Transparency International Indonesia (TII) menyoroti komitmen pemberantasan korupsi di era Presiden Joko Widodo (Jokowi). TII menilai pemberantasan korupsi era Jokowi belum signifikan.
Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko membeberkan IPK era Jokowi mulai dari tahun pertama Jokowi menjabat presiden. Menurutnya, dalam 6 tahun kepemimpinan Jokowi, belum ada kenaikan yang signifikan.
"Kalau dilihat bahwa regresinya kenaikannya tidak signifikan, misalnya 2015 pertama menjabat diskor 36, 2016, 2017 di 37 stagnan, naik 1 poin di 2018, naik 2 poin 40 di 2019 dan turun 3 poin di 2020," kata Wawan dalam diskusi online yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), Rabu (10/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya kita bisa melihat bahwa komitmen pemberantasan korupsi bagi rezim Jokowi di dua periode ini patut dicatat. Kalau saya sih mau bilang begini, ya komitmen di atas kertas saja," tambah Wawan.
Dia menyebut komitmen pemberantasan korupsi era Jokowi hanya di atas kertas karena berdasarkan catatan IPK yang tidak banyak berubah. Berdasarkan catatan Wawan, kenaikan IPK Indonesia hanya 0,1 persen.
"Artinya pemerintahan Jokowi di angka 37 itu. Karena selain mean, ada juga modus dan median, kalau orang statistik bilang. Jadi angka yang sering muncul itu 37, 37 inilah sebenarnya, di situlah situasinya," ucapnya.
Seperti diketahui, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruptions Perceptions Index (CPI) Indonesia untuk tahun 2020 turun jauh dibanding pada 2019. Indeks Persepsi Indonesia turun 3 poin dari 2019 yang mendapat skor 40.
Melorotnya skor IPK itu membuat peringkat Indonesia juga turun drastis dari posisi 85 ke 102 dari 180 negara. Indonesia tercatat pada peringkat yang sama dengan Gambia.
"CPI Indonesia tahun 2020 ini kita berada pada skor 37 dengan rangking 102 dan skor ini turun tiga poin dari tahun 2019 lalu. Jika tahun 2019 lalu kita berada pada skor 40 dan rangking 85, ini 2020 berada diskor 37 dan rangking 102," kata peneliti TII Wawan Suyatmiko, dalam Peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2020 yang disiarkan secara virtual, Kamis (28/1).
Jokowi Minta Masyarakat Aktif Sampaikan Kritik
Presiden Jokowi sempat bicara soal kritik saat menerima laporan tahunan Ombudsman pada Senin (8/2/2021). Jokowi kala itu mendorong masyarakat lebih aktif melaporkan kritik dan potensi maladministrasi pelayanan publik.
"Semua pihak harus menjadi bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik. Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi maladministrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," ujar Jokowi.
Pihak Istana juga menekankan mengenai pentingnya kritik dan saran bagi pemerintah. Seskab Pramono Anung mengatakan kritik yang keras dan terbuka akan membuat pembangunan lebih terarah.
"Sebagai negara demokrasi, kebebasan pers merupakan tiang utama untuk menjaga demokrasi tetap berlangsung. Bagi pemerintah, kebebasan pers adalah sesuatu yang wajib dijaga dan bagi pemerintah kebebasan pers, kritik, saran, masukan itu seperti jamu, menguatkan pemerintah. Dan kita memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar," kata Pramono saat menyampaikan ucapan selamat Hari Pers Nasional 2021 seperti ditayangkan akun YouTube Sekretariat Kabinet, Selasa (9/2/2021).