Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, menjelaskan perihal fenomena reinfeksi pada penyintas COVID-19. Wiku mengatakan hal itu memang memungkinkan.
Hal itu disampaikan Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube Setpres, Kamis (18/2/2021). Wiku mulanya menjelaskan, saat manusia terpapar virus, sistem imun di dalam tubuh akan menghancurkan virus tersebut.
"Secara fisiologis, saat benda asing, baik mikroorganisme, bakteri, ataupun virus, masuk ke dalam tubuh manusia, maka tubuh memiliki mekanisme pertahanan atau sistem imun untuk menghancurkan benda asing tersebut, agar tidak membahayakan tubuh, Saat virus COVID-19 mencoba memasuki tubuh manusia, maka sistem tubuh imun tubuh manusia akan menghancurkan virus COVID-19," tutur Wiku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, kata Wiku, mekanisme pertahanan tersebut hanya berhasil jika imunitas seseorang dalam keadaan optimal. Jika tidak, orang tersebut akan lebih mudah terpapar dan virus Corona pun bisa memperbanyak diri di dalam tubuh.
"Dengan catatan hal ini akan terjadi jika imunitas seseorang dalam keadaan optimal dan jika tidak maka seseorang akan mudah lebih mudah jatuh sakit. Saat seseorang jatuh sakit maka benda asing yang masuk tersebut akan bisa memperbanyak diri dalam tubuh manusia. Begitu pula dengan virus COVID-19, selama masa infeksi tubuh merespons dengan menghasilkan sel-sel darah putih salah satunya adalah sel b yang memproduksi antibodi sehingga seseorang yang dapat kebal di kemudian hari jika akan terpapar benda asing serupa atau virus tersebut," papar dia.
Wiku kemudian menjelaskan bahwa kasus reinfeksi COVID-19 memang telah dilaporkan sejumlah negara. Namun hingga saat ini belum ada hasil studi yang bisa menjawab dengan tegas persoalan tersebut. Apalagi Virus SARS-CoV-2 merupakan tipe virus baru.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Kendati demikian, Wiku melanjutkan, pada prinsipnya antibodi yang terbentuk oleh seseorang yang pernah terpapar virus memiliki efektivitas yang berbeda, baik dari kadar maupun jangka waktunya.
"Berdasarkan data kasus di berbagai negara, termasuk Indonesia, telah ditemukan kejadian reinfeksi atau terpaparnya kembali seseorang yang telah dinyatakan sembuh dari sebuah penyakit dan terinfeksi. Pada prinsipnya, infeksi pada setiap orang menimbulkan efektivitas antibodi yang berbeda, baik kadar maupun jangka waktunya," jelasnya.
"Virus SARS-CoV-2 adalah tipe virus Corona yang baru, sehingga pertanyaan terkait imunitas yang terbentuk setelah terpapar masih menjadi tanda tanya bagi para ilmuwan sehingga hasil studi tersebut masih sangat dinamis dengan banyaknya penelitian lain yang serupa," lanjutnya.
Lebih lanjut, Wiku mengungkapkan, Hong Kong Medical Journal yang diterbitkan pada 2020 telah menginformasikan beberapa hal yang bisa menyebabkan penyintas COVID-19 terinfeksi kembali. Salah satunya karena virus tersebut masih bersembunyi di dalam tubuh.
"Perlu diingat, reinfeksi ini dapat terjadi karena hal-hal seperti diinformasikan dari Hong Kong Medical Journal tahun 2020 karena virus masih bersembunyi di dalam tubuh. Yang kedua, kontaminasi silang dari strange virus lainnya. Bisa juga karena hasil pemeriksaan pasien positif palsu atau false positive dan yang terakhir adalah hal tersebut bergantung pada upaya kita," kata Wiku