Ahli virologi dari Universitas Udayana, Profesor I Gusti Ngurah Mahardika, membantah statement Guru Besar Biologi Molekuler Universitas Airlangga, Profesor Chaerul Anwar Nidom, bahwa COVID-19 buatan manusia. Mahardika memastikan virus Corona yang ada saat ini muncul dari alam.
Awalnya Mahardika menjelaskan terkait isu COVID-19 buatan manusia memang pernah muncul pada awal pandemi. Namun belakangan, dia memastikan, berdasarkan penelitian dan investigasi WHO di Cina, virus Corona bukanlah hasil rekayasa laboratorium.
"Pertama, itu isu sudah dari awal COVID-19 itu sudah keluar isu bahwa itu buatan, kemudian WHO baru-baru ini bisa masuk ke Cina dan melakukan investigasi di Labuhan dan sudah dirilis beritanya dimana-mana bahwa WHO simpulkan itu bukan hasil rekayasa lab," kata Mahardika saat dihubungi detikcom, Rabu (10/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Tim Pakar Bidang Medis di Satgas COVID-19 ini juga menjelaskan soal adanya kedekatan virus Corona dengan virus kelelawar yang ditemukan pada 2013. Meski ada kedekatan, menurutnya, tetap ada 1.100 titik gen yang berbeda dengan virus kelelawar tersebut.
"Nah itu informasinya dulu, nah sekarang dari informasi yang saya miliki secara virologi kebetulan bidang ilmu saya itu, ini virus COVID-19 ini paling dekat dengan virus kelelawar yang diketemukan tahun 2013 di Cina, tapi kemudian uniknya virus ini kan virusnya besar, secara genetik dia terdiri dari 30 ribu basa gennya dia, dan virus COVID-19 berbeda dengan virus kelelawar itu di 1.100 titik gen itu, jadi 1.100/30 ribu itu jadi kurang dari 1 persen, jadi sangat kecil sekali," ucapnya.
Maka dari itu, Mahardika mengatakan 1.100 titik gen yang berbeda inilah yang membuktikan virus tersebut bukan buatan manusia. Dia juga memastikan COVID-19 yang ada saat ini terbentuk melalui alam.
"Nah kalau dianggap buatan manusia itu tidak perlu sampai 1.100 itu berbeda, itu cukup di beberapa titi kunci protein COVID-19 berbeda maka virusnya kemungkinan sudah berubah, sehingga dari jumlah ini ada 1.100 yang bagi saya terjadi secara acak itu tidak mungkin buatan manusia, ini buatan alam," jelasnya.
"Jadi dari jumlah 1.100 nucleotida, jadi bayangkan panjang gen dari virus ini 30 ribu basa, virus COVID-19 Wuhan itu berbeda dengan virus kelelawar yang paling dekat dengan itu yaitu 1.100 titik pada gennya yang tidak mungkin dibuat secara buatan," sambungnya.
Simak selengkapnya soal bagaimana virus Corona menjadi pandemi di halaman berikutnya.
Saksikan 'Kasus Corona di Indonesia Tambah 8.776, Total Jadi 1.183.555':
Lantas bagaimana virus Corona ini bisa menjadi pandemi? Mahardika menyebut itu lantaran kemunculan virus ini terjadi secara tiba-tiba dan tergolong virus jenis baru. Jadi antibodi yang ada pada hewan dan manusia tidak bisa menangkal virus tersebut.
"Mencapai kemampuan untuk membuat pandemi itu sekitar bulan Desember atau November 2019, Kenapa demikian? Untuk bisa bikin pandemi itu virusnya harus baru dan harus tiba-tiba (muncul), baru dan tiba-tiba. Nah kalau saja virus ini tidak baru dan tidak tiba tiba maka itu tidak akan membuat pandemi jadi akan ada antibodi pada hewan dan manusia yang membuat dia tidak mampu membuat pandemi," sebutnya.
Lebih lanjut Mahardika pun merasa heran atas penjelasan Nidom terkait virus Corona buatan manusia. Dia lantas mempertanyakan apa dasar dari statemen yang disampaikan Nidom tersebut.
"Saya sangat yakin bahwa ini virus tidak hasil bocor dari lab, dan bukan buatan manusia, dan ini virus ini sifatnya benar benar alami. Tanyakan ke dia, mungkin harus di-counter apa dasarnya mengatakan demikian, dasarnya apa? Kalau dia mempelajari materi gen, dulu ada paper yang dibuat peneliti luar negeri, tapi belum dipublikasi yang sebut itu (buatan), jadi ada beberapa area gen itu mirip dengan HIV dan sebagainya dengan hanya simulasi aja, tapi paper itu sudah ditarik, sudah ditarik dan tidak terbit, dari sekian ribu paper yang sekarang tentang COVID-19 itu semua menjuru bahwa ini virus alam," imbuhnya.
Atas dasar itu, dia meminta masyarakat untuk lebih memperhatikan dan memfilter segala statemen yang tidak memiliki dasar.
"Masyarakat agar bisa memfilter berita berita mana yang berita tulisan berbasis bukti ilmiah mana yang tidak, kalau hanya berbasis simulasi komputer dan hanya statemen tanpa dasar mestinya masyarakat pintar filter itu," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Guru Besar Biologi Molekuler Universitas Airlangga (Unair) Profesor Chaerul Anwar Nidom angkat bicara soal pernyataan bahwa virus Corona bukan dari laboratorium di China. Ia meyakini COVID-19 itu buatan, tak alami.
Menurut Prof Nidom, pandemi COVID-19 merupakan sebuah wabah yang didesain sedemikian rupa. Sebab, jika pandemi ini muncul secara alamiah, akan mudah diketahui asal-usulnya. Ia juga mengatakan membuat virus memang ada ilmunya.
"Kalau alam kan sebenarnya bisa dideteksi kan. Tapi yang tidak bisa dideteksi bagaimana ada orang jahat di sebuah laboratorium untuk kepentingan-kepentingan dan disebarkan. Nah, itu kan by design namanya. Jadi virus itu didesain," ujar Nidom saat berbincang dengan detikcom, Rabu (10/2/2021).