Cerita Saksi Dihubungi Terduga Penyuap Nurhadi, Disarankan Gugat KPK

Cerita Saksi Dihubungi Terduga Penyuap Nurhadi, Disarankan Gugat KPK

Zunita Putri - detikNews
Rabu, 23 Des 2020 15:56 WIB
Bashori bersaksi di sidang kasus suap dan gratifikasi eks Sekretaris MA Nurhadi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/12/2020).
Foto: Bashori bersaksi di sidang kasus suap dan gratifikasi eks Sekretaris MA Nurhadi. (Zunita/detikcom)
Jakarta -

Saksi sidang kasus suap dan gratifikasi mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi bernama Bashori mengaku pernah berkomunikasi dengan Hiendra Soenjoto. Hiendra merupakan pemberi suap ke Nurhadi.

Komunikasi Bashori dengan Hiendra terjadi saat Hiendra berstatus sebagai buron KPK. Bashori mengaku komunikasinya dengan Hiendra dilakukan melalui sambungan telepon milik seseorang yang tidak dia kenal.

Bashori yang berprofesi sebagai pengacara mengaku pernah menerima telepon dari Hiendra Soenjoto pada 4 Juli 2020 setelah KPK menggeledah rumah Kakak Hiendra, Hengky Soenjoto. Dia berbicara bukan melalui handphone pribadinya, tetapi melalui handphone orang yang tidak dia kenal yang tiba-tiba menghampirinya saat Bashori berada di rumahnya di Surabaya, Jawa Timur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dua hari setelah penggeledahan itu saya sempat didatangi orang, ada orang datang ke saya 'Pak Bashori ya? (Bashori jawab) betul.' Terus saya dikasih telepon sehingga saya komunikasi, ternyata di seberang itu ada TOP (nama sebutan) Hiendra Soenjoto. Dia minta maaf ke saya kalau dia nggak cerita beliau DPO, terus kedua dia menyampaikan kalau cerita panjang lebar terkait perkara yang dialaminya tak ada kaitannya antara dia dengan Nurhadi, karena versi beliau itu direkayasa dan dia merasa dizalimi," ujar Bashori saat bersaksi dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Timur, Rabu (23/12/2020).

Bashori mengatakan dalam percakapan itu, Hiendra bertanya tentang peristiwa penggeledahan rumah Hengky. Bashori, sebagai pengacara dari Hengky pun menceritakan kejadian penggeledahan ke Hiendra.

ADVERTISEMENT

"Saya ceritakan apa adanya, kondisinya, tindakan KPK, kemudian dilakukan sita terhadap itu. Saya juga pernah berikan akses ke Hengky, karena waktu itu akan dipertahankan, saya sampaikan Pak Hengky, kita nggak bisa, itu karena penyidik ada hak untuk melakukan sita, ya sudah, sita saja nggak apa. Sehingga waktu itu dibuat berita acara itu saya ceritakan ke TOP semua," jelasnya.

Jaksa KPK Wawan Yunarwanto kemudian membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Bashori. Dalam BAP-nya Bashori mengaku Hiendra Soenjoto menyarankan agar Bahsori selaku kuasa hukum kakaknya melakukan perlawanan ke KPK terkait penggeledahan rumah. Perlawanan yang dimaksud adalah mengajukan praperadilan atas penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan KPK.

"Kemudian Hiendra mengatakan ke saya, 'Pak Bas dampingi Hengky (saat penggeledahan)'. 'Ya saya di sana', jawab saya. Kemudian Hiendra bertanya, 'bagaimana perkembangannya?'. Kemudian Hiendra katakan ke saya, 'apa-apa saja yang digeledah, apa saja yang disita?' Lalu saya jawab, 'digeledah rumah, disita HP dan bukti transfer'. Lalu Hiendra bilang, 'kenapa Bapak nggak lakukan perlawanan?' Lalu saya jawab, 'apanya yang dilawan, semuanya sesuai prosedur'," kata jaksa saat membacakan BAP Bashori dan diamini Bashori.

Di BAP itu juga Bashori mengatakan Hiendra menyebut nama pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail. Bashori mengatakan Hiendra meminta dirinya berkonsultasi dengan Maqdir untuk melakukan perlawanan hukum ke KPK terkait penggeledahan rumah Hengky.

"Setelah dengar kata-kata saya Hiendra mengatakan, 'menurut Pak Maqdir itu bisa dilakukan perlawanan berupa praperadilan karena penyitaannya tidak ada izin dan penetapan praperadilan, kalau perlu Pak Bas saya temukan dengan Pak Maqdir, supaya jelas langkah hukum yang akan ditempuh', betul itu?" lanjut jaksa sambil membacakan BAP.

