Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid berpesan kepada Menteri Sosial Tri Rismaharini agar fokus menjalani perannya sebagai menteri menggantikan Juliari Batubara. Ia juga meminta Risma untuk memprioritaskan pengelolaan kebijakan serta pembagian tugas birokrasi kementerian dari pusat ke daerah.
Tidak ketinggalan pengelolaan masalah dan kebijakan dalam lingkup Kementerian Sosial (Kemensos) yang membawa dampak nasional, seperti Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial atau PMKS.
"Kerja Menteri adalah membuat kebijakan yang berdampak pada seluruh Kabupaten Kota di Indonesia. Dalam kasus PMKS, ada beberapa program Kemensos yang alokasinya berkurang. Inilah yang seharusnya juga diprioritaskan dan diperjuangkan oleh Ibu Mensos," ujar Hidayat dalam keterangannya, Kamis (7/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hidayat, aksi blusukan Risma akan lebih produktif apabila dilakukan untuk memenuhi skala prioritas, dengan tetap berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti dinas sosial kabupaten/kota. Dengan begitu, Kemensos serta dinas sosial dapat bersinergi dan saling menguatkan dalam mencari solusi untuk permasalahan yang ada.
Selain itu, ia menilai kualitas kinerja dan anggaran dengan keberpihakan Kemensos pada PMKS perlu ditingkatkan lewat alokasi program dan anggaran. Hal ini mengingat alokasi program untuk PMKS yang justru mengalami penurunan di tahun 2021 ini.
Lebih lanjut Hidayat mengatakan bahwa gerbang terdepan untuk penyelesaian masalah PMKS ada pada Sistem Layanan, Rujukan Terpadu dan Pusat Kesejahteraan Sosial. Disampaikannya, SLRT dan Puskesos menjadi program prioritas nasional agar aksesibilitas keluarga miskin terhadap program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan semakin mudah. Sayangnya, hingga tahun 2020 SLRT baru berada di 130 kabupaten/kota seluruh Indonesia (25%) dan jumlah Puskesos baru mencapai 260 titik dari total 83.184 Desa (0,31%).
Menurutnya, apabila SLRT dan Puskesos sudah tersedia dan tersosialisasi dengan baik di seluruh Indonesia, maka fakir miskin termasuk gelandangan bisa langsung mengakses program perlindungan sosial.
Selain diserahkan pada dinas sosial kabupaten/kota, Hidayat juga mengusulkan agar para PMKS yang membutuhkan tempat tinggal sementara bisa diarahkan ke Balai Pusat Rehabilitasi Sosial (Balai Rehsos). Namun, jumlah balai ini masih terbatas, serta terdapat banyak balai dengan kondisi sudah tidak layak huni, sehingga perlu dilakukan perbaikan. Sedangkan dari total 41 Balai Rehsos, baru 14 Balai Rehsos yang masuk dalam anggaran revitalisasi tahun 2021.
Di samping itu, Hidayat juga menilai bahwa janji Risma kepada para pemulung di Menteng untuk memberikan pelatihan usaha tak sesuai realitas. Sebab, Program Kewirausahaan Sosial Kemensos hanya menarget 7.000 penerima manfaat dari para PKH Graduasi yang jumlahnya ditargetkan mencapai 100.000 pada tahun 2021.
Program lain, yakni Bantuan Usaha Ekonomi Produktif Kelompok Usaha Bersama (KUBE) disebutnya justru mengalami penurunan alokasi, dari rencana awal 7000 keluarga penerima manfaat menjadi hanya 3000 KPM.
Secara umum, menurutnya proporsi program pemberdayaan sosial pada Kemensos masih jauh dari program bantuan sosial, yakni 0,5% berbanding 95.5%. Kondisi ini yang menyebabkan kinerja Kementerian Sosial selama ini hanya terfokus untuk membantu orang miskin, bukan mengajak mereka keluar dari kemiskinan.
"Alih-alih mengambil tugas dinas sosial kabupaten kota, Risma yang menggantikan menteri sebelumnya yang ditangkap KPK seharusnya lebih fokus menjalankan tugasnya sebagai Menteri Sosial Republik Indonesia, dengan berbagai PR dan masalah serta amanat yang harus ditunaikannya. Janji-janjinya selama blusukan, di antaranya menyediakan hunian sementara dan pelatihan wirausaha, baru bisa dipertanggungjawabkan jika dia serius meningkatkan alokasi program dan anggaran pemberdayaan sosial, melalui komitmen menyeluruh untuk sungguh-sungguh laksanakan tugas dan amanat sebagai Menteri yang tak tergoda dengan politik pencitraan atau agenda politik sempit berjangka pendek," pungkasnya.
(ega/ega)