Singgah di Kabupaten Malaka, jangan heran jika melihat warna gigi masyarakat Malaka yang berwarna merah. Bukan karena luka darah, warna ini ternyata efek dari masyarakat yang doyan makan sirih dan pinang.
Yoseph Nahak (65) menjadi salah satu sesepuh di Malaka yang doyan nyirih pinang. Mengingat di rumahnya, ia memiliki banyak pohon sirih dan telah terkenal sebagai penjual daun sirih terbesar di Malaka.
Saat dikunjungi tim tapal batas detikcom, Yoseph pun bercerita soal asal usul kebiasaan masyarakat Malaka yang hobi nyirih pinang. Ia menyebut kebiasaan ini telah menjadi adat di Malaka, mulai dari menyambut tamu hingga pesta pernikahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini orang Malaka tidak bisa jauh dari ini (sirih pinang), sekitar 80 persen masih makan sirih. Sirih ini bukan hanya untuk makan saja, tapi dibuat untuk istilah adat istiadat. Digunakan juga itu, baik perempuan nikah atau laki-laki nikah dimanfaatkan semua itu kita sirih pinang. Bukan hanya untuk sapaan orang tamu datang, bukan," ujarnya kepada detikcom baru-baru ini.
Bukan hanya sebagai adat di Malaka, ternyata makan sirih juga punya tujuan bagi kesehatan tubuh. Bahkan, sirih pinang juga dikonsumsi oleh anak-anak.
"Untuk manfaat itu bisa obat juga bukan hanya untuk adat saja. Buat gigi juga, dari kecil sampai tua kita harus makan itu supaya giginya kuat. Dari umur ya kalau dia tau makan, dia makan itu," katanya.
Beda dengan jadwal makan yang umumnya tiga kali sehari. Di sini, bisa dibilang masyarakat makan sirih tanpa kenal waktu. Yoseph mengatakan ia dan keluarganya bisa makan sirih lebih dari tiga kali, bahkan sepanjang waktu.
Biasanya, daun sirih dimakan bersamaan dengan kapur dan pinang. Namun jika ingin rasanya lebih lezat, banyak yang suka mencampur sirih pinang dengan tembakau.
"Tidak ada (campuran), hanya tiga kapur, sirih, dan pinang. Harus ada pinang dan kapur biar enak. Makan sirih ini tidak seperti makan sehari tiga kali. Kalau makan sirih, makan terus sampai merah. Makan sirih itu tidak ada waktunya, kita makan terus. Kalau mama tua dia makan itu sama tambahan daun tembakau biar lebih enak," katanya.
![]() |
Meskipun sirih disebut bisa bikin gigi kuat, bukan berarti masyarakat Malaka tidak membersihkan giginya. Ia mengatakan harus tetap menyikat gigi usah menyirih pinang.
"Kalau makan sirih tetap sikat (gigi), harus sikat. Sikat habis baru kita makan sirih lagi," imbuhnya.
Bicara soal nyirih pinang, daun-daun yang dipakai ternyata tak bisa sembarang pilih. Pasalnya, daun yang bisa dipakai nyirih hanya daun yang tua. Adapun daun yang tua dibedakan dari warna dan ujung daun yang keras.
"Yang tua bukan yang muda, yang kalau kita rasa tidak ada itu kalau yang muda. Yang tua baru kita rasa makan enaknya. Kita petik ambil yang tua. Dilihat dari warnanya, kita juga lihat dari daun keras yang tua itu," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Yoseph juga bercerita tentang awal mula usaha jualan daun sirih, yang telah dirintisnya sejak tahun 2008. Adapun daun sirih di sana biasanya dijual dengan hitungan per ikat. Satu ikatnya akan berisi 30 buah daun sirih dan dijual seharga Rp 5.000. Setiap harinya, Yoseph mengaku setidaknya daun sirihnya terjual minimal Rp 50.000.
"Ini kan karena kebutuhan Malaka ini kan kebanyakan daun sirih digunakan. Dan juga kita harus tanam kebutuhan rumah tangga dipakai. Setiap hari orang datang ke sini untuk jual di pasar atau di rumah. Dari jauh datang ke sini juga dari luar desa dan kecamatan juga," ujarnya.
"Di sini (sirih) dijual satu ikat itu Rp 2.500 kalau dua ikat Rp 5.000. Ini satu ikat itu ada 30 daun, 60 daun berarti Rp 5.000. Sehari itu bisa jual Rp 50.000 sudah pasti, kadang orang datang beli sampai Rp 100.000 atau Rp 200.000 kalau ada pesta nikah," imbuhnya.
![]() |
Untuk mengembangkan usaha kebun sirihnya, Yoseph menyebut melakukan pinjaman KUR Super Mikro ke BRI sebesar Rp 10 juta. Selain sirih, Yosep juga menggunakan pinjaman modal tersebut untuk perawatan lainnya, termasuk untuk beli obat, mengolah tanaman, dan lainnya.
"Jadi saya ambil (kredit) kemarin itu Rp 10 juta saja. Ini pinjaman BRI ini digunakan kami ini bikin sawah dan kebun. Bukan hanya untuk sirih saja, tapi juga sawah. Saya di keluarga ini kan ada sawah 2,5 hektare. Jadi, untuk beli pupuk, olah tanam, beli obat untuk rawat," pungkasnya.
Di ulang tahun yang ke-125 pada tahun ini, BRI hadir di perbatasan dengan tema BRILian memudahkan masyarakat melakukan transaksi perbankan, termasuk bagi masyarakat Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka. BRI juga menghadirkan KUR hingga menyalurkan BPUM untuk membantu UMKM sekitar.
detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas mengenai perkembangan infrastruktur, ekonomi, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan khususnya di masa pandemi. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus beritanya di tapalbatas.detik.com.
(mul/mpr)