"Iya betul. Itu panjang. Jadi sebelumnya konsultasi itu, itu poinnya seperti itu, konsultasi disampaikan ke penyidik tapi terkesimpulan seperti itu," jawab Bashori.

Soal Bashori dihubungi pengacara Nurhadi ada di halaman berikutnya.

Saksi Mengaku Dihubungi Maqdir Ismail

Selain itu, terungkap juga di sidang Bashori mengaku dihubungi seseorang yang mengaku Maqdir Ismail. Telepon itu disambungkan oleh Hiendra pada 6 Juli 2020 saat Hiendra masih berstatus DPO.

"Sekitar 6 Juli 2020 pagi hari, ketika saya sedang membersihkan rumah di Surabaya, saya didatangi dua orang laki-laku boncengan sepeda motor, orang tersebut memakai masker, dan saya tidak kenal. Kedua orang itu datang ke saya, sambil menyerahkan HP mengatakan ke saya, 'Pak Bas ada yang mau bicara'. Saya meyakini orang itu adalah orang Multicon, atau eks Multicon, setelah saya terima, dan katakan, 'halo'. Saya yakini orang yang bicara adalah Hiendra. Hiendra bilang, 'Pak Bas ini ada penjelasan Pak Maqdir, silakan bicara, ini saya berikan HP-nya'. Ini benar ada?" tanya jaksa Wawan.

"Oh itu ada, tapi (telepon) terputus. Setelah itu ada yang bicara, 'nanti Pak Maqdir ada'," jawab Bashori.

Bashori menyebut setelah sambungan telepon dari Hiendra terputus, ada lagi telepon yang masuk di handphone itu. Menurut Bashori, pada telepon kedua itulah ada orang yang bicara mengenalkan diri sebagai Maqdir Ismail.

"Kemudian telepon terputus, saya tunggu lagi ada telepon masuk. Itu memperkenalkan, 'halo Pak Bashori, kenalkan saya Pak Maqdir," ungkap Bashori.

"Apa yang disampaikan?" tanya jaksa

"Menyampaikan untuk memberikan nasihat tentang praperadilan. Saya jelaskan ke dia (Maqdir), Hengky nggak akan lakukan praperadilan karena tidak ada prosedur yang dilampaui," ucap Bashori.

Menurut Bashori, orang yang mengenalkan diri sebagai Maqdir menyarankan agar melakukan praperadilan terkait penggeledahan KPK di rumah kakak Hiendra, Hengky Soenjoto. Namun, Bashori mengaku tidak terlau memikirkan karena dia dan Hengky sepakat tidak akan melakukan perlawanan atau praperadilan.

"Jadi, karena saya selaku kuasa hukum Hengky, nggak ada alasan praperadilan terkait bukti," ucap Bashori.

"Bagaimana penyampaian Pak Maqdir setelah saudara sampaikan bahwa nggak ada prosedur dilanggar?" tanya jaksa Wawan.

"Ya sudah nggak ada tindak lanjut lagi. Terus berpesan, 'teleponnya jangan dimatikan ya, karena saya akan ke Jakarta'," kata Bashori.

Setelah itu, Bashori mengaku tidak lagi berkomunikasi dengan Hiendra ataupun orang yang memperkenalkan diri sebagai Maqdir. Namun, dia pernah dihubungi seseorang saat hendak ke KPK. Orang itu, kata Bashori, meminta bertemu tapi pertemuan itu tidak terjadi.

"Apa saudara janjian sama Maqdir di Jakarta pada waktu mau memberikan keterangan di KPK?" kata jaksa Wawan.

"Saya tidak ada janjian, cuma saya diarahkan ada orang yang menghubungi saya. Jadi sepanjang perjalanan (ke Jakarta-red), saya dikontak orang, dan itu pun saya infokan ke KPK," papar Bashori.

Dalam sidang ini, Nurhadi didakwa menerima suap dan gratifikasi Rp 83 miliar bersama-sama dengan menantunya bernama Rezky Herbiyono terkait pengurusan perkara di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, ataupun peninjauan kembali. Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap dan gratifikasi dalam kurun 2012-2016.

Uang suap ini diterima Nurhadi dan Rezky dari Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) agar keduanya membantu Hiendra dalam mengurus perkara. Jaksa menyebut tindakan Nurhadi itu bertentangan dengan kewajibannya sebagai Sekretaris MA.

Halaman 2 dari 2
(zap/zak)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads