Anggota Komisi III Fraksi PDIP, Arteria Dahlan mengingatkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej untuk tidak mengintervensi hukum. Hal itu disampaikan Arteria karena Edward Omar menyatakan eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara layak dituntut mati karena terlibat korupsi di saat pandemi COVID-19.
"Harus kita pahami Indonesia adalah negara hukum, aparat penegak hukum saat ini sedang melakukan giat penegakan hukum, kita sebagai warga negara yang baik tentunya harus menghormati proses hukum. Pimpinan kementerian lembaga harus menjadi contoh bagi warga negara, harusnya lebih menghormati proses hukum, lebih mengedepankan asas praduga tak bersalah, menunggu fakta persidangan," kata Arteria saat dihubungi, Rabu (17/2/2021).
"Kemudian melihat secara cermat, hikmat, kemudian memberikan ruang seluas luasnya secara mandiri kepada majelis hakim pemeriksa perkara untuk memberikan keadilan melalui vonis hakim nantinya," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Arteria menyinggung Edward Omar yang memilki jabatan di pemerintahan. Menurutnya secara etika kelembagaan, omongan Edward Omar yang saat ini menjabat sebagai wamenkumham soal hukuman mati bisa ditafsirkan sebagai intervensi hukum.
"Jangan sampai akan menjadikan tafsir baru sehingga dikesankan pejabat lembaga eksekutif mengintervensi proses penegakan hukum. Harusnya beliau lebih hati-hati, berdisiplin berbicara, sebab bagaimana kami diajarkan di partai untuk berdisiplin berbicara, bersikap dan bertutur kata. Pak Wamen (wamenkumham) kan bukan jadi pengamat saat ini, Pak Wamen saat ini sebagai wamen yang mewakili dan merepresentasi institusi Kum HAM dan pemerintah," ucapnya.
Kemudian, Arteria juga menanggapi materi muatan yang ada pada UU Tipikor Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2. Menurutnya dalam kedua ayat tersebut tidak tepat jika terdakwa dikatakan sudah pasti dihukum mati.
"Secara materi muatannya juga belum sepenuhnya tepat untuk dilakukan hukuman mati, gitu, karena Pasal 2 ayat 2 itu mensyaratkan juga terpenuhinya juga Pasal 2 ayat 1. Setelah terpenuhinya Pasal 2 ayat 1 itu pun dikatakan 'dapat dihukum mati', jadi nggak langsung dihukum mati," ujarnya.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga 'Soal Hukuman Mati Koruptor Bansos, Calon Hakim Agung: Itu Boleh!':
Lebih lanjut, Arteria juga menganalogikan kasus korupsi bansos yang menimpa Julari Batubara seperti yang diungkit Wamenkumham Edward Omar. Dia berpendapat kasus yang menimpa Juliari lebih kepada permainan kualitas sembako sehingga jumlah yang diberikan ke masyarakat tetap sama.
"Misalnya begini, pada saat itu ada sembako seribu, rakyat kelaparan, dibagiin cuma 100 atau cuma 500 sehingga rakyatnya yang yang kelaparan tidak bisa menerima makanan itu bisa hukum mati. Sekarang kan sembakonya jumlahnya sama cuma kualitasnya yang kurang, harus dicermati makanya kita juga jangan terlalu prematur memberikan statement, apa lagi statement dalam bentuk vonis," jelasnya.
Kemudian Arteria juga berbicara terkait perspektif penghukuman. Dia mengambil contoh selama ini hukuman mati yang diterapkan kepada pelaku narkoba juga tidak efektif.
"Apakah hukuman mati menjadi solusi? Tidak, saya katakan narkoba aja berapa banyak yang dihukum mati? Itu habis divonis mati juga nggak dibuat mati, orang pada PK, PK lagi, PK lagi. PK berkali-kali, menjadi polemik. Kita ini memberikan sanksi bagian daripada mekanisme pembinaan kepada warga binaan bukan penghukuman atau membuat dia mati, gitu. Kita minta perspektif penghukuman juga harus ini, apa lagi beliau adalah wakil menteri kum HAM," ungkapnya.
Seperti diketahui, Edward Omar Sharif Hiariej sempat menilai Edhy Prabowo dan Juliari Batubara layak dituntut hukuman mati. Sebab, kedua mantan menteri itu melakukan korupsi di saat pandemi COVID-19.
"Kedua kasus korupsi yang terjadi pada era pandemi, seperti misalnya kita ketahui bersama misalnya bahwa dua mantan menteri terkena OTT KPK pada akhir tahun 2020. Yang satu pada bulan akhir November, yang satu pada 4 Desember. Bagi saya, kedua mantan menteri ini melakukan perbuatan korupsi yang kemudian kena OTT KPK, bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi, yang mana pemberatannya sampai pidana mati," ujar Omar, Selasa (16/2).
(maa/aud)