Maka Belanda mengeksekusi Pieter dengan cara kejam itu. Tubuh Pieter diikat dan disambungkan ke delapan kuda. Masing-masing kuda kemudian menarik tubuh Pieter ke delapan penjuru arah mata angin. Tercerai-berailah tubuh Pieter.
"Lokasi tepatnya ada di lapangan yang sekarang sudah menjadi bangunan pabrik handuk, dulu adalah pabrik kulit. Tapi di zaman Belanda, itu adalah lapangan tempat eksekusi Pieter," kata Supandi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dia menunjukkan satu lokasi tempat pohon asem berukuran besar pernah menjulang. Pohon asem itu konon menjadi tambatan tali kuda penarik tubuh Pieter. Kini pohon asem sudah tidak ada, berganti bangunan kontrakan di pojok gang buntu di belakang ruko. Semua kisah itu kemudian terabadikan dalam nama kampung ini, 'Pecah Kulit', menggambarkan kondisi pecahnya kulit sang pahlawan karena ditarik kuda.
"Dinamakanlah tempat ini sebagai pecah kulit. Pecah Kulit dulu dikenal sebagai tempat yang lumayan angker, di sini adalah tempat orang-orang Chinese yang nggak takut terhadap pemerintah kolonial. Banyak orang sakti mandraguna dan jawara China di sini," ujar Supandi.
![]() |
Kepala Pieter diambil dan dipancangkan di atas pagar kawasan ini. Setelah Pieter dieksekusi mati, Belanda tidak ingin orang-orang serupa yang sok pahlawan membela rakyat muncul di Batavia. Belanda lantas mendirikan monumen di dekat Kampung Pecah Kulit dengan tengkorak Pieter di atasnya.
"Sebagai kenangan dari pengkhianat Peter Erbervelt, tidak seorang pun kini boleh membangun, membuat, meletakan batu atau menanam di tempat ini," begitulah terjemahan dari kalimat berbahasa Belanda di monumen itu.
![]() |
Waktu berjalan, monumen itu tetap berdiri sampai berusaha dihancurkan pada zaman Jepang, 1942. Namun batu prasasti masih dapat diselamatkan. Pada masa-masa selanjutnya, tengkorak Pieter di atas monumen diganti dengan tengkorak tiruan, namun nama Pieter Erberveld tetap terpatri. Hanya saja, monumen itu kemudian dipindahkan dari tempat aslinya. Supandi menunjukkan lokasi asli dari monumen Pieter Erberveld.
"Sekarang, lokasi monumen itu menjadi diler Toyota di pinggir Jalan Pangeran Jayakarta," kata Supandi. Keterangan Supandi ini juga sama dengan catatan yang dituangkan Alwi Shahab dalam bukunya.
![]() |
Batu asli dari monumen Pieter Erberveld kemudian ditempatkan di Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah), Kota Tua. Replika monumen dalam bentuk yang persis sama dibangun lagi di Museum Prasasti, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
(dnu/imk)