Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka peluang UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk direvisi. Jauh sebelumnya, Waketum Partai Gerindra Habiburokhman pernah menggugat UU ITE itu ke Mahkamah Konstitusi (MK), tapi kandas.
Berdasarkan Putusan MK Nomor 76/PUU-XV/2017 yang dikutip detikcom, Selasa (16/2/2021), kala itu Habiburokhman menggugat UU ITE bersama Asma Dewi. Keduanya menggugat Pasal 28 ayat (2) dan 45A ayat (2) UU ITE yang dinilai berpotensi dijadikan alat untuk mengkriminalisasi dalam mengeluarkan pendapat karena ketidakjelasan definisi dalam kata 'antargolongan'.
Pasal 45A ayat 2 UU ITE berbunyi:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargalongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Alasan Habiburokhman, dia kerap mengeluarkan pendapat, baik melalui media massa mainstream, seperti koran, radio, dan televisi; maupun melalui media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Adapun Asma Dewi kerap mengeluarkan pendapat melalui akun media sosial Facebook.
"Pendapat yang dinyatakan para Pemohon kerap berupa kritik para Pemohon kepada pemerintah mengenai berbagai hal yang menurut para Pemohon harus diperbaiki," kata Habiburokhman dalam gugatannya.
Menurut Habiburokhman dan Asma Dewi, Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE tidak jelas apa balasannya sehingga dalam penerapannya bisa diartikan sangat luas menjadi kelompok apa pun yang ada dalam masyarakat, baik yang bersifat formal maupun nonformal. Ketidakjelasan batasan istilah 'antargolongan' ini sudah beberapa kali aktivis yang mengeluarkan pendapat berupa kritik kepada pemerintah melalui media sosial dilaporkan melanggar Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE.
'Meskipun aktivis tersebut tidak membuat pernyataan yang menimbulkan kebencian berdasarkan suku, agama, dan ras, namun dia dituduh menyebabkan kebencian berdasarkan golongan," ucap Habiburokhman.
Tapi apa daya, argumen Habiburokhman ditolak 9 hakim konstitusi.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap majelis MK, pada 28 Maret 2018.
MK berpendapat kekhawatiran Habiburokhman dan Asma Dewi tidak beralasan menurut hukum. Sebab, hukum, khususnya hukum pidana, diciptakan bukan untuk melindungi sifat maupun tindakan/perbuatan jahat.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Lihat Video "Jokowi: Kalau UU ITE Tak Bisa Beri Keadilan, Saya Minta DPR Revisi":