Positivity rate Corona di Indonesia mengalami kenaikan. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin angkat bicara penyebab tingginya positivity rate serta faktor yang diduga mempengaruhinya.
Pernyataan ini disampaikan BGS, sapaan Budi, merespons positivity rate Corona yang mencapai angka 18,4 persen per hari Selasa (16/2/2021). Padahal, menurut standar WHO, ambang batas positivity rate Corona adalah 5 persen.
BGS mengatakan tingginya positivity rate Corona terjadi karena pada masa libur atau libur panjang, jumlah orang yang dites lebih sedikit sehingga angka positivity rate menjadi tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak yang bertanya mengenai positivity rate tinggi akhir-akhir. Memang positivity rate tinggi, khususnya di hari libur jumlah yang dites turun, akibatnya kasus terkonfirmasi juga turun dan positivity rate naik," kata BGS dalam konferensi pers virtual di akun YouTube Kemenkes, Rabu (17/2/2021).
"Even (bahkan) dalam kondisi normal, angka positivity rate di Indonesia pada kisaran 20-an ini masih tinggi. Harusnya positivity rate yang bagus di bawah 5 (persen). Kami analisa apakah positivity rate tinggi karena masalah lonjakan confirmed case di Indonesia," ujar BGS.
BGS mencontohkan tingginya positivity rate Corona pada masa libur tahun baru 2021. Kemudian pada akhir pekan 10-11 Januari, 17-18 Januari, hingga 31 Januari-1 Februari.
"Dari data positivity rate dan juga data kasus, untuk setiap liburan selalu turun. Misalnya 1 sampai 4 Januari, jumlah testing-nya rendah, jumlah positivity rate tanggal 1, tanggal 2 tinggi. kita lihat tanggal 10-11 Januari, itu weekend, positivity rate-nya naik, kemudian turun lagi. Kita lihat tanggal 17-18 Januari, itu weekend, testing turun, positivity rate naik," paparnya.
Cara menghitung positivity rate Corona adalah jumlah total kasus positif Corona dibagi dengan jumlah orang yang dites dan dikalikan 100. Nah yang terakhir, periode libur panjang adalah pada saat libur Imlek.
"Karena setiap hari libur, jumlah testing-nya turun, sehingga penyebutnya turun, positivity rate-nya naik. Kebetulan di empat hari terakhir ini karena liburannya agak panjang, libur Imlek, makanya kemudian positivity rate naik terus," kata BGS.
Lalu, apa saja hipotesis yang mempengaruhi positivity rate Corona di Indonesia? Simak di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Waspada! Positivity Rate Corona di Indonesia Meningkat Jadi 18,1%':
BGS mengungkapkan positivity rate Corona di Indonesia masih abnormal. Pihaknya mengantongi 3 dugaan awal.
"Kapan (pandemi) ini akan selesai dan kenapa positivity rate kita tinggi? Buat saya, sekarang masih terlalu dini untuk saya mengambil kesimpulan. Mengapa? Data positivity rate kita ini abnormal, tinggi sekali, sehingga ada tiga hipotesa yang kita cek dan perbaiki dulu," kata BGS.
Tiga hipotesis awal yang mempengaruhi positivity rate Corona adalah:
1. Jumlah orang yang diperiksa yang bergantung kepada kapasitas pemeriksaan
2. Target orang yang diperiksa yang bergantung prioritas pemeriksaan
3. Pelaporan hasil lab
"Kami amati bahwa banyak data mengenai hasil tes PCR, kalau sifatnya negatif belum dikirim ke pusat sehingga data yang kami terima, data yang positif. Mengapa data negatif tidak dimasukkan? setelah kami cek di rumah sakit dan beberapa laboratorium, karena jumlah datanya demikian banyak dan juga user interface, cara memasukkan ke sistem aplikasi masih rumit, itu mengakibatkan banyak lab yang memasukkan data yang positif dulu, sehingga data yang negatif belum dimasukkan," kata BGS.
BGS juga mengungkapkan masih banyaknya laboratorium PCR yang belum disiplin memasukkan data jumlah tes COVID-19. Untuk itu, Kemenkes akan berkomunikasi dengan laboratorium tersebut.
"Kami lihat banyak lab yang belum konsisten memasukkan laporannya. Itu hipotesa ke-3. Kita lebih komunikasi dengan lab PCR di seluruh Indonesia untuk memastikan agar mereka disiplin dan memasukkan data yang lengkap dan on time. Dengan demikian, kita bisa melihat data positivity rate yang sebenarnya sehingga kita bisa mengambil keputusan kebijakan yang tepat," ujar BGS.
BGS juga menjelaskan peningkatan positivity rate Corona terjadi karena memang jumlah tes yang berkurang akibat libur Imlek. Namun ia membantah baha tingginya positivity rate ini pertanda adanya tren kenaikan kasus COVID-19.
"Kami double check dengan data yang ada di rumah sakit. Untuk memastikan apakah penurunan kasus konfirmasi benar-benar terjadi atau karena memang jumlah tesnya yang turun karena kebetulan empat hari terakhir banyak orang libur," katanya.
Lalu, apa saja langkah pemerintah menurunkan positivity rate Corona?
Dalam slide yang ditampilkan, berikut ini strategi yang akan dilakukan:
1. Meningkatkan jumlah pemeriksaan
- Menggunakan rapid antigen untuk pelacakan kontak dan diagnosis
- Scaling up akses dan waktu tunggu pemeriksaan nucleic acid amplification test (NAAT)
2. Memperluas cakupan target pemeriksaan
- Mewajibkan semua kontak erat dan suspek untuk diperiksa
3. Meningkatkan pelaporan hasil lab
- Meningkatkan reliabilitas dan inerkonektivitas informasi COVID-19
- Mendorong kepatuhan input data
Di samping itu, pemerintah akan memasukkan hasil rapid test antigen ke laporan harian COVID-19. Yang dimasukkan ke laporan jika hasilnya reaktif COVID-19.
"Memang di aplikasi awal, kita hanya bisa menampung tes PCR, tetapi karena Keputusan Menteri Kesehatan di awal minggu lalu, tes antigen kalau itu positif untuk suspek, bisa kita masukkan sebagai konfirmasi positif. Sekarang sistem sudah disiapkan, sedang dites, diharapkan minggu selesai sehingga antigen bisa masuk ke laporan harian kita," jelas BGS.