Sejak lima tahun ke belakang, Dede Koswara fokus bertani dan memasarkan labu siam ke beberapa daerah. Diakui petani muda asal Desa Cukanggenteng Kecamatan Pasirjambu, Bandung, Jawa Barat ini labu siam mendatangkan pendapatan tergolong besar baginya.
Bertani labu siam atau biasa disebut labu acar di Jawa Barat dilakoni Dede sejak lima tahun belakangan. Awalnya, ia mendapatkan pesanan labu siam dari seorang pedagang di Tanah Tinggi, Tangerang. Karena tak menanam labu acar lahannya sendiri, ia membeli labu dari beberapa petani di desanya lalu dikirim ke Tangerang.
Pesanan itu lantas berlanjut. Dari awalnya hanya satu kwintal, meningkat dua kali lipat hingga mencapai tonase. Dede pun akhirnya menanam labu di lahannya sendiri agar bisa memenuhi permintaan. Ia juga memperluas jaringan distribusinya ke kota-kota lain untuk menampung hasil panen labu dari para petani di wilayahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kapasitas produksi panenan makin banyak, saya kembangin buka cabang di Bogor, buka cabang lagi ke Kramat Jati, Cibitung, ke Jawa juga Cirebon, semua itu nyampe sekarang produksi ada naik turun lah," ungkap Dede kepada detikcom
Ayah dua orang anak ini menerangkan budidaya labu terbilang tak rumit. Dari awal tanam sampai masuk waktu panen pertama membutuhkan waktu hanya sekitar empat bulan. Setelah itu labu acar dapat dipanen dua hari sekali.
"Modal awal (tanam labu) itu sekitar Rp 15 juta untuk (lahan) 100 tumbak (1400 meter persegi). Setelah empat bulan bisa panen, setelah itu panen dua hari sekali," ungkapnya.
Dede memberikan simulasi, dari lahan 100 tumbak itu sudah bisa menghasilkan sekitar 200-300 kilogram labu acar setiap kali panen. Harga jual untuk labu acar berkisar Rp 2000-Rp 3000 per kilogram. Semakin besar lahan, maka pendapatan juga kian besar.
![]() |
Ia menambahkan ada empat tingkatan jenis labu. Tingkatan pertama ukuran paling kecil atau biasa disebut labu baby dihargai lebih mahal, sedangkan ukuran paling besar harganya malah semakin murah.
"Labu baby itu harganya lebih mahal. Misalnya harga baby itu Rp 4000, labu acar Rp 3500, yang lebih besar lagi Rp 3 ribu, dan yang jumbo Rp 2500," urai Dede.
"Nggak tahu persis ya kenapa (labu baby) lebih mahal. Setahu saya karena rasanya lebih enak dan segar. Karena labu yang besar itu bisa dibilang terlewat (tidak terpetik) di panen-panen sebelumnya," jelas Dede.
Selain menjual labu dari lahan pribadinya, ia masih tetap mengepul labu dari petani lain. Dikatakannya dalam sehari bisa mengirimkan 20-40 ton sehari. Omzet yang didapatkan pun tak main-main, mencapai Rp 50-100 juta per hari.
![]() |
Di tahun 2018 Dede membentuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Regge yang beranggotakan para pengepul atau disebut beci dan petani labu. Tahun lalu, Gapoktan Regge mendapatkan mendapatkan berbagai bantuan dari Bank BRI, seperti mesin cultivator, timbangan digital, tray, mesin sachen, dan sprayer.
Gapoktan tersebut juga mendapatkan bantuan modal demonstration plot (demplot) atau greenhouse untuk pengembangan komoditas paprika. Demplot paprika ini dibuat untuk memperluas diversifikasi pangan petani labu, agar mendapatkan peluang ekonomi tambahan.
"Kalau paprika menjanjikan karena di area Pasirjambu, Ciwidey masih jarang. Demplot paprika ini buat apa? buat pengembangan dari labu acar, (kalau penjualan) berkurang, ini pilihannya, supaya petani atau kelompok kita belajar lagi," kata Dede.
detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri.
(prf/ega)