Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 yang mengatur tata laksana tindakan kebiri kimia. Menurutnya, peraturan ini menjadi bukti keseriusan pemerintah untuk melindungi anak-anak dari kejahatan seksual dengan memberi hukuman para pelaku kekerasan seksual pada anak.
Hidayat mendorong pemerintah untuk membuka data eks napi predator seksual anak agar dapat diakses oleh publik. Dengan transparansi ini, diharap publik bisa melakukan tindakan preventif untuk ikut melindungi dan menyelamatkan anak-anak dari kejahatan para predator.
"PP ini akan jadi petunjuk keseriusan pemerintah dalam menangani kasus kejahatan seksual terhadap anak, bila betul-betul dilaksanakan dengan baik dan benar. Termasuk bagaimana ketentuan-ketentuan dalam PP ini terlaksana seperti adanya aturan terwujudnya alat pendeteksi elektronik berupa gelang elektronik untuk eks napi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Alat ini harus benar-benar dipastikan dapat memantau gerak gerik para eks napi predator anak, agar kejahatan terhadap anak tidak berulang dan berlanjut," ujar Hidayat dalam keterangannya, Selasa (5/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan situs khusus terkait informasi identitas dan tempat tinggal para eks napi kejahatan seksual anak dibutuhkan untuk membangun kewaspadaan orang tua dalam melindungi anak-anak mereka.Ia juga mendorong pemerintah untuk menciptakan situs yang berisi informasi terkait eks napi predator kejahatan seksual terhadap anak beserta tempat tinggalnya. Langkah ini ditujukan khususnya pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) yang membidangi urusan perlindungan anak. Tujuannya, untuk membuat masyarakat semakin waspada dan mampu melindungi anak-anak, sehingga potensi terulangnya kejahatan seksual pada anak dapat dikurangi.
"Praktik pembuatan website seperti ini dapat mencontoh website Dru Sjodin National Sex Offender Public Website, https://www.nsopw.gov/, di Amerika Serikat. Jadi, setiap orang dapat mengetik alamat rumahnya, agar memperoleh informasi berapa dan siapa saja eks napi kejahatan seksual yang tinggal dalam radius 1 mil di sekitar rumahnya," tambahnya.
Hidayat menilai program ini penting untuk dikembangkan oleh KemenPPPA agar upaya melindung anak dapat berjalan maksimal.
"Apabila KemenPPPA akan mengumumkannya dalam website, itu harus dilakukan secara serius dan profesional. Juga disosialisasikan dengan maksimal, agar tidak kontraproduktif," tukasnya.
Berdasarkan data yang dirilis KemenPPPA pada 2020, kejahatan seksual terhadap anak di masa pandemi COVID-19 mengalami peningkatan kasus. Setidaknya ada 4.833 kasus kejahatan terhadap anak, dan 2.556 anak yang menjadi korban kejahatan seksual.
"Dan data menunjuk kejahatan tersebut meningkat di era pandemi COVID-19," jelas Hidayat.
Ia menyuarakan perlunya maksimalisasi perlindungan anak melalui pemberatan hukuman bagi kejahatan luar biasa kepada anak. Cara ini dapat dilakukan melalui revisi UU Perlindungan Anak, dengan mencantumkan pidana maksimal hukuman mati bagi predator seksual anak.
Ia juga menilai ketentuan ini sangat diperlukan untuk kasus-kasus kejahatan biadab kepada anak-anak. Misalnya, kasus pencabulan 305 anak oleh WNA Prancis beberapa waktu lalu, walau akhirnya tersangka ditemukan bunuh diri.
"Untuk kasus-kasus semacam itu pidana maksimal hukuman mati sangat diperlukan, agar menghadirkan negara yang betul-betul lindungi anak, dan menghasilkan efek jera dan preventif terhadap orang lain yang ingin melakukan kejahatan sejenis," tandasnya.
(fhs/ega)