Profesionalitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipertanyakan di kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) Corona karena tidak dipanggilnya Ihsan Yunus yang membuat kasus ini disebut terlantar. KPK membantah anggapan tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK terkait tidak sahnya penghentian penyidikan (SP3) soal kasus bansos Corona. Adapun gugatan itu dilayangkan karena MAKI menilai KPK tak kunjung memeriksa anggota DPR Ihsan Yunus.
MAKI menyebut penyidik KPK telah melakukan serangkaian kegiatan terkait Ihsan Yunus sebagaimana tersebut di atas. Meski demikian, hingga saat ini belum pernah diberitakan kegiatan pemanggilan dan pemeriksaan Ihsan Yunus sebagai saksi. MAKI menduga KPK tidak profesional karena tidak memanggil Ihsan Yunus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Patut diduga termohon tidak profesional dikarenakan tidak melakukan pemanggilan dan pemeriksaan Ihsan Yunus sebagai saksi atau setidak-tidaknya termohon diduga tidak memerintahkan penyidiknya untuk melakukan pemanggilan kepada Ihsan Yunus," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Jumat (19/2/2021).
Boyamin menambahkan, termohon KPK melalui Plt Jubir Ali Fikri memberikan rilis berita yang berisi KPK telah memanggil Ihsan Yunus. Namun kenyataannya adalah tidak ada bukti apapun telah terjadi pemanggilan kepada Ihsan Yunus.
"Sehingga nampak termohon tidak serius dan main-main menangani perkara korupsi penyaluran sembako Bansos Kemensos. Pemberian rilis oleh Plt Jubir KPK yang bahannya tidak sesuai kenyataan," ujarnya.
Gugatan praperadilan itu diajukan pada Jumat (19/2) siang ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain karena KPK belum memeriksa politikus PDIP Ihsan Yunus, gugatan itu diajukan karena MAKI menduga KPK menelantarkan izin penggeledahan dari Dewas KPK.
"MAKI (pemohon) telah melakukan pendaftaran gugatan Praperadilan melawan KPK (termohon) atas telantarnya penanganan perkara korupsi bansos sembako Kemensos dikarenakan tidak melakukan seluruh izin penggeledahan dari Dewas KPK (sekitar 20 izin) dan tidak melakukan pemanggilan terhadap Ihsan Yunus," kata Boyamin.
Boyamin dalam dalilnya menuturkan KPK dalam kasus korupsi dana bantuan sosial Kementerian Sosial dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 telah menetapkan lima tersangka, sebagai penerima Juliari Peter Batubara, Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, dan sebagai pemberi Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Sidabuke.
Simak video 'Penyerahan Duit Ratusan Juta di Rekonstruksi Kasus Bansos Corona':
Seperti apa sanggahan KPK atas pernyataan MAKI? Simak di halaman selanjutnya...
KPK menanggapi gugatan praperadilan dari MAKI terkait tidak sahnya penghentian penyidikan penanganan korupsi bansos Corona. KPK membantah menelantarkan penyidikan kasus tersebut.
"Kami tegaskan sama sekali tidak ada penghentian penyidikan untuk penanganan perkara dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (19/2).
Ali menjelaskan bahwa proses penyidikan perkara korupsi bansos masih terus dilakukan. Di antaranya, KPK masih terus melakukan pemanggilan saksi dan penggeledahan untuk melengkapi pembuktian unsur pasal dalam berkas perkara.
"Penggeledahan maupun pemanggilan seseorang sebagai saksi adalah kebutuhan penyidikan bukan karena ada permintaan maupun desakan pihak lain," ucap Ali.
Ali menyebut penggeledahan merupakan bagian dari strategi penyidikan dalam upaya pencarian kelengkapan alat bukti. Sehingga, kata dia, mengenai tempat dan waktu kegiatan termasuk informasi yang dikecualikan menurut Undang-Undang.
Dalam kasus ini, Juliari P Batubara ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus korupsi bansos Corona. Dia dijerat bersama empat orang lainnya, yaitu Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian IM, dan Harry Sidabuke.
Dua nama awal merupakan pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemensos. Sedangkan dua nama selanjutnya adalah pihak swasta sebagai vendor pengadaan bansos.
KPK menduga Juliari menerima jatah Rp 10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp 300 ribu per paket. Total setidaknya KPK menduga Juliari Batubara sudah menerima Rp 8,2 miliar dan Rp 8,8 miliar.
Progres penanganan kasus bansos Corona oleh KPK di halaman berikutnya...
Pada perkembangan terkini, penyidik KPK menggeledah dua kantor perusahaan terkait kasus korupsi bantuan sosial atau bansos Corona. Dalam penggeledahan itu, diamankan sejumlah dokumen dan alat elektronik yang terkait dengan perkara.
Plt Juri Bicara KPK Ali Fikri mengatakan penggeledahan di lakukan pada Kamis (18/2) kemarin. Dua lokasi penggeledahan itu ada di kawasan Bekasi, Jawa Barat, dan Jakarta.
"Barang bukti yang diamankan di antaranya berbagai dokumen dan alat elektronik yang terkait dengan perkara," kata Ali kepada wartawan, Jumat (19/2).
Pada hari Jumat, KPK juga memeriksa operator Ihsan Yunus Agustri Yogasmara alias Yogas. Usai diperiksa, ia menepis temuan rekonstruksi penyidik KPK terkait kasus korupsi bansos Corona. Bahkan dia membawa-bawa surga jika dirinya tidak menerima duit dan sepeda Brompton seperti dalam rekonstruksi.
Yogas tiba-tiba mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, sore tadi. Dia mengaku menyerahkan dokumen, tapi tidak mau menyebut dokumen terkait apa.
"Ada, janganlah. Bukan, bukan (dokumen terkait bansos)," ucap Yogas kepada wartawan sambil meninggalkan gedung KPK, Jumat (19/2).
KPK juga turut memeriksa Ketua DPC PDIP Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Akhmat Suyuti. KPK mendalami soal pengembalian sejumlah uang yang diterima Akhmat dari mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara (JPB) dalam perkara korupsi tersebut.
Pemeriksaan terhadap Akhmat dilakukan oleh penyidik KPK pada hari ini. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Matheus Joko Santoso.
"Akhmat Suyuti (Ketua DPC PDIP Kab. Kendal) didalami pengetahuannya terkait dengan adanya pengembalian sejumlah uang oleh saksi yang diduga diterima dari tersangka JPB melalui perantaraan pihak lain," kata Ali Fikri.