PKB menanggapi Jusuf Kalla (JK) yang sempat mempertanyakan cara melakukan kritik ke pemerintah tanpa dipolisikan. PKB menilai kritik saat ini lebih masif tapi cenderung berisi hujatan.
"Zaman Orde Lama dan Orde Baru, kritik pada pemerintah tidak dilakukan setiap hari dan massif. Zaman sekarang sangat masif dan bisa tiap hari. Bahkan cenderung bukan lagi kritik tapi hujatan yang tanpa dasar," kata Ketua DPP PKB Faisol Riza saat dihubungi, Senin (15/2/2021).
Faisol mengatakan hal tersebut biasa terjadi saat ini. Dia pun menilai proses hukum terhadap kritik yang berisi hujatan memang seharusnya diterapkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira biasa saja dan ini terus menjadi pelajaran untuk demokrasi kita. Justru saya melihat bagus karena ada proses hukum," ucapnya.
Kemudian, Ketua Komisi VI DPR RI ini juga menyinggung soal kritik kepada pemerintah. Seharusnya, kata dia, pemerintah berterima kasih jika ada kritik positif yang diarahkan kepada pemerintah.
"Hujatan tentu tidak dibenarkan. Kalau kritiknya untuk kebaikan bangsa justru pemerintah harus berterima kasih," ujarnya.
Terpisah, anggota Komisi III dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid mengatakan kritik saat ini cenderung membuka aib. Bahkan, kata dia, kritik saat ini justru membuat jarak antara pemerintah dan warga negara.
"Kami melihatnya sedih, ini semua seakan menjadi tanda defisit kehangatan dan keakraban sesama warga dan pemimpin negara. Saling mengumbar kritik yang cenderung membuka aib dan kelemahan. Kritik tidak dilarang namun tetap dalam semangat kehangatan bukan membangun jarak apalagi dilandasi rasa benci," ungkap Jazilul.
Jazilul juga menilai kritik saat ini seperti kekanak-kanakan lantaran semua pihak ingin menang sendiri.
"Kelihatannya seperti model kritik kekanak-kanakan, semuanya ingin benar sendiri, bahkan ingin menang sendiri. Yang saya tahu. Kritik itu nasehat saling membenarkan bukan saling lempar tuduhan dan menyalah-nyalahkan," sebutnya.
Simak pernyataan JK soal cara mengkritik tanpa dipolisikan di halaman berikutnya.
Sebelumnya, Wapres ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) mempertanyakan bagaimana cara masyarakat melakukan kritik pemerintah tanpa harus dipanggil polisi. Pernyataan JK ini disampaikan merespons Jokowi yang meminta masyarakat lebih aktif mengkritik.
"Walaupun dikritik berbagai-bagai beberapa hari lalu, Bapak Presiden mengumumkan silakan kritik pemerintah. Tentu banyak yang ingin melihatnya, bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi seperti yang dikeluhkan oleh Pak Kwik atau siapa saja. Tentu itu menjadi bagian daripada upaya kita semua," kata JK dalam diskusi virtual di kanal PKSTVRI seperti dilihat detikcom, Sabtu (13/2).
JK mengajak semua stakeholder terkait lebih mengutamakan kepentingan masyarakat di atas segalanya. Ketua PMI itu pun meminta hak-hak masyarakat tetap terjaga demi menjaga iklim demokrasi yang baik.
"Karena itu, kita harus menjaga kepentingan masyarakat, untuk ada tetap menjaga dari rakyat harus melihat pelaksanaan pemerintah yang baik secara demokratis, hak-hak terjaga tapi juga ingin manfaatnya boleh saja demokrasi berjalan tanpa manfaat untuk rakyat itu tidak terjadi, maka demokrasi tidak berjalan dengan baik," tandasnya.
Secara terpisah, tenaga ahli KSP Ade Irfan Pulungan angkat bicara terkait pernyataan JK. Menurutnya, JK terlihat seolah-olah ingin memanas-manasi keadaan.
Ade Irfan menyebut JK perlu membedakan antara kritik dan hujatan. Dia juga mempertanyakan cara berpikir JK terkait statement yang mempertanyakan cara kritik.
"Jadi sangat ironis sekali saya katakan, jika Pak Jusuf Kalla menyampaikan itu, dan disampaikannya dalam forum suatu partai, sepertinya dia ingin memanas-manasi atau memprovokasi keadaan untuk bisa memberikan arah kepada partai tersebut," ujar Ade Irfan saat dihubungi, Sabtu (13/2).