Ombudsman perwakilan Jakarta Raya akan meminta keterangan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta terkait 'Crazy Rich' Helena Lim yang disuntik vaksin COVID-19 lebih dulu. Menurutnya, kasus tersebut menunjukkan buruknya database tenaga kesehatan (nakes) di Jakarta.
"Pemeriksaan tersebut bukan semata-mata untuk mencari kesalahan, namun lebih ditujukan pada upaya perbaikan yang perlu dilakukan jika ada celah dalam database dan mekanisme distribusi vaksin sesuai dengan ketentuan," Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho dalam keterangan tertulis, Rabu (10/2/2021).
"Ada potensi bahwa ini merupakan fenomena puncak gunung es terkait buruknya database nakes dan alur distribusi vaksin bagi nakes yang berhak mendapatkan vaksinasi tahap awal di Jakarta," imbuh dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teguh mengungkapkan permintaan keterangan terhadap Dinkes DKI itu akan dilakukan secara daring atau online. Namun, dia tidak merinci kapan pemanggilan dilakukan.
Lebih lanjut, Teguh mengatakan pemanggilan Dinkes DKI itu merupakan inisiatif dari Ombudsman Jakarta Raya. Menurutnya, hal itu penting dilakukan sebagai bagian dari evaluasi yang harus dilakukan Dinkes dan Gugus Tugas COVID-19 Jakarta.
"Kebocoran ini juga dapat kita lihat sebagai blessing in disguised terhadap tata kelola vaksinasi di Jakarta karena di tahap pertama yang jumlahnya kecil yaitu hanya untuk nakes dan frontliner pelayanan, kebocoran itu sudah muncul dan upaya perbaikan bisa segera dilakukan," terang Teguh.
Teguh mengatakan Pemprov DKI Jakarta sebelumnya mengklaim sudah memiliki sistem verifikasi bertahap untuk penerima vaksin. Menurutnya, dengan sistem tersebut, seharusnya sulit bagi yang tidak berhak memperoleh vaksin.
"By system, seharusnya sulit bagi yang tidak berhak untuk memperoleh vaksin. Terlebih lagi, sesuai dengan PMK tersebut, vaksinasi merupakan sistem secara keseluruhan dari proses perencanaan sampai ke tahap pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5. Artinya, sejak dari awal, vaksin yang akan diberikan sudah dipastikan ditujukan kepada penerima yang diajukan dalam tahap perencanaan," tuturnya.
Apalagi, kata Teguh, sebelumnya Pemprov DKI juga menyampaikan penerima vaksin tahap pertama di Jakarta adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang, serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran dan bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan jumlah 119.145 orang. Karena itu, dia pun heran jika masih terjadi kebocoran penerima manfaat vaksin.
"Kenapa petugas puskesmas begitu mudah memberikan persetujuan untuk memberikan vaksinasi? apakah sistem yang disiapkan Pemprov DKI gagal menampilkan nama penerima by name by address yang boleh di vaksin di Puskesmas tersebut?" kata Teguh.
"Kami tentunya berharap kebocoran tersebut bukan kesalahan sistemik, namun jika memang kelemahannya sistemik kami akan segera memberikan saran dan tindakan korektif bagi perbaikan pelayanan vaksinasi," imbuh dia.
(mae/idn)