Mengunjungi Malaka belum lengkap rasanya jika tak mencoba berbelanja di pasar harian. Berbeda dengan beberapa daerah lainnya, pasar di Malaka memang punya konsep harian.
Pasar Alas menjadi salah satu pasar harian di Malaka yang hanya buka hari Kamis saja. Sesampainya di sana, indera penciuman kamu akan langsung disambut aroma bakaran Aka Bilan, si sagu khas Malaka.
Berbeda dari jenis sagu bakar di daerah Nusa Tenggara Timur lainnya, Aka Bilan di Malaka bisa dibilang masih sangat tradisional. Mengingat Aka Bilan hanya disajikan tanpa topping atau tambahan apapun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Aka Bilan juga merupakan makanan yang telah menjadi tradisi sejak zaman nenek moyang. Bahkan, dahulu makanan ini merupakan makan pokok masyarakat Nusa Tenggara Timur, khususnya di Kabupaten Malaka dan Kabupaten Belu. Yesinta Buik (50) menjadi satu-satunya penjual legendaris Aka Bilan di Malaka. Saat ditemui tim tapal batas detikcom, ia bercerita tentang awal mula si sagu bakar khas Malaka ini.
"Ini (Aka Bilan) dari tahun 1945 sudah ada, merdeka ini makanan sudah ada memang. Ini yang namanya Aka Bilan. Ini makanan pokok dari dulu dari nenek moyang. Saya jual mulai tahun 1995 sampai sekarang. Saya (jualan) hari Selasa di Wemasa, hari Senin di Welaus, hari Kamis di sini," ungkapnya kepada detikcom baru-baru ini.
Ia mengatakan dirinya lebih memilih menjual Aka Bilan karena di Malaka tidak ada yang menjualnya. Pasalnya, mayoritas penjual di Pasar Alas kebanyakan lebih memilih menjual sembako dan sayuran.
"Saya jual Aka Bilan karena ini tidak sama dengan sayur-sayur. Kalau sayur sudah banyak makanya mama harus kerjain ini. Di sini saya sendiri yang bikin karena kerja barang ini berat," katanya.
Yesinta menyebut kerja berat karena membuat Aka Bilan memang bisa dibilang tak mudah. Sebelum dimasak, Yesinta harus lebih dulu mengolah sagu dengan berbagai tahapan. Adapun sagu yang digunakan untuk membuat Aka Bilan harus dipotong terlebih dahulu, ditumbuk, dijemur, serta disaring.
"Untuk buat Aka Bilan pertama (sagu) dipotong dulu baru belah dia, (setelah) belah habis lalu iris kecil-kecil, keringkan dia jemur tiga hari, baru tumbuk. Kalau (sudah) tumbuk sampai hancur baru saring lagi pakai kain, habis itu baru saring lagi pakai air," jelasnya.
Setelah proses tersebut, barulah sagu bisa dimasak. Untuk memasaknya pun juga masih sangat tradisional. Di Pasar Alas, Yesinta masih menggunakan batok kelapa, batu dan ranting pohon sebagai tungku .
Untuk harganya sendiri, empat lempeng Aka Bilan dijual seharga Rp 5.000. Dalam satu hari, Yesinta bisa menjual 40 lempeng Aka Bilan atau sekitar Rp 200.000.
"Ini dijualnya 4 lempeng Rp 5.000 kalau dulu 1 lempeng Rp 50 dari tahun 1995, tapi sekarang tidak lagi. Kalau jualan hari Kamis untuk satu hari bisa dapat Rp 200.000. Saya satu minggu paling ya bisa dapat Rp 1 juta dari jualan hari Selasa, Kamis, Senin," katanya.
Penghasilannya yang tak seberapa membuat Yesinta perlu bekerja keras menjual Aka Bilan dari satu pasar ke pasar lainnya. Untungnya, di masa pandemi ini dirinya menjadi salah satu penerima Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang disalurkan dari BRI.
![]() |
Adapun saat ini dirinya tinggal menunggu proses pencariannya saja. Ke depan, ia berencana menggunakan bantuan untuk membeli sapi atau babi untuk ternak.
"Untuk bantuan saya sudah cek di BRI pakai KTP sudah, tapi belum (waktunya) cair. Saya punya anak suruh cek, tapi nama yang keluar (nama) mama. Nanti kalau nanti (sudah) cair mau tambah-tambah buat beli sapi atau babi," paparnya.
Di ulang tahun yang ke-125 pada tahun ini, BRI hadir di perbatasan dengan tema BRILian memudahkan masyarakat melakukan transaksi perbankan, termasuk bagi masyarakat Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka. BRI juga menghadirkan KUR hingga menyalurkan BPUM untuk membantu UMKM sekitar.
detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas mengenai perkembangan infrastruktur, ekonomi, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan khususnya di masa pandemi. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus beritanya di tapalbatas.detik.com.
(mul/mpr)