Jakarta -
Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan maklumat berisi pelarangan Front Pembela Islam (FPI). Polemik ini pun muncul soal perlu atau tidaknya maklumat ini.
Maklumat Kapolri Nomor Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI), diteken Idham Azis pada Jumat (1/12/2020).
"Ya benar," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono ketika mengkonfirmasi kebenaran maklumat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lewat maklumat itu, Kapolri meminta masyarakat tidak terlibat kegiatan FPI dan menggunakan simbol FPI.
"Masyarakat tidak terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI," kata Idham Azis dalam maklumat itu.
Selanjutnya, bila ada masyarakat yang tetap beraktivitas atas nama FPI dan menggunakan simbol FPI, polisi akan bertindak.
"Bahwa apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ataupun diskresi Kepolisian," kata Idham Azis dalam maklumat itu.
Maklumat ini berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri, Menkum HAM, Menkominfo, Jaksa Agung Kapolri, dan Kepala BNPT Nomor 220-4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam.
Tanggapan Front Pembela Islam
Kuasa Hukum Front Persatuan Islam Aziz Yanuar tak acuh dengan Maklumat Kapolri. Aziz menanggapi hal itu dengan santai.
"Biar saja terserah mereka, nanti sebarkan tentang Front Persatuan Islam saja," kata Aziz, kepada wartawan, Jumat (1/1/2021).
Azis enggan ambil pusing terkait berbagai macam larangan tersebut. "Biar yang benci dan tidak suka dengan amar makruf nahi munkar saja yang pusing, kita jangan ikutan pusing.. santai saja," ujar Aziz.
Lalu dia meminta masyarakat agar mengawal kasus penembakan 6 laskar FPI beberapa waktu lalu. Menurutnya, peristiwa itu diduga merupakan pelanggaran termasuk HAM berat.
"Dan mari tetap kawal pengusutan tuntas dugaan pembantaian 6 syuhada pengawal HRS (Habib Rizieq Shihab) yang merupakan dugaan pelanggaran HAM berat," katanya.
Permintaan untuk Dicabut
Komunitas Pers menilai pasal 2d dalam maklumat tersebut tidak sejalan dengan demokrasi dan dapat mengancam tugas jurnalisme.
"Salah satu isi maklumatnya, tepatnya di Pasal 2d, yang isinya menyatakan 'masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial'," kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/1/2021).
Pernyataan sikap Komunitas Pers ini disepakati pada 1 Januari 2021. Selain AJI, pihak yang tergabung dalam Komunitas Pers adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred), dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
"Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Abdul Manan.
Sementara itu, Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil mengkritik materi Maklumat Kapolri Jenderal Idham Azis mengenai Front Pembela Islam (FPI). Isi maklumat ini dianggap melanggar konstitusi dan melanggar kaidah pembatasan hak asasi.
"Meski maklumat tersebut pada dasarnya semata-mata sebagai perangkat teknis implementasi kebijakan, beberapa materinya justru telah memicu kontroversi dan perdebatan, terutama dari aspek pembatasan hak asasi manusia," tulis pernyataan Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/1/2021).
Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil terdiri atas ELSAM, ICJR, LBH Pers, PSHK, YLBHI, LBH Masyarakat, KontraS, PBHI, dan Imparsial. Salah satu isi maklumat Kapolri yang disorot adalah pasal 2d.
"Salah satu yang paling kontroversial adalah perihal larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial, sebagaimana diatur oleh poin 2d, yang disertai ancaman tindakan hukum, seperti disebutkan dalam poin 3 Maklumat," jelas pernyataan Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil.
Karena itu, Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil meminta agar Pasal 2d Maklumat Kapolri soal FPI diperbarui atau dicabut. Hal ini untuk memastikan setiap tindakan hukum yang dilakukan sejalan dengan keseluruhan prinsip negara hukum dan hak asasi manusia.
DPR Minta Maklumat Kapolri Diperbaiki
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta isi rumusan maklumat tersebut diperbaiki agar tidak memberi ruang tafsir yang bersifat karet.
"Saya melihat reaksi 'kontra' berbagai elemen masyarakat terhadap Maklumat Kapolri terkait FPI, terutama yang ada di poin 2d menunjukkan bahwa masyarakat kita kritis dan menginginkan agar perumusan sebuah kebijakan itu jelas batas-batasnya, tidak bersifat 'karet', yang memberikan peluang bagi anggota Polri di lapangan untuk menafsirkannya sendiri," kata Arsul kepada wartawan, Sabtu (2/1/2021).
"Karena itu, sebagai anggota Komisi III, kami meminta agar Maklumat tersebut diperbaiki rumusan kalimatnya," lanjutnya.
Arsul juga meminta para ahli hukum dilibatkan untuk menilai isi rumusan maklumat tersebut sebelum nantinya disampaikan kembali ke publik. Sebab, menurut Arsul, maklumat tersebut menimbulkan perdebatan daya ikat dan kedudukan apabila nantinya dijadikan sandaran untuk melakukan penindakan hukum.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini