Menko PMK, Muhadjir Effendy, mengatakan saat ini banyak remaja putri yang menjalani diet berlebihan. Padahal, kata Muhadjir, diet berlebihan itu bisa berakibat fatal dan berdampak pada masa kehamilan.
Pernyataan itu disampaikan Muhadjir saat membuka Webinar Dalam Rangka Hari Gizi Nasional ke-61 dengan tema Remaja Bebas Anemia dan Stunting Kunci Masa Depan seperti dalam keterangan tertulis dari Kemenko PMK, Jumat (22/1). Muhadjir awalnya berbicara mengenai anemia pada remaja yang perlu mendapat perhatian.
Remaja yang mengalami anemia disebut cenderung akan merasa lemah dan lemah, sehingga berdampak pada aktivitas mereka, termasuk dalam menyelesaikan masalah.
"Kalau saat masa remaja sudah memiliki anemia, maka berpeluang menderita anemia saat hamil (setelah menikah). Kondisi ini akan semakin buruk sebab pada saat hamil dibutuhkan gizi yang lebih banyak. Jika tidak ditangani akan berisiko terjadinya pendarahan saat persalinan, bayi berat badan lahir rendah, dan akhirnya melahirkan bayi stunting," ujar Muhadjir.
Untuk diketahui, anemia merupakan satu dari tiga beban masalah gizi di Indonesia selain malnutrisi dan obesitas. Anemia terjadi akibat kondisi kekurangan zat besi (Fe) yang tidak hanya menjadi masalah bagi Indonesia, tapi juga banyak dialami negara-negara di Asia.
Muhadjir mengatakan perlu semangat dan dukungan dari semua pihak untuk mengatasi persoalan stunting dan juga masalah kekurangan gizi, termasuk anemia. Sosialisasi dari tingkat sekolah harus dilakukan agar remaja Indonesia, khususnya remaja putri, memahami pentingnya menjaga asupan gizi untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik.
"Kita tahu banyak remaja putri kita yang menjalani diet berlebih tanpa mereka tahu hal itu bisa berdampak fatal, bahkan dampaknya terbawa sampai mereka hamil nanti. Ini yang sebetulnya perlu kita cegah dengan memberikan mereka pemahaman dan penekanan agar mereka mengubah perilaku diet sehingga tidak berdampak pada jangka panjang," tutur Muhadjir.
Muhadjir menegaskan hal tersebut sangat penting dalam rangka menyongsong bonus demografi Indonesia. Dia menekankan bahwa bukan hanya jumlah angkatan kerja yang tinggi, tetapi produktivitas dan kualitasnya juga mampu bersaing untuk menjadi generasi emas Indonesia pada 2045.
(knv/gbr)