di sejumlah titik pasca-OTT Nurdin Abdullah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kala KPK bekerja, serangan justru datang. Tudingan-tudingan datang dari pemilik akun YouTube bernama Aoki Vera. Lewat video berjudul 'Ada Apa dengan KPK?', dia membela Nurdin Abdullah yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK terkait dugaan suap sejumlah proyek infrastruktur.
Menurut Aoki Vera, ada sosok 'om kumis' di balik OTT Nurdin Abdullah. Namun dia tak menyebut secara gamblang siapa 'om kumis' yang dimaksud.
"Sekarang bagaimana kalau sekarang Gubernur ditangkap pasti harus ada plt-nya, yang bakal naik plt otomatis wakilnya. Kita lihat saja di lingkaran orang tersebut ada siapa saja. Ada kakaknya, kakaknya siapa? Mantan Kementan, Kementan orangnya 'om kumis'. Jadi siapa pun orang yang mulai susah disetir oleh 'om kumis' harus didepak ceritanya," kata perempuan tersebut seperti dilihat di channel YouTube Aoki Vera, Kamis (4/3/2021).
KPK pun menepis tudingan itu. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri meminta publik tidak membuat opini yang dapat mengaburkan proses penyidikan terkait OTT KPK Nurdin Abdullah.
"KPK meminta pihak-pihak untuk tidak mengaburkan fakta dengan membentuk opini dan asumsi yang menggiring masyarakat. KPK juga meminta masyarakat tidak terpengaruh dan terus mengikuti proses penyidikan yang sedang kami lakukan ini," kata Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (4/3/2021).
"Dalam penanganan perkara ini, KPK pastikan telah memiliki bukti permulaan yang cukup menurut UU untuk menetapkan NA (Nurdin Abdullah) dkk sebagai tersangka," tambah Ali.
Selengkapnya pernyataan KPK dapat disimak di halaman berikutnya.
Simak juga 'Kembali Geledah Kantor Gubernur Sulsel, KPK Bawa Tiga Koper':
Ini bukan pertama kali KPK mendapat serangan saat menjalankan tugas. Ali Fikri memastikan KPK tetap fokus dan profesional yang dibuktikan dengan putusan majelis hakim yang menyatakan para terdakwa terbukti bersalah.
"Bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan, silakan memanfaatkan jalur hukum seperti praperadilan, KPK memastikan siap menghadapi gugatan yang diajukan," ucap Ali.
Jawab Serangan soal Kinerja
Ali menjawab tudingan soal kinerja KPK dengan total pegawai sebanyak 1.586 orang, dan anggaran yang digelontorkan negara untuk menggaji pegawai KPK Rp 1,3 triliun. Menurutnya, anggaran KPK tahun 2021 awalnya ditetapkan Rp 1.305.075.256. Karena pandemi COVID-19, KPK kemudian melakukan refocusing anggaran dan merevisi anggaran menjadi Rp 1.159.908.593.
"Jumlah anggaran ini tidak sepenuhnya kami dipergunakan untuk membayar gaji pegawai. Dengan jumlah pegawai saat ini 1.626 orang, anggaran yang kami gunakan untuk belanja pegawai Rp 636.839.546.000 untuk tahun 2020 saja," katanya.
Ali mengatakan KPK telah menyampaikan hasil kinerja KPK pada 30 Desember 2020. Berikut yang disampaikan KPK terkait hasil kinerja tersebut:
A. Tahun 2020, KPK mendapatkan pagu anggaran sebesar Rp 920,3 miliar. Hingga 21 Desember 2020, realisasi penggunaan anggaran KPK mencapai 91,7 persen atau Rp 843,8 miliar.
B. Dari anggaran tersebut, KPK telah mengembalikan uang negara melalui pendapatan negara bukan pajak melalui penanganan perkara sebesar Rp 120,3 miliar.
C. Selain melalui penanganan perkara, KPK juga melakukan upaya pemulihan, penertiban, dan optimalisasi aset yang berhasil menyelamatkan potensi kerugian keuangan negara senilai Rp 592,4 triliun.
D. Dari sisi pencegahan, KPK menghasilkan laporan kajian sebanyak 29 laporan kajian yang terdiri dari 20 kajian berkaitan dengan COVID-19, 9 kajian non COVID-19 dan 1 survey penilaian Integritas, serta menghasilkan potensi penyelamatan uang negara sebesar Rp 652,8 miliar yang berasal dari kajian kartu prakerja Rp 30,8 miliar dan hasil kajian sinkronisasi data jaring pengaman sosial sebesar Rp 622 miliar. Tak hanya untuk menyelamatkan keuangan negara, kajian-kajian itu dilakukan untuk memperbaiki sistem dan tata kelola agar kinerja lebih efisien dan efektif.
KPK juga dituduh punya buzzer. Apa respons KPK? Simak di halaman berikutnya.
Jawab Tudingan soal Buzzer
Ali juga menanggapi tudingan terkait KPK menggunakan buzzer dalam kasus korupsi di Asabri yang diungkap oleh Kejaksaan Agung. Ali memastikan bahwa tuduhan KPK mengerahkan buzzer adalah fitnah dan kebohongan.
"Kami KPK tidak pernah mengerahkan buzzer untuk perkara atau kasus apa pun. Tentang perkara dana Asabri yang ditangani Kejaksaan Agung, kami mendukung penuh penanganan perkara tersebut dengan penuh keterbukaan dan integritas. KPK sebagai penegak hukum dan mitra Kejaksaan Agung siap melakukan koordinasi jika dibutuhkan untuk penanganan perkara, yang tentu harus dilakukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku," katanya.
KPK Sita Uang Saat Penggeledahan
Kembali soal kasus Nurdin Abdullah, KPK telah menggeledah sejumlah titik di Sulawesi Selatan. Hasilnya, ada lebih dari Rp 1 miliar disita.
Penggeledahan dilakukan pada 1-2 Maret 2021. Empat lokasi yang digeledah itu adalah rumah jabatan Gubernur Sulsel, rumah dinas Sekdis PUTR Provinsi Sulsel, Kantor Dinas PUTR, dan rumah pribadi tersangka Nurdin Abdullah.
"Setelah dilakukan perhitungan, dari penggeledahan dimaksud ditemukan uang rupiah sekitar Rp 1,4 miliar, mata uang asing sebesar USD 10 ribu dan SGD 190 ribu," kata Ali kepada wartawan, Kamis (4/2/2021).
Ali mengatakan pihaknya bakal menganalisis lebih dulu asal-usul uang yang disita tersebut. Ali belum menjelaskan detail kaitan uang tersebut dalam kasus ini.
"Berikutnya terhadap uang tersebut akan diverifikasi dan dianalisa mengenai keterkaitannya dengan perkara ini. Sehingga segera dapat dilakukan penyitaan sebagai barang bukti dalam perkara ini," ucap Ali.