KPK memeriksa staf istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, Ainul Faqih, kemarin. Dalam pemeriksaan itu, KPK menggali informasi perihal rekening bank yang digunakan untuk menampung uang hasil suap dalam kasus izin ekspor benih lobster atau benur.
"Dikonfirmasi tentang pengetahuannya mengenai adanya rekening bank dan kartu ATM yang diduga sebagai penampungan uang yang diduga berasal dari pihak eksportir benur lobster," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (6/1/2021).
Ainul Faqih sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Ali menyebut uang dalam rekening penampung itu diduga dipergunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Uang-uang tersebut diduga dipergunakan untuk kepentingan tersangka EP," ujar Ali.
Selain memanggil Ainul Faqih, KPK pada Selasa (5/1) kemarin memanggil saksi bernama Johan selaku swasta dan Chandra Astan selaku karyawan swasta. Namun, Chandra Astan mangkir dari panggilan KPK karena alasan sakit.
Ali menyebut, terhadap saksi Johan, KPK mengkonfirmasi terkait perizinan dan pengiriman benur di KKP. KPK juga menggali informasi soal dugaan adanya setoran uang kepada PT ACK.
"Johan, swasta dari PT Sentosa Bahari Sukses, dikonfirmasi mengenai pengetahuannya terkait perizinan dan pengiriman benih lobster di KKP dan digali lebih lanjut soal dugaan adanya setoran uang kepada PT ACK," katanya.
Dalam perkara ini, KPK menjerat Edhy Prabowo sebagai tersangka dalam jabatannya sebagai Menteri KKP. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap ekspor benih lobster. Selain Edhy, ada enam orang lain yang ditetapkan sebagai tersangka.
Berikut ini daftarnya:
Sebagai penerima:
1. Edhy Prabowo (EP), Menteri KKP (kini nonaktif);
2. Safri (SAF), Stafsus Menteri KKP;
3. Andreau Pribadi Misanta (APM), Stafsus Menteri KKP;
4. Siswadi (SWD), Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK);
5. Ainul Faqih (AF), Staf istri Menteri KKP; dan
6. Amiril Mukminin (AM)
Sebagai pemberi:
7. Suharjito (SJT), Direktur PT DPP
Secara singkat, PT DPP merupakan calon eksportir benur yang diduga memberikan uang kepada Edhy Prabowo melalui sejumlah pihak, termasuk dua stafsusnya. Dalam urusan ekspor benur ini, Edhy diduga mengatur agar semua eksportir melewati PT ACK sebagai forwarder dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
KPK menduga suap untuk Edhy Prabowo ditampung dalam rekening anak buahnya. Salah satu penggunaan uang suap yang diungkap KPK adalah ketika Edhy Prabowo berbelanja barang mewah di Amerika Serikat (AS), seperti jam tangan Rolex, tas LV, dan baju Old Navy.
(fas/mae)