Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS, Achmad Dimyati Natakusumah meminta Polri memperketat penggunaan senjata api oleh anggota polisi di lapangan. Dimyati meminta agar polisi tidak membawa senjata api usai bertugas.
Awalnya Dimyati menjelaskan terkait tidak mudahnya syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memegang senjata api meski polisi diizinkan oleh UU. Menurutnya, senjata api juga bisa berpotensi disalahgunakan bukan hanya oleh polisi tapi bahkan oleh keluarga polisi tersebut.
"Polisi diberi kewenangan oleh UU untuk dipersenjatai tapi oleh sebab itu harus ada kebijakan, karena megang senjata itu nggak gampang diliat dari track record, psikolog, kesehatan, kemahiran. Maka ke depan senjata api ini kan bisa disalahgunakan bukan hanya oleh polisi atau oknum polisi itu, bisa juga disalahgunakan oleh keluarganya," kata Dimyati saat dihubungi, Jumat (26/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dimyati lalu memberi masukan agar ke depannya polisi tidak membawa senjata api setelah selesai bertugas. Dia menyebut lebih baik senjata api yang dipegang oleh polisi dikembalikan setiap harinya ke posko peralatan setelah selesai bertugas.
"Nah ini yang seyogyanya senjata api itu disimpan di posko, disimpan di posko itu di tempat peralatan senjata api dan wajib lapor ke bidang logistik kalau misal setelah bertugas kembalikan, setelah bertugas kembalikan, dihitung pelurunya setiap hari, ada yang hilang nggak satu, nggak boleh ada yang hilang," ucapnya.
Dimyati juga menyerankan agar senpi tidak dibawa pulang dan tidak semua satuan bisa menggunakan senjata api. Menurutnya hanya satuan-satuan tertentu seperti densus yang diperkenankan membawa senjata api.
"Nah bagian apa yang bisa pegang senpi, bagian tertentu di kepolisian wajib pegang senpi, jangan di bagian lantas misalnya, ada bidang tertentu boleh, jangan semua, seyogyanya nggak boleh dibawa pulang, kecuali orang-orang bidang tertentu, misalnya di bidang Densus 88, boleh, takut ada A, B, C, apa lagi misal ajudan kapolri itu siapa boleh saja, ajudan kapolda boleh pegang itu, tapi kalau poisi polisi tertentu, buat apa sih senpi mau nembak siapa? yang berhadapan dengan kriminal justice nah itu yang boleh," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Simak juga Video: Kapolri Siap Proses Pidana Oknum Polisi Jual Senjata ke KKB
Lebih lanjut, Dimyati menyebut senjata api di pihak kepolisian harus mulai diinvetarisir jumlahnya dan diperketat keluar-masuknya. Sebab, dia berpendapat senjata api lebih banyak mudarat daripada manfaatnya.
"Menurut saya lebih baik gitu, senjata api banyak mudharatnya daripada manfaatnya, lebih baik diperketat tidak semua petugas polisi boleh pegang snepi, harus betul-betul selektif bidang-bidang tertentu dipersenjatai, polisi kan udah dilatih bela diri, pegang tongkat aja orang ngeri, jadi harus betul betul selektif," ungkapnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meneken Surat Telegram (ST) Kapolri usai prajurit TNI beserta 3 orang lainnya ditembak Bripka CS, yang merupakan anggota Polsek Kalideres Jakarta Barat. Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono membenarkan keberadaan ST itu dengan harapan tidak terjadi lagi kejadian penembakan di Cengkareng.
"Iya betul, sebagai langkah antisipasi peristiwa serupa tak terjadi lagi, sekaligus untuk menjaga soliditas dengan TNI yang selama ini berjalan baik," ujar Argo saat dikonfirmasi, Kamis (25/2/2021).
Surat Telegram Kapolri itu bernomor ST/396/II/HUK.7.1./2021. ST tersebut ditandatangani oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono atas nama Kapolri.
Salah satu poin yang diatur dalam telegram itu yakni instruksi agar proses penggunaan senjata api bagi anggota Polri diperketat. Hanya polisi yang tidak bermasalah dan memenuhi syarat saja yang boleh menggunakan senpi.
"Memperketat proses pinjam pakai senpi dinas yang hanya diperuntukkan bagi anggota Polri yang memenuhi syarat dan tidak bermasalah serta terus memperkuat pengawasan dan pengendalian dalam penggunaannya," jelasnya.
"Memerintahkan para Kasatwil dan pengemban fungsi Propam untuk melaksanakan koordinasi dengan satuan TNI setempat dan POM TNI untuk terus mengantisipasi dan menyelesaikan perselisihan atau permasalahan antara anggota Polri dan TNI secara cepat, tepat, tuntas, dan berkeadilan," lanjut Sigit.