Seorang guru honorer di salah satu SMP di Jakarta Barat (Jakbar) berinisial AM (32) mencabuli muridnya sendiri selama 3 tahun lamanya. DPRD DKI menyebut kasus ini sebagai warning buat Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta.
"Menurut saya ini menjadi warning kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta," ujar Sekretaris Komisi E, Johnny Simanjuntak, kepada detikcom, Sabtu (26/12/2020) malam.
Menurutnya, Disdik DKI harus membuat sebuah sistem pengawasan. Sistem tersebut, tutur Johnny, dapat mengawasi antara guru dengan guru maupun murid dengan guru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Disdik DKI diimbau) menciptakan sebuah sistem pengawasan yang melekat, pengawasan sesama guru-guru, agar sesama guru saling mengawasi di antara mereka. Di antara para siswa juga ditanamkan hal-hal seperti ini supaya para siswa juga bisa memberikan pengawasan kepada kawan-kawannya dan kepada guru," ungkap Johnny.
Sebagai contoh, satu hari dalam seminggu pihak sekolah mesti memberikan maklumat atau pengumuman rutin kepada para guru dan murid berkaitan dengan sikap-sikap penyimpangan.
"Dalam sebuah upacara, menjelaskan begini lah bahwa kalau ada di antara guru yang melakukan sesuatu yang di luar kepatutan langsung saja melapor. Pengumuman seperti itu diumumkan ya, bila perlu di setiap kelas," ujarnya.
"(Karena) potensi seperti ini (pencabulan antara guru dan murid) bisa saja terjadi di setiap sekolah manapun," lanjutnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya
Sebelumnya, seorang guru honorer di salah satu SMP di Jakbar mencabuli muridnya sendiri. Aksi pencabulan tersebut sudah berlangsung selama 3 tahun dan baru terungkap awal Desember 2020.
Kasat Reskrim Polres Jakbar Kompol Teuku Arsya menjelaskan AM adalah seorang guru olahraga di sekolah tersebut. Kala itu, korban masih berusia 13 tahun.
"Jadi Saudara AM ini guru honorer di salah satu SMP, dia mengajar olahraga. Dia kenal sama korban ini pada waktu itu umur sekitar 13 tahun," ujar Arsya kepada detikcom, Sabtu (26/12).
Atas perbuatannya tersebut, AM ditahan di Polres Jakbar. Ia dikenai Pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.