Jokowi Dorong Revisi UU ITE, PKS Ungkit Kasus Mimpi Haikal Hassan

Jokowi Dorong Revisi UU ITE, PKS Ungkit Kasus Mimpi Haikal Hassan

Matius Alfons - detikNews
Selasa, 16 Feb 2021 12:48 WIB
Achmad Dimyati Natakusumah.
Achmad Dimyati Natakusumah. (Screenshot YouTube DPR RI)
Jakarta -

PKS mendukung Presiden Jokowi yang membuka peluang untuk melakukan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). PKS lantas menyinggung sejumlah kasus yang menurutnya dikenai pasal yang belum jelas.

Anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Achmad Dimyati Natakusumah, menyebut memang ada sejumlah pasal dalam UU ITE yang bersifat 'karet'. Artinya, kata dia, penerapan pasal ITE tidak pasti.

"Jadi UU ITE itu memang banyak problem terkait dengan pasal-pasalnya, jadi banyak sekali pasal karet dalam UU ITE yang bisa akhirnya digunakan dan bisa tidak gitu, cuma yang harus direvisi," kata Dimyati saat dihubungi, Selasa (16/2/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dimyati lantas menyoroti sejumlah pasal dalam UU ITE itu, seperti Pasal 26 ayat 3, terkait penghapusan informasi tidak relevan, Pasal 27 ayat 1 tentang asusila, Pasal 28 tentang ujaran kebencian, Pasal 29 tentang ancaman kekerasan, Pasal 36 tentang kerugian, Pasal 40 ayat 2 tentang muatan yang dilarang, hingga Pasal 47 ayat 2 tentang pemutusan akses.

Sejumlah pasal itulah yang menurutnya belum pasti dan kerap membatasi kebebasan orang dalam berpendapat hingga melakukan kritik.

ADVERTISEMENT

"Polisi mah nggak salah, mereka yang menindak karena ada UU-nya, ada payung hukumnya, maka seyogianya supaya untuk tidak debatable, supaya negara ini lebih demokratis, lebih terbuka, lebih bebas imajinasi, bebas berpendapat, bebas mengkritik, nah itu yang harus memang direvisi," ucapnya.

Dimyati lalu menyoroti sejumlah kasus yang sempat ramai di tengah masyarakat. Salah satunya persoalan mimpi Haikal Hassan atau Babe Haikal, yang sempat diadukan ke pihak kepolisian.

"Ya ada contoh mimpi itu jadi diadukan, mimpinya Babe Haikal, masa orang mimpi dimasalahin, tapi dalam UU ITE boleh itu, orang yang merasa dia pengekspos dan dianggap ini adalah UU ITE melanggar UU ITE, maka itu boleh, tapi si polisi selektif, maka yang harus diubah UU-nya," ujarnya.

Dimyati mengatakan, dalam kasus tersebut, pelapor, terlapor, hingga penegak hukum sebetulnya tidak melakukan kesalahan. Menurutnya, kesalahan ada pada UU ITE yang berlaku, sehingga membuat penegak hukum terkesan melakukan abuse of power.

"Yang melaporkan tidak salah, yang dilaporkan tidak salah, yang memeriksa tidak salah, yang salah siapa? UU-nya, UU-nya terlalu protektif, UU tujuannya baik tapi terlalu protektif dan disalahgunakan akhirnya, yang kasihan siapa? Para penegak hukum, dianggap tebang pilih, abuse of power, tidak equality before the law, tidak supreme of law, tidak due process of law, ini yang problem," sebutnya.

Lebih lanjut, Dimyati juga menyinggung kasus pencemaran nama baik yang pernah menimpa Prita Mulyasari lantaran mengeluhkan pelayanan RS Omni International Alam Sutera. Saat itu, Prita mempersoalkan dirinya yang tak kunjung sembuh dari penyakit demam berdarah saat dirawat di RS tersebut.

"Kasus apa lagi, kasus Prita, banyak, itu yang dulu apa ya yang masalah (RS) Omni, Prita itu dicek lagi, sesudah ITE apa belum itu, banyak kasus-kasus lainnya, tapi yang jelas kasus Babe Haikal itulah yang mimpi, ya tapi yang dilaporkan itu mimpinya diekspos kan, jadi dianggap melanggar, ya nggak apa apa wong itu tulisan. (Misal) saya bermimpi ketemu ini, saya bermimpi ketemu Hitler masa (dilaporkan), itu diekspos sama saya, ya nggak apa itu kan kreasi. Nah yang jadi problem ini akan mematahkan kreativitas kepentingan berpendapat, mematikan juga medsos, nah sekarang dikit dikit diblokir, problem ini," jelasnya.

Simak berita selengkapnya di halaman berikut

Tonton Video0 "Jokowi: Kalau UU ITE Tak Bisa Beri Keadilan, Saya Minta DPR Revisi":

[Gambas:Video 20detik]



Dihubungi terpisah, Ketua DPP PKS, Sukamta, juga menyinggung salah satu pasal dalam UU ITE. Dia menyebut pasal 27 ayat 3 terkait pencemaran nama baik yang kerap digunakan untuk memenjarakan orang.

"Pada implementasinya, ternyata masih banyak proses hukum kasus pencemaran nama baik di lapangan yang tidak sesuai dengan spirit revisi tersebut. Malah terakhir kriminalisasi melebar ke pasal-pasal lain seperti pasal soal hoax dan pasal keonaran yang juga dianggap pasal karet," ujarnya.

"Kalau perlu pasal-pasal yang menjadi pasal karet itu dihapus saja, yang paling sering dipakai untuk membuat orang menjadi tersangka antara lain soal pencemaran nama baik, pasal 27 (3)," sambungnya.

Sebelumnya, Jokowi bicara soal UU ITE yang banyak disorot. Jokowi mengatakan bakal mengajukan revisi UU ITE ke DPR jika UU tersebut dinilai tak bisa memberi keadilan.

Hal itu disampaikan Jokowi saat pengarahan kepada Peserta Rapim TNI-Polri. Dia mengatakan revisi bakal diajukan untuk menghapuskan pasal-pasal yang dianggap sebagai 'pasal karet'.

"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta pada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini," kata Jokowi seperti dilihat dalam channel YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/2).

Dalam arahannya tersebut, Jokowi meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo selektif dalam menerima laporan warga. Menurut Jokowi, saat ini warga saling lapor menggunakan UU ITE.

Selain itu, Jokowi meminta Polri membuat pedoman UU ITE agar pasal-pasal yang ada di dalamnya tidak multitafsir.

Halaman 2 dari 2
(maa/eva)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads