Bupati Kaur, Gusril Pausi, tak datang ke KPK saat dipanggil sebagai saksi kasus dugaan suap ekspor benih lobster atau benur. Gusril mengaku belum menerima surat panggilan dari KPK.
"Surat yang pertama saja saya belum ada," kata Gusril, Selasa (12/1/2021).
Dia mengaku tak mungkin mangkir dari panggilan KPK. Gusril mengatakan siap hadir jika dibutuhkan KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ini bupati aktif jadi tidak mungkinlah (mangkir). Kalau memang ada yang diperlukan KPK, ya, pasti kita hadir," kata Gusril.
Gusril mengaku berada di Kaur pada Senin (11/1). Gusril kembali menyebut bahwa dia tak pernah menerima surat panggilan dari KPK.
"Hal ini merugikan sekali bagi saya, anak-anak, dan keluarga saya. Saya tidak pernah menerima surat apa pun dari KPK. Ya kalau memang ada kita akan hadir," ucapnya.
KPK sebelumnya memanggil Gusril Pausi terkait kasus dugaan suap ekspor benur. Gusril dipanggil sebagai saksi untuk tersangka pemberi suap, yakni Suharjito (SJT).
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka SJT," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (11/1).
Namun Gusril dinyatakan tak hadir tanpa keterangan. KPK bakal menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Gusri.
"Gusril Pausi tidak hadir tanpa ada konfirmasi dan akan diagendakan untuk pemanggilan kembali," ucap Ali.
Total ada tujuh orang yang menjadi tersangka dalam kasus ini, yakni:
Sebagai penerima:
1. Edhy Prabowo (EP), Menteri KKP (kini tak menjabat lagi);
2. Safri (SAF), Stafsus Menteri KKP;
3. Andreau Pribadi Misanta (APM), Stafsus Menteri KKP;
4. Siswadi (SWD), Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK);
5. Ainul Faqih (AF), Staf istri Menteri KKP; dan
6. Amiril Mukminin (AM)
Sebagai pemberi:
7. Suharjito (SJT), Direktur PT DPP
KPK menduga PT DPP yang merupakan calon eksportir benur memberikan uang kepada Edhy melalui sejumlah pihak, termasuk dua stafsusnya. Edhy diduga mengatur agar semua eksportir melewati PT ACK sebagai forwarder dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
KPK menduga suap untuk Edhy Prabowo ditampung dalam rekening anak buahnya. Uang itu diduga digunakan ketika Edhy Prabowo berbelanja barang mewah di Amerika Serikat (AS), seperti jam tangan Rolex, tas LV, dan baju Old Navy.